-->

Hilirisasi Bauksit: Untuk Kesejahteraan Masyarakat atau Kepentingan Oligarki?

Oleh : Yeni, M.Sos

Presiden Joko Widodo mengumumkan rencananya untuk meresmikan smelter pengolahan bauksit di Mempawah, Kalimantan Barat, pekan depan. Peresmian ini akan menandai beroperasinya dua smelter untuk pengolahan bauksit, termasuk satu di Bintan, Kepulauan Riau. Dalam pidatonya di Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII di Surakarta pada 19 September 2024, Jokowi menjelaskan bahwa smelter di Mempawah dimiliki oleh BUMN dan akan memproduksi alumunium untuk berbagai kebutuhan, seperti velg mobil dan bodi pesawat (nasional.kompas.com).

Hilirisasi bauksit di Indonesia memiliki dampak signifikan, namun juga dihadapkan pada berbagai kendala, terutama masalah pendanaan yang mengancam kelangsungan proyek. Salah satu tantangan utama adalah sulitnya mendapatkan investasi dari pihak asing, yang menjadi salah satu sumber pendanaan utama untuk proyek-proyek pemerintah. Proses panjang dan rumit dalam pengajuan pendanaan, ditambah dengan dampak pandemi COVID-19 dan perubahan kebijakan, semakin memperumit situasi.

Kalimantan Barat memiliki potensi bauksit yang sangat besar, dengan cadangan diperkirakan mencapai sekitar 3,47 miliar ton, menjadikannya yang terbesar di Indonesia. Bauksit adalah bahan baku utama dalam produksi alumina dan aluminium, yang digunakan dalam berbagai industri, mulai dari pembuatan pesawat terbang, mesin, hingga alat-alat sipil dan kemasan makanan. Pengembangan bauksit di daerah ini dapat mendorong peningkatan penambangan bijih, yang akan berdampak positif pada sektor hulu, termasuk penyediaan bahan bakar, material pendukung, layanan tenaga kerja, dan transportasi. Salah satu contoh adalah PT Well Harvest Winning (PT WHW), smelter Grade Alumina (SGA) refinery pertama di Indonesia, yang memiliki kapasitas 2 juta ton alumina per tahun.

Namun, perlu diingat bahwa pengelolaan sumber daya ini harus dilakukan secara bijaksana. Di bawah ideologi kapitalisme, para kapitalis cenderung mengeksploitasi bauksit Kalimantan Barat tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh proyek oligarki. Ini sangat berbeda dengan prinsip Islam, yang menetapkan aturan jelas tentang siapa yang boleh mengelola sumber daya alam, termasuk bauksit, dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, bukan hanya oleh segelintir orang dalam lingkaran oligarki.