-->

Rezim Baru, Harapan Baru?

Oleh : Ida Nurchayati

Indonesia akan memiliki pemerintahan baru hasil pemilu 14 Pebruari 2024. Presidan dan wakil presiden beserta kabinetnya akan dilantik, resmi jadi penguasa tanggal 20 Oktober 2024. Penguasa baru akankah memberikan harapan baru bagi rakyat dan bangsa Indonesia?

Warisan Segudang Masalah

Menjelang lengsernya Jokowi, dimedsos diramaikan dengan pidato para menteri dan berita yang memuji program dan kebijakannya. Bahkan kepulangannya ke Solo akan disambut 400 rb relawan, didekat rumahnya dipasang baliho besar berisi foto Jokowi dan istri bertuliskan "Guru Bangsa".

Namun faktanya tak seindah realitanya. Dimasa Jokowi, ekonomi tumbuh 4.2 persen dibawah target 7 persen. Jumlah kelas menengah turun dari 21 persen menjadi 17 persen. Surplus perdagangan yang dibanggakan Zulkifli Hasan hanya menyumbang 0.66 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek infrastrukturnya meninggalkan gunungan utang. Hingga sekarang, utang Indonesia tembus 8.600 triliun. BUMN banyak yang bangkrut karena ditugasi mengerjakan proyek-proyek mercusuar. Proyek penghiliran tambang dan mineral mentok dipembangunan smelter yang menguntungkan Cina. Limpahan sumberdaya alam tidak mendorong industri turunan atau inovasi yang memberikan nilai tambah besar (majalah.tempo.co, 13/10/2024).

Rezim Jokowi juga menekan kebebasan dan mematikan kritik (antikorupsi.org, 7/6/2024). Dikutip dari laman detiknews (28/5/2024), pemberantasan korupsi masa Jokowi melemah, bahkan diperiode kedua masa jabatannya meningkat tiga kali lipat. Sementara peraturan bisa diotak-atik demi melanggengkan kekuasaan, misal putusan MK No 60 dan No 90. Belum lagi kohesi sosial yang ada dimasyarakat karena politik belah bambu yang diterapkan penguasa sebelumnya.

Dengan segudang masalah tersebut wajar rakyat ingin perubahan. Harapan rakyat yang besar akankah terealisir oleh pemerintahan baru?

Hegemoni Kapitalisme

Pasangan Prabowo Gibran terpilih menjadi presiden dan wapres setelah mengantongi 58% perolehan suara pada pemilu 2024. Diprediksi, kabinet yang akan dibentuk gemuk karena akan mengakomodir semua partai politik yang ada setelah melalui transaksi politik dagang sapi. Tidak hanya gemuk dalam kabinet, diprediksi juga gemuk diparlemen. Diantara parpol yang melenggang ke Senayan, tinggal PDI Perjuangan yang masih ada lobi-lobi politik. Andai partai moncong putih itu merapat ke penguasa, maka pemerintahan baru didukung 85 persen partai politik yang lolos di parlemen, juga 13 persen partai politik yang tidak lolos parlemen. 

Dengan dukungan semua partai politik, pemerintahan baru mengklaim seolah-olah mendapatkan dukungan penuh dari rakyat. Untuk memperkuat kesan tersebut, dibuatlah kebijakan yang seolah pro rakyat, misal makan siang gratis. Inilah watak pemerintahan populis otoritarian. Populis artinya pemerintahan yang seolah mendapat dukungan penuh dari rakyat. Penguasa sibuk menarik simpati rakyatnya dengan berbagai macam pencitraan. Otoritarian maknanya kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat, memalak dan menindas rakyatnya.

Tidak ada partai oposisi semua berkoalisi. Tidak ada lagi partai yang mengontrol kebijakan penguasa. Realitas politik demokratis bersifat pragmatis. Merapatnya parpol dalam kekuasaan indikasi semua parpol dalam sistem demokrasi hanya mengejar kepentingan partai, tidak ada kesungguhan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Kedaulatan ditangan rakyat tinggal slogan diatas kertas. Faktanya kedaulatan ditangan segelintir oligarki. Pemerintahan demokrasi akhirnya akan berubah menjadi okhlokrasi, yakni pemerintahan yang disetir sekelompok orang jahat pemikik kapital. Bahkan demokrasi akan mati dibunuh oleh penguasa terpilih. 

Rezim baru selama masih dalam kerangka sistem sekuler maka tidak akan berbeda nyata dengan rezim sebelumnya, bergulat dengan masalah. Pertama, kabinet yang gemuk hanya akan menghabiskan anggaran belanja negara yang sudah terseok-seok. Bertambahnya menteri dan wakil menteri akan meningkatkan pengeluaran negara ditengah kesulitan rakyat. Belum lagi gaji 580 anggota DPR dengan fasilitas yang fantastis. Sementara daya beli masyarakat mengalami penurunan selama lima bulan terakhir ditengah maraknya kasus PHK yang sudah tembus 75 juta.

Kedua, akan melanggengkan politik oligarki. Politik yang makin mengokohkan cengkeraman oligarki baik swasta nasional maupun kapitalisme global. Pemerintah dalam sistem demokrasi akan mengabdi pada kepentingan oligarki swasta nasional, asing dan aseng.

Ketiga, pemerintah yang terbentuk adalah pemerintah sekuler radikal, penguasa yang tidak berpihak pada Islam dan muslim. Penguasa akan menjadi kepanjangan tangan kafir penjajah untuk menjaga kelanggengan sistem sekuler sekaligus menjadi corong program moderasi beragama. Program barat untuk menjauhkan muslim dari Islam kaffah.

Selama sistem sekuler demokrasi dipertahankan, nasib rakyat tidak akan berubah. Sejatinya demokrasi merupakan alat hegemoni kapalisme global, sarana neoimperialime dan neokolonialisme. Lantas kemanakah harapan rakyat hendak dilabuhkan?

Harapan Baru hanya Islam

Ketika masyarakat ingin adanya perubahan, maka harapan itu hanya ada pada Islam. Indonesia mengalami krisis multidimensi, dari menggunungnya hutang luar negeri berbasis ribawi, kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi, mengguritanya korupsi, pinjol, judol hingga penyakit mental pertanda problem yang muncul bukan sekedar salah memilih pemimpin, melainkan problem sistemik. Maka solusinya juga sistemik, dengan mengganti sistem sekuler yang batil dengan sistem Islam.

Perubahan biasanya terjadi dari luar sistem, yakni dengan dakwah berjamaah mengembalikan kehidupan Islam. Metode yang ditempuh dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah, yakni dengan pembinaan dan pengkaderan, melakukan interaksi dengan masyarakat, serta menerima limpahan kekuasaan dari umat. Dakwah yang dilakukan adalah dakwah pemikiran tanpa kekerasan.

Khatimah

Rezim baru tidak akan memberi harapan baru selama dalam kerangka sistem sekuler. Maka harapan baru akan terwujud ketika bangsa ini mau mengambil Islam sebagai solusi, yakni menerapkan Islam secara kaffah. Sebagaimana janji Allah SWT dalam Surat Al A'raf ayat 96, yang artinya,

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan".