Hilirisasi: Mewujudkan Impian atau Mengorbankan Rakyat?
Oleh : Agustin Pratiwi
Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) telah resmi dibangun sejak tahun 2020 di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Proyek ambisius ini bertujuan untuk menghubungkan rantai pasokan antara mineral bijih bauksit dan pabrik peleburan aluminium INALUM, sekaligus mendistribusikannya melalui Pelabuhan Kijing Pelindo yang strategis. Fase 1 SGAR yang dimiliki oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), dimaksudkan untuk memproses bauksit menjadi alumina dan aluminium. Hal ini diklaim dapat membuka peluang untuk meningkatkan nilai tambah ekspor bauksit hingga 16 kali lipat dibandingkan dengan sebelumnya.
Dalam keheningan yang penuh harapan, Indonesia melangkah ke arah hilirisasi dengan tekad untuk mengubah nasib sumber daya alamnya. Program hilirisasi ini dimulai dengan larangan ekspor nikel dan bauksit dalam bentuk mentah, dengan pemerintah berargumen bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara. Pada 24 September 2024, Presiden Joko Widodo meresmikan injeksi bauksit perdana di Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Namun, meski pembangunan smelter ini dianggap sukses, kebijakan larangan ekspor nikel tidak berjalan mulus. Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan IMF meminta agar larangan ekspor tersebut dihapus secara bertahap. Meski ada penolakan dari IMF, pemerintah tetap melanjutkan program ini, berharap hasil penjualannya dapat menambah devisa negara. Ironisnya, keuntungan besar justru dirasakan oleh investor, khususnya BAI, yang diuntungkan dengan biaya rendah untuk mendapatkan bijih nikel.
Di tengah dominasi kapitalisme, kekayaan sumber daya alam Indonesia terus digerogoti oleh oligarki, meninggalkan rakyat dalam kesulitan. Dalam perspektif Islam, pengelolaan sumber daya alam seharusnya tidak diprivatisasi atau dikelola oleh investor asing; tanggung jawab ini harus dipegang oleh negara, sementara perusahaan seharusnya berperan sebagai pekerja, bukan pemilik tambang.
Posting Komentar