Buruh Semakin Pelik, Menderita Di Sistem Kapitalisme
Buruh Semakin Pelik, Menderita di Sistem Kapitalisme
Oleh : Hasna Hanan
tirto.id - Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, meminta pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Menurutnya, penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah.
Selain itu upah minimum provinsi yang terlalu tinggi atau tidak rasional berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
"UMP yang terlalu tinggi atau tidak rasional ini bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi kita," kata Budi.
Dan juga menyebabkan penurunan rekrutmen pekerja, mendorong pekerja ke sektor informal hingga berujung pada ketidakpatuhan pekerja pada aturan perusahaan.
Sementara itu dilaman
Jakarta, CNBC Indonesia - Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot mengungkapkan bahwa mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang, bahkan di hari Minggu menteri ada rapat khusus dimana semua bahas soal pengupahan.
Pada pembahasan Tahun ini jika mengikuti PP51/2023, Apindo ingin membuat skala upah. Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun akan ada kenaikan gaji dengan skala tergantung kemampuan perusahaan, antara 1-3%. Sehingga upah minimum yang tidak terlalu tinggi membuat perusahaan punya ruang untuk tumbuh. Pasalnya kenaikan upah tinggi sebelum pandemi di kisaran 8% per tahun telah membuat banyak perusahaan tidak kuat bahkan hengkang.
Kembali polemik buruh terjadi, tuntutan demo para buruh meminta kenaikan upah untuk mendapatkan kesejahteraan sangat sulit didapatkan, fakta diatas menunjukkan bagaimana para pengamat yang konsern di persoalan perburuhan menganalisa dampak jika upah itu dinaikkan dan juga menjadi keluhan bagi para produsen yang mereka akan mengalami kebangkrutan jika upah itu naik dengan prosentase yang tidak dibatasi.
Kapitalisme Sekuler Penyebab Buruh Semakin Pelik
Buruh dianggap sebagai faktor produksi dalam sistem kapitalis sehingga dibuat upahnya seminimal mungkin demi mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Konsep upah dalam kapitalisme membuat buruh hidup dalam keadaan pas-pasan karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Kondisi ini sesuai dengan regulasi yang ada dalam kapitalisme, yang meniscayakan berpihak pada pengusaha dan merugikan buruh . Buruh bahkan tidak memiliki posisi tawar tinggi.
Permasalahan utama buruh yang tidak pernah terselesaikan adalah upah. Sejak awal, penetapan upah minimum sudah salah. Dalam kapitalisme, upah buruh ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimum yang biasa disebut dengan KHL. KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan. KHL inilah yang menjadi dasar penetapan upah minimum bagi buruh.
Inilah yang menjadi problem mendasar pengupahan dalam sistem kapitalisme. Penetapan upah tidak berdasarkan pada manfaat tenaga atau jasa yang ia berikan kepada masyarakat. Dalam pandangan kapitalisme, upah ditetapkan berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup paling minim bagi setiap individu.
Sejatinya, besaran upah bisa berbeda-beda sesuai dengan jasa yang pekerja berikan, jenis pekerjaan, waktu bekerja, dan tempat bekerja, tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat. Pekerja yang profesional/mahir di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula.
Islam Solusi Persoalan Buruh
Dalam Islam telah menetapkan ketika melakukan transaksi muamalah harus terikat hukum Syara', sehingga tidak akan terjadi persoalan perburuhan yang setiap tahun meminta kenaikan upah, untuk memenuhi beban kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Oleh karenanya secara umum prinsip pengupahan berdasarkan asas keadilan dan kesejahteraan. Sehingga untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaannya sekaligus waktu, upah, dan tenaganya. Sedangkan jenis pekerjaan harus dijelaskan sehingga tidak kabur sebab transaksi ijarah yang masih kabur itu hukumnya adalah fasid (rusak).
Merujuk dari kitab An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam (Sistem Ekonomi Islam) yang ditulis Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, penetapan besaran upah kerja, jenis pekerjaan, dan waktu kerja merupakan akad yang dilakukan berdasarkan keridaan kedua belah pihak. Tidak boleh ada yang merasa dipaksa dan dirugikan.
Transaksi ijarah dilakukan terhadap seorang ajir (pekerja) atas jasa dari tenaga yang dia curahkan. Upahnya ditakar berdasarkan jasanya. Sedangkan besarnya tenaga bukan merupakan standar upah dan bukan pula standar jasanya. Jika tidak demikian, tentu upah seorang pemecah batu lebih besar daripada upah seorang insinyur karena jerih payahnya lebih besar, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Oleh karena itu, upah adalah kompensasi dari suatu jasa, bukan kompensasi dari jerih payah (tenaga).
Inilah prinsip pengupahan dalam sistem Islam. Dengan penerapan syariat Islam kafah, kesejahteraan buruh dapat terwujud. Tidak akan ada lagi polemik tahunan mengenai upah yang selalu ada dalam sistem kapitalisme hari ini.
Wallahu'alam bisshowab
Posting Komentar