-->

Benarkah Pariwisata Penggerak Ekonomi?


Oleh : Elvita Rosalina, S.Pd. (Aktivis dakwah Lubuklinggau)

30 November mendatang akan digelar konser musisi jazz dunia di Benteng Kuto Besak (BKB) di Palembang dengan tema  "The Sound of Musi World Jazz Festival 2024". Ajang ini diharapkan bisa mengangkat wisata dan heritage Kota Palembang.
Ini diharapkan menambah daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Kota Palembang. Dengan menargetkan puluhan ribu wisatawan. Saat ini kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota Palembang pada Agustus lalu meningkat sebesar 1,3 persen dari tahun lalu sebanyak dua juta wisatawan. Artinya, meningkat sekitar tiga puluh ribu wisatawan yang mengunjungi Kota Palembang. Dalam konser tersebut tentunya akan menghidupkan UMKM dan heritage kawasan BKB dan sungai Musi Kota Palembang. (Antaranew.com, 17-10-2024).

Apabila kita telaah lebih dalam, jika tujuan Festival hanya untuk meningkatkan perekonomian dan heritage (warisan/adat) merupakan hal yang patut diapresiasi. Hanya saja, masalahnya tidak sesepele itu. Selama ini, banyak hal yang ditawarkan wisata untuk menarik kunjungan wisatawan, mulai dari wisata alam, ekonomi, hingga budaya. 
Akan tetapi, banyak juga aktivitas yang ternyata mengandung mudarat, kemusyrikan, seperti aurat diumbar di mana-mana, campur baur laki-laki dan perempuan, konsumsi miras, serta perbuatan negatif lainnya. Terlebih lagi jika turisnya berasal dari luar negeri (Barat) yang bisa membawa kebiasaan dari negaranya masuk ke tempat wisata. Contohnya, tempat wisata yang sering dikunjungi turis mancanegara pasti menyediakan tempat mabuk-mabukan, wanita penghibur, hingga peredaran narkoba.

Perlu dipahami bahwasanya memang wisata salah satu pintu penggerak ekonomi. Namun pintu pemasukan lain yang harusnya dapat dimaksimalkan, yaitu pengelolaan kekayaan SDA. Kekayaan alam Sumsel, misalkan Batubara. Apabila semua itu diolah dan dikelola dengan baik, tentu akan menambah pemasukan. Ironisnya, publik dilenakan hiburan dan musik tapi disisi lain masyarakat dibutakan pengerukan kekayaan alam. Justru kekayaan SDA dikuasai swasta maupun asing dengan dukungan regulasi resmi, semisal UU Minerba dan sebagainya. 
Walaupun ada asumsi bahwa pariwisata menjadi sektor andalan dalam pemulihan ekonomi. Hanya saja, jangan sampai upaya ini mengedepankan aspek keuntungan semata. Perlu untuk mengkaji beberapa hal, yakni dari sisi objek wisatanya dan fasilitas yang menunjangnya serta aturan yang diberlakukan.

Sesungguhnya islam tidak melarang keberadaan pariwisata, bahkan Islam mengaturnya dengan sangat terperinci. Semua ini perlu kita kaji untuk dijadikan sebagai pijakan agar apa pun yang direncanakan akan membawa kebaikan bagi umat sehingga membawa pada keberkahan.

Pandangan Islam tentang Pariwisata.

Islam memiliki pandangan khusus mengenai pariwisata bahwa wisata kaum muslim adalah bentuk upaya untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Taala. Sebagaimana dalam hadis, “
Dahulu, ada seseorang meminta izin kepada Nabi saw. untuk berwisata dengan makna kerahiban atau hendak menyiksa diri. Nabi saw. memberi petunjuk dengan mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya wisatanya umatku adalah berjihad di jalan Allah.” (HR Abu Daud). Hadis ini dinyatakan hasan oleh Al-Albany dan sanadnya dikuatkan oleh Al-Iraqi dalam kitab Takhrij Ihya Ulumuddin, no. 2641). 

Terkait dengan “hiburan” pun, Islam juga mengaturnya. Islam tidak mengharamkan hiburan atau permainan asalkan tidak menyalahi hukum syara' dan dilakukan sekadarnya, tidak terus-menerus, tetapi bersifat sementara (sa’atan wa sa’atan). Handhalah pernah bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah saw., kemudian Rasul bersabda, “Demi Zat yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya. Sesungguhnya andaikan kamu disiplin terhadap apa yang kamu dengar ketika bersamaku dan juga tekun dalam zikir, niscaya malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Akan tetapi, hai Handhalah, sa’atan wa sa’atan (sekedarnya saja).” (HR Muslim).

