-->

Negara Salah Urus Kekayaan Alam, Rakyat Menjadi Korban

Oleh : Rini PujiA

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri berhasil mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ini dilakukan oleh sekelompok Warga Negara Asing (WNA) asal China, yang telah menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah.

Wilayah Kalimantan Barat merupakan provinsi penting dalam industri emas dan perak Indonesia, berada di urutan kedua Izin Usaha Pertambangan (IUP) terbanyak, setelah Sulawesi Tenggara. Kalimantan Barat tercatat terdapat 21 IUP emas dan perak serta terdapat 2 eksplorasi yang dilakukan berdasarkan data ESDM 2020.

Sunindyo menyatakan bahwa para pelaku melakukan penambangan dan pemurnian emas di dalam lubang tambang tersebut. Setelah emas dimurnikan, mereka membawanya keluar dari terowongan dan menjualnya dalam bentuk ore atau bullion emas.

Lebih lanjut seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial YH yang terlibat penambangan emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Ketapang pada 28 Agustus 2024 lalu. Perbuatan YH membuat negara rugi hingga triliunan rupiah. Angka itu dihitung berdasarkan hilangnya cadangan emas akibat penambangan ilegal.

Dalam persidangan terungkap emas yang berhasil digasak YH melalui aktivitas penambangan ilegal yang dilakukannya di Ketapang 774,27 kg. Tak hanya emas, ia juga berhasil mengeruk cadangan perak di lokasi tersebut 937,7 kg. Akibatnya, Indonesia rugi Rp1,02 triliun imbas aktivitas tersebut. 

Pasalnya, dari uji sampel emas di lokasi pertambangan, hasil kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade). Sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.

Dari fakta persidangan juga terungkap merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dalam pengolahan pertambangan emas ini. Dari sampel hasil olahan, ditemukan Hg (mercuri) dengan kandungan cukup tinggi, sebesar Hg 41,35 mg/kg.

Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal.

Dari hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3.
Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.

Sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain.

Petaka Penambangan Ilegal

Puluhan orang penambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat tertimbun longsor lubang galian tambang pada Kamis (26/9/2024) sore.
"Sebanyak 15 orang meninggal dunia, 11 sudah dibawa 4 masih di lokasi. Dan 25 lagi masih tertimbun serta 3 orang lagi mengalami luka," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Solok Irwan Efendi, Jumat (27/9/2024).

Ia menjelaskan longsor terjadi pada Kamis (26/9/2026), namun proses pencarian baru bisa dilakukan pada Jumat (27/9/2024) pukul 03.00 WIB dini hari oleh masyarakat dan aparat pemerintahan nagari dengan peralatan seadanya.

"Lokasi kejadian tidak dapat diakses oleh kendaraan roda empat dan hanya bisa ditempuh jalan kaki selama sekitar 8 jam dari pusat nagari atau akses yang bisa ditempuh dengan epeda motor," ujarnya.
Menurutnya korban terdiri dari masyarakat sekitar lokasi dari nagari-nagari di Kecamatan Hiliran Gumanti dan Pekonina Kabupaten Solok Selatan serta masyarakat lainnya.

Gagalnya Negara Dalam Memetakan Kekayaan Alam

Peristiwa diatas menunjukan pengelolaan tambang yang begitu karut marut, hal tersebut di sebabkan karena gagalnya Negara dalam memetekan kekayaan alam, yang mengakibatkan terjadinya berbagai hal buruk seperti longsor di lokasi penambangan, dan akhirnya memakan korban jiwa. Kegagalan ini juga berimbas pada hilangnya Emas, karena di tambang oknum tertentu. 

Negara harusnya memiliki big data kekayaan atau potensi alam di wilayah tanah air dan juga memiliki kedaulatan dalam mengelolanya. Sehingga tambang dalam skala besar maupun kecil, dapat dimanfaatkan dengan baik.

Negara juga harus memiliki kewaspadaan tinggi terhadap pihak asing dan pihak lainnya yang berniat merugikan Indonesia. Sayang, negri ini di atur oleh system kapitalisme yang membuat penguasa cuci tangan atas persoalan pengurusan SDA yang tepat dengan meng-atas namakan Penambangan Ilegal.
Kapitalisme yang ber-orientasi materi, membuat Negara setengah hati mengurus rakyat. Kasus tambang illegal di biarkan berulang, sekalipun ada undang – undang yang mengaturnya.

