-->

Karut Marut Pengelolaan Tambang, Rakyat jadi korban

Oleh : Sri Wahyu Anggraini, S.Pd. (Guru dan Aktivis Muslimah Lubuklinggau)

Aksi penambangan ilegal yang menimbulkan banyak korban jiwa kembali terulang. Sebagaimana fakta berikut;

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok, Sumatra Barat merevisi jumlah korban jiwa akibat tanah longsor di penambangan ilegal menjadi 11 orang dari sebelumnya 15 orang. Ada keterangan lain bahan 25 korban hilang belum ditemukan, tapi tidak begitu pasti. Karena lokasi longsor yang terpencil dengan akses 4-6 jam perjalanan dan kurangnya jaringan komunikasi. (Voaindonesia.com/28/9/24)

Peristiwa ini menunjukkan bahwa pengelolaan tambang begitu karut-marut, hal tersebut disebabkan karena gagalnya negara dalam memetakan kekayaan alam. Sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai hal buruk seperti tanah longsor di tempat penambangan dan memakan korban jiwa. Tak juga hanya itu kegagalan ini juga berimbas pada hilangnya emas karena di tambang oleh oknum tertentu.

Negara seharusnya memiliki big data kekayaan atau potensi wilayah di tanah air, negara harusnya memiliki kedaulatan dalam mengelolanya. Sehingga baik tambang dalam skala besar atau kecil dapat dimanfaatkan secara baik. Sudah seharusnya pula negara memiliki kewaspadaan tinggi terhadap pihak asing dan pihak lainnya yang berniat merugikan Indonesia. Sayangnya negara ini diatur oleh sistem kapitalisme yang membuat penguasa cuci tangan atas persoalan pengurusan SDA sumber daya alam yang tepat dengan mengatasnamakan penambangan ilegal. Kapitalisme yang berorientasi materi membuat negara setengah hati mengurusi rakyat. Kasus tambang ilegal dibiarkan berulang sekalipun ada undang-undang yang mengaturnya.

Sangat berbeda dengan negara Islam yakni negara Khilafah dalam mengelola tambang. Islam mengatur Negara dengan peran yang begitu jelas dan gamblang. 

Yakni menjadi ra’in (pengurus) dan junnah (Perisai). Kesadaran negara terhadap dua peran ini akan menuntun negara mengatur potensi kekayaan alam sesuai ketentuan Allah, selaras dengan keberadaan kekayaan alamnya.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam telah memberi contoh tata cara mengelola harta tambang, contoh tersebut merupakan hukum syariat yang wajib diambil oleh negara dalam mengelola tambang. Dari Abu Hurairah secara marfu', Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda "Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya); rerumputan, air dan api" (H.R Ibnu Majah)

Dari Abyad bin Hammal ia mendatangi Rasulullahu alaihi wassalam dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadany, Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal Radhiyallahu Anhu telah pergi. Ada seorang laki-laki di suatu majelis berkata'
"Tahukah anda, apa yang telah anda berikan kepadanya?, Sesungguhnya anda telah memberika kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir ( al- maa'al al-idd)

Ibnu Al-Muttawatir berkata, "Lalu Rasulullahu Shalallahu Alaihi Wassalam mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal)." (H.R Abu Dawud dan Tirmidzi) dan masih ada beberapa Hadist-hadist yang sejenis.

Melalui dalil-dalil tersebut maka pengaturan barang tambang dalam islam adalah barang tambang yang jumlahnya melimpah haram dimiliki oleh individu karena harta tersebut milih umum.

Al- Allamah Syaikh Abdul Qodim Zallum dalam kitabnya Al-Amwal Fi Daulah Al-Khilafah hal 54, menjelaskan konsep kepemimpinan dan pengelolaan tambang dalm islam berkaitan dengan konsep kepemilikan, yaitu; pertama, milik individu yakni harta tambang yang jumlahnya sedikit. Kedua, milik umum (milkiyah Ammah) yakni harta tambang yang depositnya melimpah. Ketiga, yakni sumber daya alam yang di konservasi (himma)

Dengan Syariat ini Negara Khilafah mengatur pengelolaan tambang dan memetakan wilayah tambang . Banyak sedikitnya barang tambang ditentukan oleh para ahli terkait. Sementara Himma diperuntukkan kebutuhan negara untuk menjaga fungsi ekologi lingkungan. Jika jumlahnya melimpah maka negara Khilafah sebagai wakil umat akan mengurusi tambang tersebut secara mandiri tanpa campur tangan individu (swasta) karena monopoli tambang hukumnya haram. Dengan konsep ini negara khilafah sanggup menutup celah perampokan tambang pihak asing. Hasil pengelolaan tambang ini akan dikembalikan kepada umat. Distribusinya dapat diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi energi dan sejenisnya. Atau secara tidak langsung dalam bentuk jaminan gratis kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos kepemilikan umum 'Baitul Maal'. Sementara jika jumlahnya sedikit dan wilayah tersebut tidak membahayakan untuk di eksplorasi dan di eksploitasi makan negara khilafah mengizinkan individu atau swasta mengelolh tambang tersebut. Dengan syarat, mulai dari prosedur, alat-alat yang digunakan dan para pekerjanya harus disesuaikan dengan kualifikasi

Maka Qodhi Hisbah mengontrol kualitas perkembangan tambang individu secara berkala. Sehingga dalam kebijakan ini Khilafah tetap bisa memastikan jaminan keselamatan rakyat, Khilafah juga bisa mencegah terjadinya bencana longsor di tanah tambang. Alhasil pengelolaan tambang yang dilakukan oleh negara atau individu tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dan mampu memberikan kesejahteraan. 

Terlebih negara khilafah memastikan individu dan masyarakat memiliki kepribadian Islam. Sehingga individu yang ada bukanlah individu yang mudah membahayakan diri dengan ikut lambang ilegal minim safety demi mengejar keuntungan. Masyarakat Khilafah bukan masyarakat yang apatis, jika ada kemungkaran mereka akan aktif dalam melakukan amar ma'ruf nahi Munkar terhadap sesama.

Demikianlah pengelolaan tambang dalam Islam tidak kau umat menyadari berkahnya urusan manakala diatur oleh syariat Islam secara kaffah.

Wallahu a'lam Bishowab