-->

Pengangguran Terus Meningkat, Salah Siapa?

Oleh : Ummu Sumayyah

Sebanyak 248 perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan perkebunan diduga tidak tertib dalam melaporkan lowongan pekerjaan ke Disnakertrans Kabupaten Kutai Barat. Dari jumlah tersebut, hanya 20 perusahaan yang melapor, itu pun tidak secara rinci jumlah tenaga kerja yang bekerja di sana.

Disnakertrans Kubar sangat menyayangkan tindakan 248 perusahaan yang tidak tertib. Dia menyebut, data rincian mengenai masyarakat asli Kubar yang dipekerjakan di perusahaan tersebut sangat penting. Sebab, data ini dibutuhkan Disnakertrans karena akan berpengaruh pada jumlah angka pengangguran di Kubar yang terus meningkat. (kaltim post..id, 09/10/2024)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Kubar untuk tahun 2023 mencapai 6,16 persen meningkat ketimbang tahun 2022 yang berada pada angka 4,62. Padahal kutai barat memiliki sumberdaya alam yang besar untuk dikembangkan, khususnya dalam bidang pertambangan dan pertanian. Pertambangan di Kabupaten Kutai Barat menguasai 48% PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), berupa tambang batu bara yang tergolong besar di Kalimantan Timur.

Dari sektor perkebunan, komoditi yang telah dikembangkan adalah karet dan kelapa sawit. Komoditi tersebut merupakan komoditi terkemuka di Kalimantan timur. Luas perkebunan yang telah dimanfaatkan seluas 190.451 hektare.

Hasil komoditi unggulan karet (34.964 ton), kelapa sawit (690.269 ton tbs/ tandan buah segar), kopi robusta (23 ton), dan kelapa dalam (201 ton). Hasil hutan berupa kayu meranti juga memberikan konstribusi besar bagi Kutai Barat. Sektor pertanian yang memiliki potensi besar adalah tanaman pangan, yaitu padi, palawija, sayur, dan buah-buahan.

Kutai Barat juga memiliki potensi dalam peternakan dan perikanan. Sektor peternakan yang potensial, terutama sapi dan babi. Kutai Barat memiliki lahan seluas 3.188,27 km 2 yang masih memungkinkan untuk dimanfaatkan di sektor pertanian.

Sudut Pandang Pengusaha dalam Kapitalisme

Ketika perusahaan mengelola pertambangan misalnya maka tentu sudut pandangnya adalah untung atau rugi. Kemudian terdapat aturan yang mengatur terkait upah minimum regional yang harus dipenuhi perusahaan ketika mempekerjakan karyawan. Upah minimum ini dihitung dari angka kecukupan hidup minimum masyarakat. Belum lagi perusahaan dibebankan untuk menanggung biaya kesehatan dan kesejahteraan karyawannya.

Selain itu, pajak yang dibebankan oleh negara kepada perusahaan membuat perusahaan cenderung enggan untuk mengikuti regulasi atau aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah karena akan mengurangi keuntungan yang didapatkan. Maka adalah sesuatu yang wajar ketika perusahaan dalam sistem kapitalisme yang tolak ukurnya adalah untung atau rugi tidak transparan kepada pemerintah dalam hal kewajibannya menaati regulasi yang ada.

Masyarakat Kutai barat khususnya, mata pencahariannya adalah bertani dan berkebun. Padahal bila pemerintah serius menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat, seharusnya pemerintah memberikan modal dan surport sistem termasuk pemberian lahan. Faktanya, di Kutai Barat, terdapat banyak perusahaan perkebunan yang mengusai lahan pertanian yang sangat luas dengan ijin konsesi yang tidak hanya di Kutai Barat.

Menurut data dari situs Dinas Perkebunan provinsi Kalimantan Timur di tahun 2018, terdapat 37 perusahaan yang mendapatkan konsesi lahan perkebunan. Total Izin Usaha Perkebunan (IUP) lahan yang diberikan kepada para pengusaha perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah di Kutai Barat adalah 248.011 Ha. Dari jumlah itu seharusnya di Kutai Barat memiliki 48 ribu hektar kebun plasma yang dimitrakan dengan masyarakat. Itu bisa terwujud apabila semua pengusaha sawit membangun kebun plasama 20% sesuai amanat undang-undang.

Hanya saja hingga 2021, dari lahan HGU 248.011 hektar baru 136.280 hektar kebun inti yang terbangun. Sementara kebun plasma banyak tidak jelas. Lagi – lagi pemerintah berharap penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, disediakan oleh Perusahaan swasta. Padahal, seharusnya penyediaan lapangan pekerjaan adalah mandatory (kewajiban) negara untuk menjamin ketersediaannya. Artinya, negara harus menyediakan industri padat karya yang kondusif dan menyerap tenaga kerja. Misalnya mengelola sendiri sektor perkebunan dan pertambangan sehingga tidak terdapat celah penyelewengan regulasi yang berdampak pada tingginya angka pengangguran.