Selanjutnya, maksud “wisata” dalam Islam adalah mengambil pelajaran dan peringatan. Allah SWT berfirman: “Katakanlah, ‘Jelajahilah bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (QS Al-An’am: 11). 
Pemahaman lain tentang wisata dalam Islam adalah melakukan perjalanan untuk merenungi keindahan ciptaan Allah Swt.  
Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’" (QS Al-Ankabut: 20).

Kebijakan Khilafah dalam Bidang Pariwisata

Sebagai negara dakwah, Khilafah menerapkan seluruh hukum Islam di dalam dan ke luar negeri. Prinsip dakwah inilah yang mengharuskan Khilafah untuk tidak membiarkan terbukanya pintu kemaksiatan di dalam negara, termasuk melalui sektor pariwisata. 

Hanya saja, terkait objek wisatanya, maka tentu saja tidak sembarangan. Objek wisata yang berhubungan dengan potensi keindahan alam yang notabene bersifat natural dan anugerah dari Allah Taala, seperti keindahan pantai, alam pegunungan, air terjun, dan sebagainya; atau peninggalan bersejarah dari peradaban Islam yang sarat dengan nilai-nilai Islam dan tidak bertentangan dengan Islam, bisa dipertahankan. Ini semua dapat dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan pemahaman Islam kepada wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat tersebut.

Bagi wisatawan muslim, objek-objek wisata ini justru bisa digunakan untuk mengukuhkan keyakinan mereka kepada Allah, Islam, dan peradabannya. Sementara bagi wisatawan non muslim, baik kafir mu’ahad maupun kafir musta’man, objek-objek ini bisa digunakan sebagai sarana untuk menanamkan keyakinan mereka pada Kemana besaran Allah. Di sisi lain, juga bisa digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan kepada mereka akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat Islam, dan peradabannya.

Oleh karena itu, objek wisata bisa menjadi sarana dakwah dan di’ayah (propaganda) Menjadi sarana dakwah karena manusia, baik muslim maupun non muslim, biasanya akan tunduk dan takjub ketika menyaksikan keindahan alam. Pada titik inilah, potensi yang Allah berikan bisa digunakan untuk menumbuhkan keimanan pada Zat yang menciptakannya, bagi yang sebelumnya belum beriman. Sedangkan bagi yang sudah beriman, ini bisa digunakan untuk mengukuhkan keimanannya. Di sinilah, proses dakwah itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan objek wisata tersebut.
Selanjutnya, menjadi sarana propaganda (di’ayah) karena dengan menyaksikan langsung peninggalan bersejarah dari peradaban Islam itu, siapa pun yang sebelumnya tidak yakin akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat Islam, dan peradabannya, akhirnya bisa diyakinkan dan menjadi yakin. Demikian juga bagi umat Islam yang sebelumnya telah mempunyai keyakinan, tetapi belum menyaksikan langsung bukti-bukti keagungan dan kemuliaan tersebut, maka dengan menyaksikannya langsung, mereka makin yakin. 

Pariwisata Bukan Sumber Pemasukan Negara

Meskipun bidang pariwisata bisa menjadi salah satu sumber devisa, namun tidak akan dijadikan sebagai sumber utama perekonomian negara (Khilafah). Selain karena tujuan utama dipertahankannya bidang ini adalah sebagai sarana dakwah dan propaganda, Khilafah juga mempunyai sumber perekonomian yang bersifat tetap. Maka negara tidak akan mengeksploitasi bidang ini untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Ini tentu berbeda ketika sebuah negara menjadikannya sebagai sumber perekonomiannya, apa pun akan dilakukan demi kepentingan ekonomi dan bisnis. Meski untuk itu, harus menoleransi berbagai praktik kemaksiatan.

Khilafah mempunyai empat sumber tetap bagi perekonomiannya, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Keempat sumber inilah yang menjadi tulang punggung bagi khilafah dalam membiayai perekonomiannya. Selain keempat sumber tetap ini, terdapat sumber lain, yakni melalui pintu zakat, jizyah, kharaj, fai, ganimah, hingga dharibah (pajak). Semua ini berkontribusi besar dalam membiayai perekonomian negara.

Wallahu 'alam bishawab.