-->

Wakil Rakyat Tak Mengerti Tugasnya, Kok Bisa?

Oleh : Emmy Emmalya
(Analis Mutiara Umat Institute)

Belum lama ini sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi dilantik untuk masa bakti periode 2024-2029. Untuk lima tahun ke depan, Ratusan anggota dewan ini diharapkan mampu untuk berpihak dan mewakili kepentingan rakyat luas.
Namun, sangat disayangkan sebagian besar anggota DPR lebih banyak ditunjuk bukan berdasarkan keahliaannya tetapi karena popularitas.

Beberapa anggota DPR yang ditunjuk banyak dari kalangan publik figur seperti artis yang latarbelakangnya tidak ada sangkut pautnya dengan jabatan yang tugaskan atau benar-benar tidak memiliki kemampuan dalam berpolitik.
Sebagian besar mereka hanya mengandalkan modal sosial berupa popularitas. Bahkan Alfiansyah Komeng mengaku tidak melakukan kampanye politik ketika dia menjadi caleg, di media sosial sekalipun.

Kemumpunian para anggota legislatif itu semakin diragukan ketika Alfiansyah Komeng mengajukan pertanyanan yang menggambarkam kebingungannya usai dirinya diberikan tugas di Komite II DPD, salah satu Anggota Dewan Perwalian Daerah (DPD) dari Jawa Barat.

Ia mengungkapkan kebingungan karena tugas dari Komite tersebut salah satunya membidangi masalah pertanian. Padahal Komeng semula berharap ditempatkan di Komite yang membidangi urusan seni dan budaya.
"Sebenernya komitenya seni budaya, tapi saya dijenggutin masuk Komite II yang saya tidak memahami, ada soal pertanian kan," kata Komeng dalam rapat yang digelar di kompleks parlemen, Rabu (9/10) (www.cnnindonesia.com,10/10/24).

Fenomena ini sudah menjadi sesuatu yang bukan rahasia umum lagi karena memang para anggota legislatif saat ini dipilih bukan karena kemampuan dan kapabilitasnya dalam bidang keilmuan yang nantinya bisa memberikan kemanfaatan bagi rakyat.

Mereka terpilih karena memiliki popularitas dan mereka menerima tugas tersebut karena ada nominal yang lebih menjanjikan ketimbang menjadi aartis.
Meskipun tidak bisa meregenalisir semua publik figure termasuk di dalamnya artis tidak memiliki kapabilitas tetapi sebagian besar seperti itu.

Lalu bisakah mengharapkan muncul sosok yang mumpuni di sistem saat ini? Kalau pun ada akan sangat kecil kemungkinannya untuk bertahan untuk tetap menjadi penyambung lidah dan pembela rakyat karena keberadaan mereka di lembaga legislatif itu juga didukung oleh para oligarki agar mereka ‘bekerja’ berdasarkan keinginannya.
Jadi berharap agar para wakil rakyat saat ini bisa mewakili suara rakyat untuk menyampaikan inspirasi rakyat bagai punuk merindukan rembulan, jauh panggang dari api.

Dari masa Soekarno hingga masa Jokowi rakyat hanya dibutuhkan untuk mendulang suara saja selebihnya hanya sebagai objek untuk keserakahan para penguasa.
Rakyat dilupakan begitu saja tanpa perduli dengan keadaannya. Meskipun rakyat dalam kondisi menderita sekalipun. Seperti halnya saat ini, deflasi menimpa rakyat tetapi tak ada satu pun dewan legislatif berusaha keras berjuang membantu rakyat mengembalikan kesejahteraannya.

Mereka masih terlena dengan pesta demokrasi yang penuh seremonial tanpa makna. Seharusnya mereka segera membuat kebijakan yang bisa segera menolong rakyatnya agar terlepas dari penderitaan.
Keadaan ini terus berulang dari masa ke masa walaupun sudah beberapa kali pergantian presiden tetapi kondisi rakyat tidak semakin membaik malah semakin terpuruk.

Right Man in The Right Place

Menempatkan seseorang pada tempat yang tepat adalah suatu ungkapan yang tepat. Karena dengan menempatkan seseorang di tempat yang tepat, maka akan memberikan hasil yang memuaskan.
Begitu pula ketika akan menempatkan seseorang yang akan mengurus rakyat banyak maka keahlian seseorang itu harus menjadi prioritas agar dia bisa memberikan pelayanan yang baik untuk rakyat.

Bisa dibayangkan jika seorang yang telah dipilih orang rakyat tetapi dirinya sendiri tidak mengerti bagaimana cara memberikan pelayanan pada rakyat, maka akan terjadi kesalahan dalam mengatur urusan rakyat dan akan berujung pada kehancuran tatanan masyarakat.
Benar apa yang pernah disabdakan oleh Nabi kita Muhammad Saw;

“Apabila suatu pekerjaan diberikan kepada yang bukan aslinya, maka tunggulah kehancurannya,” (HR. Bukhari).

Hadits ini memperingatkan kita agar senantiasa mencari seorang ahli ketika akan mengamanahkan suatu pekerjaan. Apalagi seorang yang dipercaya menjadi penyambung lidah rakyat.

Bagaimana Dengan Islam?

Dalam Islam wadah untuk menyampaikan aspirasi dan tempat pemimpin negara Islam (Khalifah) berdiskusi dengan wakil rakyat adalah Majelis Syuro.

Dalam majelis ini berkumpul tokoh masyarakat yang merupakan perwakilan dari berbagai lapisan masyarakat dan para ahli yang kompeteni di berbagai disiplin ilmu. Keberadaan mereka sangat membantu khalifah dalam menentukan kebijakan yang nanti akan diterapkan pada warga negaranya dengan harapan agar tidak ada yang terzalimi.

Jadi fungsi mereka hanya sebatas itu tidak membuat hukum atau pun menentukan kebijakan. Karena kebijakan negara hanya wewenang khalifah.
Mereka akan dikumpulkan oleh Khalifah ketika pendapat mereka dibutuhkan sehingga tidak ada gaji untuk mereka.
Seperti itulah Islam menempatkan wakil rakyat hanya sebatas pemberi masukan bagi khalifah bukan sebagai pembuat hukum dan kebijakan. Karena dalam Islam yang membuat hukum itu adalah Allah SWT dan manusia sebagai pelaksana hukum tersebut. Wallahu’alam bishshowwab.[]