Pengelolaan SDA Dalam Sistem Islam

Sangat berbeda dengan Negara islam yang bernama Khilafah dalam mengelola tambang, Islam mengatur peran Negara dengan begitu jelas dan gambling yakni menjadi Ra’in (pengurus) dan Junnah (perisai).

Kesadaran Negara terhadap dua poin ini, akan menuntun Negara mengatur potensi kakayaan alam sesuai ketentuan Allaah SWT, selaras dengan keberadaan kekayaan alamnya.

Rasulullaah SAW telah memberi contoh tata cara mengelola harta tambang. Contoh tersebut merupakan hokum syariat yang wajib di ambil oleh Negara dalam mengelola tambang. Dari Abu Hurairah, secara marfu’ Rasulullaah SAW bersabda :
“Ada tiga hal yang tidak boleh di larang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya) : rerumputan, air dan api” (HR. Ibnu Majah)

Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullaah SAW dan meminta beliau SAW agar memberikan tambang garam kepadanya, Nabi SAW pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hammal telah pergi, ada seorang laki – laki yang ada di majelis itu berkata :
“Tahukah anda, apakah yang telah anda berikan kepadanya? sesungguhnya anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’al-‘idd)”

Ibnu Al Mutawakil berkata : “lalu Rasulullaah SAW mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal)” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Melalui dalil – dalil tersebut default pengaturan barang tambang dalam islam adalah barang tambang yang jumlahnya melimpah HARAM dimiliki oleh individu, karena harta tersebut milik umum.

Al-‘Allamah Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Al-Amwal Fi Daulah Al Khilafah hal. 54 menjelaskan konsep kepemimpinan dan pengelolaan tambang dalam islam, berkaitan dengan konsep kepemilikan yaitu :
1. Milik Individu, yakni harta tambang yang jumlahnya sedikit
2. Milik Umum (milkiyah ‘ammah), yakni harta tambang yang depositnya melimpah
3. Milik Negara, yakni sumber daya alam yang di konservasi (himma)

Dengan syariat ini, Negara Khilafah mengatur pengelolaan tambang dan memetakan wilayah tambang. Banyak sedikitnya barang tambang di tentukan oleh para ahli terkait, sementara Himma di peruntukan kebutuhan Negara untuk menjaga fungsi ekologi lingkungan.

Jika jumlahnya melimpah, maka Negara Khilafah sebagai wakil umat akan mengelola tambang tersebut secara mandiri tanpa campur tangan individu (swasta). Karena monopoli tambang hukumnya HARAM.

Dengan konsep ini, Negara Khilafah sanggup menutup celah perampokan tambang oleh pihak asing. Hasil pengelolaan tambang ini, akan di kembalikan kepada umat, distribusinya bisa diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi energy dan sejenisnya.

Atau secara tidak langsung, dalam bentuk jaminan gratis kebutuhan public yang di biayai oleh pos kepemilikan umum (baitul maal). Sementara jika jumlahnya sedikit, dan wilayah tersebut tidak membahayakan untuk di eksplorasi dan di eksploitasi, Negara Khilafah Mengizinkan individu (swasta) mengelola tambang tersebut.

Dengan syarat mulai dari prosedur, alat – alat yang di gunakan, dan para pekerjanya HARUS di sesuaikan dengan kualifikasi yang di tentukan oleh Negara Khilafah.

Agar kebijakan ini tidak di remehkan, Khilafah memerintahkan Qadhi Hisbah untuk mengontrol kualitas pengelolaan tambang individu secara berkala. Sehingga dalam kebijakan ini, Khilafah tetap bisa memastikan jaminan keselamatan rakyatnya.

Khilafah juga bisa mencegah terjadinya bencana longsor di tanah tambang, alhasil pengelolaan tambang yang di kelola oleh Negara ataupun individu, tetap dapat di manfaatkan secara optimal dan mampu memberi kesejahteraan.

Terlebih, Negara Khilafah juga memastikan individu dan juga masyarakat memiliki kepribadian islam melalui system pendidikan islam. Sehingga, individu yang ada, bukan individu yang mudah membahayakan diri dengan ikut tambang illegal dengan minim safety demi mengejar keuntungan.

Masyarakat Khilafah juga bukan masyarakat yang apatis jika ada kemungkaran. Mereka akan aktif melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar terhadap sesama.

Demikianlah pengelolaan tambang dalam Islam, tidakkah umat menyadari betapa berkahnya urusan, manakala hidup di atur oleh syariat Islam secara Kaffah??

Wallahu’alam bishawab