-->

Gen Z Dalam Kapitalisme Demokrasi: Terjerat Gaya Hidup Materialistik


Oleh : Isna

Di zaman modern ini, konsumerisme dan hedonisme semakin meningkat pesat di  masyarakat.
Konsumerisme adalah gaya hidup dan pola pikir boros yang melibatkan pengeluaran berlebihan untuk barang dan jasa  serta lebih memilih membuang-buang uang untuk hal-hal yang tidak penting. Hedonisme, adalah paham yang menjadikan kesenangan sebagai tujuan hidup. Penganut hedonisme (hedonis) adalah orang-orang yang hidup semata-mata untuk kesenangan. Itu sebabnya mereka menghindari hal-hal yang tidak mereka sukai. Mereka juga cepat mengeluh ketika dihadapkan pada berbagai tantangan hidup.

Permasalahannya, fenomena konsumsi ini sedang menjadi tren dalam kehidupan remaja dan generasi penerus. Tidak jarang kita jumpai generasi muda yang malas bekerja, kehilangan semangat berjuang, rawan pemborosan dan konsumerisme, serta tidak memiliki keinginan untuk maju. Generasi muda (remaja) juga menjadi sasaran empuk konsumerisme, hedonisme, bahkan gaya hidup materialistis. Ketiganya (konsumerisme, materialisme, dan hedonisme) seringkali berkaitan erat bahkan tidak dapat dipisahkan, masyarakat yang meyakini bahwa hidup  hanya sekedar kesenangan (hedonis) mulai mencari hal-hal yang dapat memuaskan dirinya (materialis), yang pada akhirnya mengarah pada perilaku konsumerisme dan boros.

Baru-baru ini, banyak selebritas muda yang memamerkan sebagai orang kaya. Karena mereka juga seorang YouTuber dan seleb Instagram, gaya hidup Sultan Style sangat mudah diikuti oleh  para penggemarnya. Mereka mempublikasikan kehidupan mewahnya di saluran pribadinya. Faktanya, gaya hidup ini mungkin berbeda dari kenyataan yang dialami semua penggemar  dari latar belakang kurang mampu. Hal ini mengarahkan pengikut dan penggemarnya pada narasi bahwa cara mudah  menghasilkan uang adalah dengan menjadi seorang influencer.
 
E-commerce merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bagi  sikap berorientasi konsumen. E-commerce seperti versi digital dari pasar rakyat, semua barang bisa dijual di sana, konsumen juga dapat membeli produk dari luar negeri hanya dengan  menjentikkan jari di layar smartphone. Belanja e-commerce tidak hanya menawarkan ongkos kirim yang murah atau  gratis, tetapi juga mendorong konsumsi. Bayangkan jika konsumen Anda adalah remaja yang sekarang dikenal sebagai "Gen Z". Mereka tak lain adalah generasi yang lahir antara akhir tahun 1990an hingga awal tahun 2010an.
 
Generasi mereka ditandai dengan keakraban dengan teknologi digital, internet, dan penggunaan media sosial sejak dini. Kondisi remaja yang tidak mampu menahan keinginan besar untuk berbelanja, ditambah dengan propaganda iklan, menjadi ancaman  serius dari konsumerisme. Selain e-commerce, juga terdapat fast food sebagai sarana konsumsinya.
Restoran cepat saji telah menjadi simbol masyarakat perkotaan. Dekorasi dan desain restoran yang instagramable menjadikannya tujuan populer bagi remaja untuk mengambil foto. Foto tersebut  kemudian diunggah ke akun media sosialnya dan mendapat banyak like  dan share.

Seperti yang telah diketahui bahwa budaya konsumtif pada remaja mempengaruhi sikapnya, mereka  mudah menjadi destruktif yaitu cenderung menuntut hak tanpa memenuhi kewajibannya. Banyak tawuran pelajar yang merupakan bentuk vandalisme. Hal ini hanyalah akibat dari semakin meluasnya budaya konsumen. Budaya konsumen memberikan sedikit ruang bagi remaja untuk  lebih kreatif dan menciptakan sesuatu. Karena hanya bergerak pada ruang konsumsi, maka cenderung berperilaku konsumtif. Dampak lainnya adalah menguatnya perilaku hedonistik dan keinginan untuk menginginkan segala sesuatunya segera daripada belajar bersabar dalam prosesnya. Sebaliknya, mereka  berpikir lebih lambat dan selalu ingin cepat. 

Patut dikatakan bahwa  konsumerisme dan hedonisme menghambat potensi remaja. 
Generasi muda hendaknya mempunyai lebih banyak waktu untuk belajar, berbuat baik, dan peka terhadap situasi kehidupan masyarakat. Sebaliknya, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk memupuk hobi konsumerisme dan hedonisme.