-->

Kemiskinan Global, Islam solusinya

Oleh : Sri Azzah Labibah S.Pd

Kemiskinan di dunia ini sudah lebih dari satu milyar termasuk Indonesia. Walaupun ada berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, seperti yang tercermin dalam peringatan Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional yang diperingati setiap 17 Oktober sejak tahun 1992, dunia tetap gagal mewujudkan kesejahteraan yang merata. Namun, kesenjangan antara kaya dan miskin terus melebar, dan kesejahteraan global belum juga tercapai. Kapitalisme sebagai sistem yang mendominasi ekonomi global belum mampu mengatasi masalah kemiskinan, karena sistem yang diterapkan lebih menguntungkan segelintir kapitalis daripada mengupayakan kesejahteraan merata bagi seluruh rakyat.

Kemiskinan akibat salah sistem

Sistem yang diambil oleh mayoritas penduduk dunia adalah sistem kapitalis dan ini yang menjadi Akar dari Kesenjangan Sosial.
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi dan sosial yang dominan di dunia saat ini menempatkan kepemilikan pribadi dan kebebasan pasar di atas segalanya. Pada praktiknya, kapitalisme mendorong akumulasi kekayaan di tangan segelintir orang yaitu para kapitalis sementara mayoritas masyarakat berjuang untuk memenuhi sendiri kebutuhan dasar mereka. Berbagai upaya internasional yang dilakukan untuk menentaskan kemiskinan, seperti program-program pemberdayaan oleh organisasi global seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan tetap menjadi ilusi yang jauh dari kenyataan.

Hal ini terlihat dari bagaimana negara-negara kapitalis menilai kesejahteraan rakyatnya secara kolektif dengan ukuran pendapatan per kapita, sebuah ukuran semu yang tidak mencerminkan kesejahteraan nyata setiap individu. Dengan kata lain, sistem ini mengaburkan kenyataan bahwa meskipun angka-angka statistik tampak positif, kondisi riil di lapangan masih menunjukkan kemiskinan yang akut dan kesenjangan sosial yang parah.

Selain itu, ada beberapa anggapan salah yang umum terkait solusi kemiskinan. Misalnya, pergantian pemimpin atau pemberdayaan perempuan sering dianggap sebagai solusi utama, bahkan keberadaan pemimpin perempuan di berbagai jabatan publik dianggap mampu mengubah keadaan. Namun, pandangan ini tidak menyentuh akar persoalan, karena masalah sebenarnya adalah sistem yang rusak, bukan individu yang memimpin.

Bahkan, anggapan bahwa belajar di luar negeri adalah salah satu solusi untuk mengentaskan kemiskinan juga perlu dievaluasi secara lebih kritis. Studi terbaru yang diterbitkan dalam International Journal of Educational Research Volume 128 (2024) memang menunjukkan bahwa lulusan luar negeri berdampak positif terhadap pengurangan kemiskinan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. (detik.com, 19-10-2024). Namun, dampak ini terbatas dan hanya relevan jika sistem yang diterapkan di negara tersebut mendukung redistribusi kekayaan dan pemberdayaan masyarakat secara luas. Jika tidak, pendidikan luar negeri hanya menguntungkan individu tanpa membawa perubahan signifikan terhadap struktur ekonomi yang tidak adil.

Kegagalan Kapitalisme dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Kapitalisme gagal mewujudkan kesejahteraan karena ia tidak menempatkan kebutuhan rakyat sebagai prioritas utama.

Di bawah kapitalisme, kekayaan terpusat pada beberapa individu atau kelompok, sedangkan mayoritas masyarakat tetap terjebak dalam kemiskinan. Negara yang seharusnya hadir untuk melindungi dan menyejahterakan rakyatnya justru absen, menyerahkan urusan sosial kepada mekanisme pasar bebas yang hanya peduli pada keuntungan maksimal. Akibatnya, kapitalisme menjadi sistem yang rusak dan mustahil mewujudkan kesejahteraan secara merata.

Islam Kaffah solusinya

Kesejahteraan yang Komprehensif
Dalam konteks ini, Islam kafah menawarkan solusi yang jauh lebih holistik dan adil. Islam memandang bahwa negara memiliki tanggung jawab penuh sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya.

Kesejahteraan dalam Islam tidak diukur dengan angka statistik yang semu, melainkan memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak-hak dasar mereka (sandang, pangan, papan dan kesehatan). Negara dalam Islam memiliki tanggung jawab untuk mendistribusikan kekayaan secara adil melalui mekanisme seperti zakat, wakaf, dan infak, yang dirancang untuk memastikan bahwa tidak ada individu yang tertinggal dalam kemiskinan. Dengan demikian, kesejahteraan dalam Islam diukur secara riil dan langsung dirasakan oleh setiap individu.

Islam juga menekankan pentingnya pembatasan terhadap akumulasi kekayaan yang berlebihan. Dalam sistem ekonomi Islam, praktik riba, monopoli, dan eksploitasi sumber daya oleh segelintir orang dilarang keras. Sebaliknya, Islam mendorong partisipasi ekonomi yang lebih luas dan distribusi kekayaan yang adil, sehingga mencegah terbentuknya kesenjangan yang terlalu lebar antara kaya dan miskin.
Allah swt, berfirman yang artinya 
“… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr: 7). 

Ayat ini menegaskan pentingnya distribusi kekayaan yang adil dalam masyarakat, sehingga tidak hanya terkumpul pada segelintir orang kaya saja, seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme sekarang ini.

Islam kaffah memberikan perhatian khusus pada tanggung jawab negara dalam mengatasi kemiskinan. Negara bukan sekadar regulator, melainkan aktor utama yang memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak-haknya secara adil. Konsep ini jauh berbeda dengan kapitalisme yang menyerahkan urusan rakyat kepada mekanisme pasar. Dengan penerapan Islam kaffah, negara akan berfungsi sebagai pengurus dan pelindung rakyat secara nyata, bukan hanya retorika politik.

Oleh karena itu, solusi untuk kemiskinan tidak dapat ditemukan selain menerapkan sistem Islam kaffah. Solusi yang sejati harus melibatkan perubahan sistemik, dan dalam hal ini, Islam kafah menawarkan kerangka kerja yang holistik dan solutif untuk mengatasi kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. 

Wallahualam