Intoleransi di Indonesia, Merusak Hak Umat Beragama lain?
Oleh : Novia Putri Yude
Pendirian Sekolah Kristen Gamaliel di Parepare, Sulawesi Selatan dihentikan. Hal ini terjadi karena warga sekitar yang tidak menyetujui pendirian sekolah kristiani yang berada di sekitar wilayah mayoritas muslim. Sejumlah warga merasa tidak sepaham dengan keberadaan sekolah tersebut. Peristiwa ini dinilai merusak nilai toleransi antar umat beragama di sekitar wilayah Parepare.
Pelaksana harian (Plh) Direktur Eksekutif Wahid Foundation Siti Kholisoh menilai, penolakan pendirian Sekolah Kristen Gamaliel di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, oleh sekelompok masyarakat di Parepare, Sulawesi Selatan, mencederai semangat toleransi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
"Peristiwa ini merupakan tindakan intoleransi yang merusak hak umat beragama lain hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas orang Indonesia," kata Siti dikutip dari Antara, Sabtu (28/9/2024).
Siti mengungkapan regulasi sistem pendidikan nasional telah sekolah keagamaan menjadi bagian dari sekolah swasta berhak didirikan. Sekolah kristen ini pun sudah mempunyai izin yang sesuai dengan persyaratan. Bagi Siti penolakan sekolah kristen yang didirikan di Pare-Pare tidak berdasarkan hukum.
“Jika dilihat dari aspek konstitusi, setiap warga negara di Indonesia, mau latar belakang agama, suku, etnis, warna kulit ataupun bahasa, mereka berhak untuk mendapatkan pendidikan, termasuk pendidikan keagamaan,” kata Siti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dia menegaskan bahwa tidak dibenarkan jika ada pihak yang menghalang-halangi pihak lain untuk mendapatkan akses pendidikan, termasuk yang berbasis keagamaan. (antaranews.com)
Pro dan Kontra
Penolakan Pendirian Sekolah Kristen di Pare-pare terjadi saat beberapa kelompok warga dan ormas Islam mengadakan demonstrasi. Warga yang berdemo tidak menyetujui adanya sekolah kristen di kalangan mayoritas muslim karena tidak sepaham.
Lingkungan tempat didirikannya sekolah kristen tersebut berdekatan dengan pondok tahfidz sehingga warga khawatir akan ada kesalah-pahaman jika tetap didirikan di wilayah mereka.
Aksi demo penolakan pembangunan sekolah Kristen berlangsung di depan gedung DPRD Parepare, Jumat (6/10). Massa yang datang berdemo, kata Ketua DPRD Pare-pare, Kaharuddin Kadir, berasal dari sekelompok warga sekitar lokasi pembangunan sekolah dan massa dari ormas Islam.
“Sebenarnya bukan karena tidak setuju cuma menginginkan karena ini Yayasan Kristen, sebaiknya dicarikan lokasi lain yang masyarakat di sekitar tidak mayoritas Islam,” ungkap Kaharuddin.
“Di Pare-pare ini kan tidak pernah ada begitu-begitu [intoleran], semua saling menghormati. Cuma mungkin karena berada di tengah-tengah masyarakat Islam, kemudian ada pondok tahfidz sehingga masyarakat di sana, jangan sampai ke depan ini ada timbul itu,” katanya.
Sama halnya dengan Siti, Direktur Eksekutif Setara Institute, Haili Hasan, berpandangan bahwa penolakan yang dilakukan warga dan beberapa ormas tidak beralasan. Regulasi pendidikan tidak mempersyaratkan keagamaan tertentu untuk mengurus perizinan sehingga siapa pun berhak mendirikan sekolah walaupun ia minoritas.
Haili Hasan mengungkapkan bahwa gejala intoleran terjadi karena kurangnya peran pemerintah setempat. Penegak hukum pun diam saat terjadinya penolakan pendirian sekolah kristen tersebut. Padahal, menurutnya, kelompok minoritas sudah mematuhi proses hukum.
Fakta-fakta yang terjadi di negara ini tentang toleransi masih belum sesuai dengan ajaran Islam. Negara belum menjamin seutuhnya tentang hak dalam beribadah dan batasan-batasan dalam toleransi. Peristiwa-peristiwa yang terjadi ini karena Indonesia masih menganut sekularisme yang menguntungkan hanya beberapa pihak saja.
Solusi dalam Islam
Islam mengajarkan hubungan dua arah, yakni, hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia.
Saat hubungan dengan Allah (ibadah ritual), akan ada cara penghormatannya masing-masing. Islam dalam toleransi melarang ummat untuk mengganggu ibadah agama lain. Tidak pula mengikuti ajaran agama lain agar tidak terjadi toleransi yang kebablasan. Sebagai muslim seharusnya memahami batasan-batasan dalam toleransi agar tidak menggangu hak agama lain dan tidak juga mengikuti ajaran agama lain. Toleransi yang sesungguhnya tidak akan merusak akidah seorang muslim.
Seperti yang telah Allaah SWT perintahkan dalam firmanNya :
"Untuk-mu agama-mu, dan untuk-ku, agama-ku"
(QS. Al-Kafirun: 1-6)
Sikap toleransi kepada agama lain sudah diatur dalam Al-Qur'an dan hadits yang merupakan dasar hukum Islam.
Hubungan sesama manusia pun diatur. Hubungan yang baik bukan hanya untuk sesama muslim, melainkan juga antar umat beragama selama masih dalam koridor sosial dan tidak merusak akidah Islam seseorang.
Saat tetangga butuh bantuan, sebagai muslim harus membantu walaupun tetangga yang kita bantu beragama lain.
Dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah saw. bersabda,
“Demi (Allah) yang nyawaku di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang hamba sehingga dia mencintai tetangganya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Muslim dan Abu Ya’la)
Pada hadits ini tidak dikatakan tetangga muslim. Hadits ini merujuk pula pada tetangga yang beragama lain. Walaupun berbeda agama, muslim harus berlaku baik kepada tetangganya.
Islam sangat menjamin hak-hak setiap individu baik ia seorang muslim atau dia beragama lain. Hak-hak tersebut sama dan tidak dibedakan dalam hal sosial.
Terjamin pula keamanan dan kenyamanan agama lain untuk beribadah selayaknya muslim beribadah. Terjamin masalah hak mendapat pekerjaan, mendapat layanan kesehatan, dan hal lain yang berhubungan dengan sosial. Saat beribadah saling menghormati dan tidak usil atau mencemooh agama lain.
Ada jaminan agama lain dalam beribadah dan secara sosial dalam hukum Islam.
Islam bukanlah agama yang memaksakan agama lain untuk memeluk Islam, dan Islam mengajarakan toleransi dalam berinteraksi dengan agama lain sebagaimana tertuang dalam Q.S. Al-Baqarah: 256 ;
Tidak ada paksaan dalam (menerima) agama (Islam)
Dalil-dalil tersebut jelas menegaskan prinsip toleransi dalam Islam sangatlah dijunjung tinggi selama dalam koridor-koridor yang benar. Terutama tidak mencampuradukan akidah dengan agama lain.
Wallahu'alam bishawab
Posting Komentar