Dalam sistem Demokrasi yang ditopang oleh Kapitalisme, hubungan pengusaha dan penguasa akan saling menguntungkan. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam kontestasi Demokrasi, para penguasa ataupun calon penguasa membutuhkan modal yang besar. Modal biasanya didapatkan dari dukungan modal para pengusaha.

Selanjutnya dalam perjalanan kekuasaannya, penguasa akan menjalin hubungan yang akan melanggengkan kepentingan masing-masing. Sebagai wujud terima kasih, penguasa akan memberikan konsesi dan kemudahan regulasi bagi para pengusaha.

Sebaliknya, pengusaha pun mengincar kemudahan regulasi usahanya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Wajar keberadaan perusahaan khususnya perusahaan tambang tidak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat.

Negara dalam Islam Wajib Sediakan Pekerjaan

Dalam pandangan Islam, negara harus hadir untuk memastikan setiap laki-laki dewasa memiliki pekerjaan dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai. Penguasa akan menempatkan diri sebagai pengurus dan penjaga. Adanya dimensi akhirat pada kepemimpinan Islam membuat seorang penguasa akan takut jika zalim dan tidak adil kepada rakyat. Mereka akan berusaha maksimal mengurus dan menyejahterakan rakyat dengan jalan menerapkan syariat Islam sebagai tuntunan kehidupan.

Ajaran Islam menetapkan mekanisme jaminan kesejahteraan dimulai dari mewajibkan seorang laki-laki untuk bekerja. Namun, hal ini tentu butuh support sistem dari negara, berupa sistem pendidikan yang memadai sehingga seluruh rakyat khususnya laki-laki memiliki kepribadian Islam yang baik sekaligus skill yang mumpuni.
Pada saat yang sama, negara pun wajib menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Caranya tidak lain dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal, dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, apalagi asing. Termasuk mencegah berkembangnya sektor nonriil yang kerap membuat mandek, bahkan hancur perekonomian negara.

Sektor-sektor yang potensinya sangat besar, seperti pertanian, industri, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan sejenisnya akan digarap secara serius dan sesuai dengan aturan Islam. Pembangunan dan pengembangan sektor-sektor tersebut dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara sesuai dengan potensinya.
Penguasa dalam Islam akan memberikan modal untuk bekerja, misalnya lahan kosong kepada masyarakat dan kemudahan penyediaan bibit ataupun pupuk agar masyarakat mampu menghidupkan pertanian atau perkebunan dengan optimal. Semua itu akan berdampak pada meningkatnya penghasilan masyarakat dan berkurangnya angka pengangguran.

Pengelolaan tambang dalam Islam

Dalam pandangan Islam, tambang apa pun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ‘ammah). Dasarnya antara lain hadis Nabi Saw. Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ

“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram.”

Berdasarkan hadits di atas, tambang apa pun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah, haram dimiliki oleh pribadi/ swasta, apalagi pihak asing, termasuk haram diklaim sebagai milik negara. Negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya, lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dengan dikelolanya sektor tambang termasuk batu bara oleh negara maka akan terciptalah lapangan pekerjaan yang luas. Kesejahteraan masyarakat juga tidak dibebankan pada penghasilan masyarakat saja, akan tetapi negara akan hadir dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat seperti menjamin kesehatan, pendidikan, penyediaan transportasi umum yang cenderung murah bahkan gratis serta menjamin keamanan masyarakat. Sehingga, masyarakat bisa lebih sejahtera karena pengeluarannya terminimalisir.

Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. ketika didatangi oleh pengemis. Rasulullah bertanya apakah ia memiliki sesuatu yang bisa dijual? Maka pengemis tersebut mengatakan bahwa dia memiliki pakaian yang bisa dijual. Kemudian Rasulullah menawarkan kepada sahabat untuk membeli pakaian tersebut. Maka sahabat membelinya dengan harga 2 dirham. Setelah itu Rasulullah menyuruh pengemis tersebut membelanjakan satu dirhamnya untuk keperluan keluarganya dan satu dirhamnya lagi untuk membeli kapak. Kemudian Rasulullah menyuruh pengemis tersebut dengan kapaknya mencari kayu bakar sebanyak-banyaknya untuk dijual sebagai mata pencaharian.

Contoh lain, yang dilakukan oleh Umar Bin Khattab sebagai khalifah saat itu adalah mengambil alih sebagian tanah yang dimiliki oleh Bilal bin al-harits Al Husni yang tidak dikelolanya untuk diberikan kepada rakyatnya yang tidak memiliki tanah agar mereka semua bisa menghidupkan tanah dengan bertani atau berkebun, sehingga tidak terjadi pengangguran. Ini semua menjadi dalil bahwasanya dalam Islam, penyediaan lapangan pekerjaan adalah tanggung jawab negara.

Wallahu a'lam Bishawwab