-->

Ironi Food Estate: Gagal Mensejahterakan Rakyat

Oleh : Henise

Program food estate yang diinisiasi pemerintah Indonesia untuk menciptakan ketahanan pangan dan mencapai swasembada pangan telah menuai banyak kritik. Meskipun tujuan utamanya adalah memastikan ketersediaan pangan, proyek ini dinilai gagal memenuhi harapan. Masalah mendasar seperti kurangnya petani yang mau menggarap lahan besar, hingga kesalahan dalam manajemen, menjadi faktor utama kegagalan ini.

Kegagalan Food Estate: Apa yang Salah?

Sejak awal, proyek food estate digadang-gadang sebagai solusi jangka panjang bagi masalah ketahanan pangan di Indonesia. Namun, berbagai faktor teknis dan struktural menyebabkan program ini jauh dari kata sukses. Salah satu penyebab kegagalan adalah kurangnya petani yang bersedia mengelola lahan yang sudah disediakan oleh pemerintah. Selain itu, pendekatan manajemen yang dilakukan kurang efektif dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada, seperti minimnya pengorganisasian lahan oleh negara.

Selain itu, ketergantungan masyarakat terhadap beras sebagai bahan pangan utama turut menjadi kendala. Upaya untuk mengembangkan bahan pangan alternatif seperti jagung, sagu, dan sorgum belum sepenuhnya berhasil. Mahfud MD mengungkapkan bahwa tantangan ini juga terkait dengan kurangnya adaptasi masyarakat terhadap variasi pangan.

Dampak Gagalnya Food Estate

Kegagalan proyek ini tidak hanya berimbas pada ketahanan pangan, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan petani kecil. Program yang seharusnya mendukung produktivitas pertanian rakyat malah membuat mereka terpinggirkan. Sumber daya yang besar telah diinvestasikan dalam proyek ini, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi, yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas ekonomi pedesaan dan nasib petani kecil.

Solusi Islam terhadap Kemandirian Pangan

Islam menawarkan solusi komprehensif untuk masalah kemandirian pangan melalui penerapan sistem ekonomi berbasis syariah. Dalam Islam, pengelolaan sumber daya alam, termasuk pertanian, merupakan tanggung jawab negara. Negara berkewajiban untuk mengelola dan mendistribusikan tanah secara adil, mendorong produktivitas dengan memberikan fasilitas yang memadai kepada para petani, serta memastikan bahwa hasil pertanian dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.

Sistem ekonomi Islam juga menekankan pentingnya kesejahteraan individu dan komunitas, serta mendorong pola hidup sederhana dan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan lahan pertanian kepada korporasi besar yang berorientasi pada keuntungan semata, melainkan harus mendukung petani kecil untuk meningkatkan produktivitas mereka melalui pengelolaan yang adil dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Kegagalan food estate dalam sistem kapitalisme menjadi pelajaran penting bahwa kebijakan pangan tidak boleh hanya berfokus pada modal dan lahan. Diperlukan pendekatan yang holistik dengan melibatkan petani secara langsung, serta manajemen yang tepat guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Solusi terbaik dapat ditemukan dalam penerapan syariah Islam, di mana negara mengambil peran aktif dalam memastikan distribusi lahan yang adil dan mendukung produktivitas pangan nasional. Dengan demikian, ketahanan pangan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

Wallahu a'lam