-->

PAJAK PENGUSAHA DIPERMUDAH, PAJAK RAKYAT DIBUAT SUSAH

Oleh : Rusmiati (aktifis dakwah Islam)

Menyikapi Kasus dugaan kebocoran pajak negara dari perkebunan sawit hingga Rp. 300 triliun, diungkapkan oleh wakil ketua dewan pembina partai Gerindra Hasyim zaljohadikusuma, soal ini ketua umum forum pemrad Serikat media cyber Indonesia atau smsi Dar Edi yoga mendorong agar pemerintahan baru presiden terpilih Prabowo Subianto mengambil tindakan tegas. Komitmen Presiden baru Prabowo Subianto untuk mengejar pelaku-pelaku pengemplangan pajak yang merugikan negara dalam jumlah fantastis tersebut. Dia juga memuji langkah kejaksaan agung yang berkomitmen mendukung pemerintah melalui penegakan hukum terkait kasus penguasaan lahan hutan secara legal untuk perkebunan sawit, yang menjadi salah satu penyebab kebocoran pajak.

Sementara itu, Pemerintah Presiden Prabowo Subianto belum memutuskan langkah konkrit untuk mengejar 300 lebih pengusaha perkebunan sawit yang kedapatan belum membayarkan kewajiban pajaknya ke Negara senilai Rp. 300 Triliun. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan Pemerintah saat ini masih memonitor lebih dahulu kejelasan data wajib pajak di sektor perkebunan sawit itu.(CNBCIndonesia.com 21/10/2024).

Dalam sistem kapitalis pajak menjadi bagian dari kebijakan fiskal, kebijakan ini dianggap dapat membantu Negara mencapai kestabilan ekonominya karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diterima dari pajak, cara gampang mendapatkan dana segar guna menutupi defisit anggaran negara serta membantu melunasi hutang yang membengkak adalah dengan menjadikan pajak sebagai solusi menyelamatkan keuangan negara.

Pajak memang sudah menjadi andalan utama pemasukan negara yang menganut sistem kapitalis. Padahal sesungguhnya negara Indonesia kaya akan SDA yang jika dikelola dengan baik akan dapat digunakan untuk kepentingan rakyatnya. Ini karena SDA terkategori kepemilikan umum. Yang menjadi masalahnya sebenarnya Indonesia telah salah dalam mengelola SDA yang justru diserahkan kepada Asing. Alih-alih memberi kemudahan bagi rakyatnya, yang terjadi justru rakyat yang hidupnya sudah kembang kempis dipaksa merogoh saku lebih dalam. Alhasil jika kebijakan pajak ini diterapkan merupakan bentuk kezaliman yang nyata dari penguasa atas rakyatnya.

Tampak jelas negara tidak tegas, penguasa yang tidak membayar pajak bisa leluasa mengemplang pajak hingga 15 tahun tanpa tersentuh hukum. Para Pengusaha yang juga leluasa menyerobot lahan hutan hingga jutaan hektar tanpa juga membayar pajak.

Sungguh miris dugaan kebocoran pajak negara dari perkebunan sawit ini menjadikan bukti adanya kinerja yang tidak kompeten. Pejabat yang menduduki jabatan di kementerian terkait sejak awal dipilih bukankah para ahlinya, sehingga tidak heran jika kinerjanya tidak kompeten. ini membuktikan kegagalan di dalam sistem kapitalisme dalam menciptakan kesejahteraan dan keamanan bagi rakyatnya.

Dalam Islam sesungguhnya tidak ada pajak yang diambil dari masyarakat sebagaimana yang terjadi di dalam sistem kapitalis saat ini. Semua dikenakan pajak termasuk rumah, kendaraan, bahkan makan dan belanja di pusat perbelanjaan. Nabi Muhammad SAW dahulu mengatur urusan-urusan rakyat tidak memungut pajak atas masyarakat. Tidak adanya riwayat sama sekali bahwa beliau memungut pajak. ketika beliau mengetahui bahwa orang di perbatasan Daulah mengambil pajak atas komoditas yang masuk ke negeri, Beliau justru melarangnya. Dari Uqbah bin Amir bahwa ia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda "Tidak masuk surga pemungut cukai" (HR.Ahmad dan di sahihkn oleh Al hakim).

Pembangunan Sistem Ekonomi didalam Islam tidak tergantung pada pajak, tetapi dibiayai dengan pemasukan Negara dan berbagai sumber yang ditetapkan di dalam sistem ekonomi Islam, syekh Abdul Qodim Zalum menjelaskan, dalam sistem keuangan Negara Khilafah bahwa Baitul maal Khilafah memiliki 13 sumber pemasukan yaitu: Fa'i, Khoroj, ghonimah, status tanah zijiyah, dari Padang rumput, Air dan Api serta aset yang diproteksi, inilah yang dikelola oleh negara untuk kebutuhan rakyat tanpa memandang status sosial dan agamanya.
Dengan banyaknya pemasukan Negara akan cukup membangun infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan rakyat tanpa harus memungut pajak dari rakyat.

Berbeda dengan Sistem Kapitalisme yang membebankan pajak pada semua orang, baik miskin ataupun kaya. Kewajiban membayar pajak dalam Khilafah dibebankan pada Muslim yang kaya, Itupun jika kondisi Negara benar - benar sangat membutuhkan dengan cara yang ma'ruf. Dengan demikian orang miskin tidak dibebani pajak justru mereka mendapatkan bantuan dari Negara. Sehingga kasus kebocoran pajak tidak akan pernah terjadi, karena pajak bukanlah sumber pemasukan Negara.

Dengan ini hendaklah kita memperhatikan Firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam Surah Al-a'raf:96. "Jika sekiranya penduduk negeri-negeri ini beriman dan bertakwa, pastilah kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya"

Wallahualam bissawab.