Eksploitasi Tenaga Terdidik Melalui Lembaga Pendidikan Untuk Kepentingan Maksimal Dunia Usaha Dunia Industri
Oleh : Ummu Naura
Istilah magang dikenal dan diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dinyatakan bahwa magang merupakan bagian dari sistem pelatihan kerja, di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruksi atau pekerja yang lebih berpengalaman, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
Dalam sistem kapitalisme, program ini rawan menjadi sarana eksploitasi pelajar /mahasiswa oleh Perusahaan karena mengejar keuntungan. Berbagai bentuk eksploitasi yang dapat terjadi adalah beban kerja yg tinggi, jam kerja overtime, tanpa gaji, tanpa jaminan keselamatan dan Kesehatan dll. Ini semua adalah dampak dari kapitalisasi Pendidikan. Hal ini menimbulkan keresahan semua pihak, namun sistem hari ini tidak dapat memberi solusi
Ketiadaan payung hukum menyebabkan pemagang berstatus pelajar dan mahasiswa rawan untuk dieksploitasi. Terdapat pula beberapa perusahaan dan lembaga memberikan aturan tarif yang harus dibayarkan oleh pemagang pelajar dan mahasiswa
Korporasi dan lembaga pemberi kerja menyalahgunakan sistem pendidikan untuk menekan biaya gaji karyawan. Merekrut pemagang sama artinya menyelesaikan banyak pekerjaan, meraup lebih banyak target, namun tanpa kenaikan pembiayaan operasional.
Mempekerjakan pemagang pelajar dan mahasiswa jauh lebih menguntungkan daripada menanggung kontrak kerja karyawan professional. “Hasilnya, cadangan tenaga kerja atau orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan akan semakin meningkat disebabkan pemagang yang mengambil alih kesempatan kerja usia produktif.
Sempitnya lapangan pekerjaan sedikit-banyak juga disebabkan oleh system pemagangan. “Bukan hanya fenomena sarjana kesulitan mencari pekerjaan, namun kondisi sempitnya lapangan pekerjaan bagi usia produktif telah lebih banyak terisi oleh para pemagang
Karut-marut distribusi hak dan kewajiban ketenagakerjaan dalam pemagangan nyatanya tak menyurutkan institusi pendidikan dalam mengirim pelajar dan mahasiswanya sebagai pekerja magang. Magang bahkan bukan lagi dimaknai sebagai proses belajar, namun suatu tuntutan dalam rupa syarat kelulusan. Kini, magang telah menjadi suatu norma yang harus dipatuhi oleh pelajar dan mahasiswa. Kurikulum pembelajaran justru menjebak peserta didik sebagai korban ketidakadilan sistem korporasi, alih-alih kebebasan dalam membentuk paradigma berpikirnya.
Akibat Penerapan Kapitalisme
Potensi eksploitasi praktik magang atau PKL pelajar SMK sangat mungkin terjadi. Ini karena pemagang berstatus pelajar sehingga memiliki posisi tawar yang lemah dan tidak seimbang antara pihak sekolah dengan perusahaan tempat magang
Beragam kasus eksploitasi peserta didik di tempat magang (PKL) dengan penerapan sistem kapitalisme, di antaranya adalah sistem pendidikan sekuler kapitalisme hanya bertujuan untuk mencetak lulusan pekerja untuk memenuhi pasar industri dan korporasi. Sistem sekuler kapitalisme meniscayakan minimnya peran negara melindungi generasi. Negara hanya bertindak sebagai regulator dengan kebijakan yang tidak memperhatikan generasi. Sistem sekuler kapitalisme membuka lebar ruang eksploitasi tenaga dan waktu pekerja.
Kemiskinan struktural akibat penerapan kapitalisme telah memberikan dampak yang luar biasa, bahkan berkontribusi besar dalam fenomena eksploitasi pekerja anak saat ini
Bahkan dalam beberapa kasus, mereka dipekerjakan melebihi kapasitas kompetensi dan jam kerja, semisal bekerja pada hari libur nasional. Sedangkan pelajar PKL sejatinya tetaplah siswa yang sedang melakukan pelatihan kerja, bukan pekerja. Ada pula yang diminta membantu bekerja untuk menutupi kekurangan tenaga kerja tanpa kompensasi yang layak. Bagi industri dan korporasi, pelajar PKL adalah pekerja sukarela yang dibutuhkan tenaganya saja.
Peran Islam
Dalam perspektif Islam, mengeksploitasi atau memanfaatkan peserta didik untuk bekerja tiada henti tidak dibenarkan. Dalam Islam, setiap peserta didik berhak mengenyam pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Di antara mekanisme Islam menyelesaikan problem eksploitasi pekerja anak adalah:
Pertama, negara menjamin hak-hak anak, yakni mendapat pendidikan yang layak, nafkah yang cukup, makanan bergizi seimbang, tersedianya rumah yang layak dan sehat, lingkungan yang baik untuk pertumbuhan, arena bermain dan taman yang bisa membuat anak mengeksplorasi diri dengan nyaman, serta keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang.
Kedua, negara melarang mempekerjakan anak pada jenis pekerjaan yang berat yang berakibat mengganggu kesehatan mereka, terutama bagi anak perempuan. Adapun anak laki-laki, ketika sudah akil balig (matang dan dewasa), mereka boleh bekerja sesuai kemampuan usia mereka, serta kesiapan fisik maupun psikis, asalkan tidak mengganggu waktu belajar di sekolah. Hal ini berlaku dalam rangka membentuk jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kelak sebagai kepala keluarga dan pemimpin umat.
Ketiga, negara membangun industri strategis yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar. Industri tersebut meliputi industri alat-alat berat, pengelolaan tambang, pertanian, perdagangan, infrastruktur, alutsista, dan sebagainya. Perindustrian dalam negara Khilafah tidak hanya berfokus pada produksi barang, tetapi menciptakan sistem ekonomi berbasis syariat Islam yang memperhatikan aspek keadilan dan kesejahteraan bagi setiap individu.
Keempat, memastikan setiap anak terpenuhi haknya dalam aspek pendidikan dan kesehatan. Negara menetapkan kebijakan akses sandang, pangan, dan papan dengan berbagai kemudahan dan harga murah. Negara mendorong setiap kepala keluarga untuk bekerja. Negara juga memberinya pekerjaan, keterampilan, atau keahlian agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan begitu, tidak akan ada anak terlantar, tereksploitasi, atau ikut bekerja mencari nafkah.
Sistem Islam kafah akan memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan menyeluruh kepada generasi sehingga dapat mewujudkan generasi yang terbebas dari eksploitasi dalam bentuk apa pun.
Wallahu'alam bishawab
Posting Komentar