-->

PHK Keniscayaan, Akibat Diterapkannya Sistem Kapitalis

Oleh : Anastasia S.Pd. 

Wilayah Majalaya, Kabupaten Bandung pernah dijuluki sebagai ‘Mesin Penghasil Dolar’. Majalaya pernah berjaya sebagai wilayah penghasil tekstil. 

Kejayaan ini, telah mampu masuk ke dalam pasar luar negeri. Namun, kini tinggallah kenangan, industri tekstil di Majalaya terancam punah. Pasalnya, puluhan ribuan buruh mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Banyak pabrik yang akhirnya gulung tikar, karena besarnya biaya produksi akibatnya naiknya bahan secara tajam. Begitu pun, dengan derasnya produk-produk tekstil China, yang telah membanjiri pasar, dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang bersaing. Akibatnya Mesin-mesin yang dahulu banyak dioperasikan karyawan kini tinggal beberapa orang saja. Di Jawa Barat, data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menunjukkan, jumlah pegawai yang menjadi korban PHK mencapai 10.120 orang sejak Januari hingga Juni 2024. Bandung.bisnis.com 
(06/08/2024).

PHK, Gambaran Buruknya Ekonomi 

PHK menjadi bom waktu yang tak bisa dihindari, pemerintah pun sebenarnya sudah mampu memprediksi, bahwa hal ini akan terjadi. Melihat dari kondisi ekonomi, yang mengalami kelesuan di berbagai sektor, tak terkecuali industri tekstil. Melalui menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengungkapkan terkait masalah ini. Menurutnya, hal demikian, PHK menjadi pilihan pamungkas yang bisa dikeluarkan oleh perusahaan di kala keadaan sulit tidak bisa diselamatkan. Ketika ditanya apa upaya pemerintah dalam mencari solusi dari masalah PHK ini, beliau ia menjawab hanya dengan membangun kesepahaman antara pekerja dengan pengusaha. Tanpa, adanya jalan keluar yang mengakar. 

"Pemerintah selalu memanggil para pihak jika ada perusahaan yang akan melakukan PHK. Kita biasanya panggil untuk kita mediasi, untuk kita lakukan dialog yang difasilitasi, dijembatani oleh pemerintah," jelasnya. CNN.com ( 22/082024).

Adapun, pemerintah secara kebijakan tidak memberikan payung hukum, untuk melindungi pekerja. Namun, pemerintah bertindak sebaliknya, mengeluarkan kebijakan melalui UU Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Yang mana dengan aturan ini, pemerintah melegalkan barang impor murah, bisa masuk dengan mudah ke pasar Indonesia, terutama tekstil.
Dengan adanya over produksi, terutama di China. Ditambah, adanya kelonggaran dari pemerintah Indonesia, yang menyebabkan masuknya tekstil China ke Indonesia. Hal ini pun disampaikan oleh Jemmy Kartiwa, selaku Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). 

"Permendag Nomor 23 Tahun 2006 sebenarnya sudah cukup baik dalam mengatur ini, namun sejak adanya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang mencabut proteksi untuk pakaian jadi di dalam negeri, namun barang luar kondisinya over produksi semakin parah,"  
AyoBandung.com (06/06/2024).

Gelombang massal PHK yang menimpa industri tekstil, adalah indikasi, bahwa ekonomi kita semakin terpuruk. Di mana, sudah dipastikan buruh/rakyat kecil, akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena hilangnya mata pencaharian mereka. Apalagi kebutuhan pokok semakin tinggi, rakyat semakin tercekik.

Pemerintah Gagal Sesumbar yang diklaim 

Presiden Joko Widodo, menyatakan kalau tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menurun secara tajam. Jokowi pun berujar kesejahteraan masyarakat meningkat signifikan. Kompas.com (16/082024). Namun, faktanya yang terjadi, gelombang PHK semakin massif. Tentunya, akan menambah jumlah penduduk Indonesia semakin miskin. Adanya PHK ini, adalah diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. Apalagi Indonesia, terikat dengan sejumlah perjanjian perdagangan global. Dengan konsekuensi logis, suburnya ekspor-impor yang merupakan bagian dari pelaksanaan pasar bebas, yang merupakan ciri dari liberalisasi ekonomi. 

Sehingga industri di dalam negeri kalah saing dan kalah modal. Sistem kapitalis menyebabkan, peran negara semakin sempit dalam memberikan perlindungan kepada rakyatnya. Negara akan berpihak kepada pemilik modal. Di sisi lain, prinsip dasar dari sistem ekonomi kapitalisme, memandang pekerja/buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. 

Pekerja dalam paradigma kapitalis, hanya menguras tenaga, dan dipandang sebagai faktor produksi. Sistem kapitalis melahirkan, UU Omnibus Law Cipta Kerja, dengan demikian perusahaan diberikan kemudahan untuk melakukan PHK, sementara mempekerjakan tenaga asing, syaratnya dipermudah. Wajar, apabila pekerja/buruh, makin sulit dengan adanya mekanisme alih daya (outsourcing). Yaitu, menjadikan pekerja minim kesejahteraan dan bisa diputus kontrak kerja kapan saja, tanpa ada imbalan berupa pesangon. Mekanisme ini, adalah strategi licik perusahaan untuk mendapatkan pekerja dengan biaya murah. Padahal, outsourcing sudah mendapat penolakan keras dari kalangan buruh sejak dilegalkan di Indonesia, melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi, pemerintah tetap melaksanakan kebijakannya dan memilih tunduk kepada pemodal. 
Wajar, PHK massal adalah keniscayaan yang dilahirkan, akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. 

Pemerintah terbukti, gagal melindungi rakyatnya, dari ancaman PHK. Sepanjang sistem ini diterapkan, maka PHK akan menjadi kisah klasik yang akan terus terulang.

Kembali Ke Islam

Sistem ekonomi kapitalis, sangat berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam, negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, baik sandang dan pangan. Karena negara, bertugas sebagai pengurus (raa’in) dan penanggung jawab (mas’ul). Begitu pun, Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan kerja yang cukup, sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Apakah dengan cara bekerja, dalam mengolah sumber daya alam. Karena, kekayaan yang terkandung di dalam perut bumi, daratan, dan lautan jumlahnya tidak terhingga. Sehingga, sangat memungkinkan rakyat dilibatkan secara langsung untuk menjadi pekerjanya. 

Negara pun bisa memberikan modal usaha, bagi siapa saja yang membutuhkannya, yang diambil dari baitul mal. Sehingga, roda ekonomi masyarakat akan terus berjalan. Begitu pun, dengan sistem menghidupkan tanah kosong, negara akan didistribusikan kepada siapa saja, yang mau untuk mengolahnya. Sehingga, tanah tersebut bisa produktif, menghasilkan sumber kehidupan. 

Sistem ekonomi Islam berbasis aqidah, melahirkan aturan yang adil, seperti adanya akad kerja antara pengusaha dengan pekerja. Yaitu, akad yang syar’i yang tidak boleh menzalimi salah satu pihak. Hal ini, sesuai perintah Allah melalui Rasul-Nya, agar pengusaha memperlakukan pekerjanya dengan baik. Rasulullah saw. bersabda, 

“Saudara kalian adalah pekerja kalian. Allah jadikan mereka di bawah kekuasaan kalian.” (HR Al-Bukhari).

Hadis ini sebagai antisipasi dari kemungkinan konflik yang akan terjadi di antara pekerja dan pemilik modal.

Wallahu'alam