-->

Dari Pahlawan Pendidikan Menjadi Tersangka: Realita Kriminalisasi Guru


Oleh : Umma Almyra

Menjadi guru menjadi pilihan profesi karena perannya yang sangat strategis dan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Di tengah ketidakpastian mengenai kesejahteraan para guru dan pengajar, mereka kini harus menghadapi fenomena kriminalisasi. Saat guru mengambil tindakan disiplin yang sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku bagi siswa, mereka malah dituduh melakukan tindakan kriminal. 

Akibat adanya Undang-Undang Perlindungan Anak yang ketat. Upaya mereka untuk mendidik dan membimbing siswa sering kali disalah artikan sebagai tindakan kekerasan, menciptakan ketakutan di kalangan pendidik. Tindakan disiplin yang dulunya dianggap wajar kini bisa berujung pada tuduhan yang merugikan, menghambat kemampuan guru untuk menjalankan tugas mereka dengan efektif

Dalam beberapa bulan terakhir, dunia pendidikan di Indonesia semakin diwarnai oleh kasus-kasus kriminalisasi yang menimpa para guru. Salah satu kasus yang mencuat adalah yang terjadi di Magelang, di mana seorang guru dilaporkan oleh orang tua murid atas dugaan penganiayaan. Dalam laporan tersebut, guru itu dituduh melakukan tindakan yang menyebabkan salah satu siswa mengalami cedera. Kasus ini menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat, karena dianggap sebagai bentuk ketidakadilan terhadap pendidik yang seharusnya dilindungi dalam menjalankan tugasnya.

Bukti Lemahnya Perlindungan Negara

Faktanya menjadi guru di negeri ini seolah harus siap menghadapi berbagai risiko dan potensi kriminalisasi. Seperti, di Sulawesi Tenggara, Supriani seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Kona Selatan, harus merasakan dinginnya jeruji besi hanya karena dituduh memukul siswanya, yang merupakan anak seorang anggota kepolisian. Tak hanya ditahan, Supriani juga mengalami pemerasan baik oleh oknum anggota kepolisian maupun oleh oknum Kejaksaan. Ini adalah sebuah risiko yang tidak sebanding dengan pengorbanannya sebagai seorang pendidik.

Selain kasus kriminalisasi yang menimpa Supriani, banyak guru lainnya juga mengalami kekerasan. Pada 1 Agustus 2023, di Rejang Lebong, Bengkulu, seorang guru olahraga di SMA Negeri VI Rejang Lebong, Zaharman, diserang oleh orang tua salah satu siswa yang ditegur karena merokok di area sekolah saat jam pelajaran. Lemparan batu dari ketapel mengenai mata Zaharman, menyebabkan luka parah dan akhirnya mengakibatkan kebutaan. Hal yang sama juga dialami oleh Ali Fatkhur Rahman, seorang guru di madrasah aliyah (MA) Kebon Agung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Ali dianiaya oleh salah satu siswanya menggunakan senjata tajam di dalam kelas hingga mengalami luka serius dan harus dirawat di rumah sakit.

Seorang guru agama bernama Akbar di Nusa Tenggara Barat mengalami kriminalisasi setelah dilaporkan oleh orang tua siswa karena memberikan hukuman kepada murid yang enggan melaksanakan shalat. Selain dilaporkan ke pihak kepolisian, beliau juga dikenakan denda sebesar Rp50 juta. Tindakan kriminalisasi terhadap guru merupakan sebuah tragedi bagi peradaban. Hal ini menunjukkan bahwa rasa hormat kepada guru, yang merupakan salah satu pondasi keberkahan ilmu, mulai pudar dari pikiran dan sikap generasi saat ini.

Dampak Kapitalisme dalam Pendidikan

Maraknya kasus-kasus kriminalisasi ini bukan hanya mempengaruhi individu guru, tetapi juga berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan dialog antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat agar pemahaman tentang peran guru dalam pendidikan dapat diperkuat. Dukungan yang tepat diperlukan agar guru dapat mendidik dengan baik tanpa rasa takut akan konsekuensi hukum yang tidak adil. 

Di tengah situasi ini, organisasi profesi seperti PGRI menegaskan pentingnya perlindungan hukum bagi guru untuk mencegah terulangnya kasus-kasus serupa di masa mendatang.Di sisi lain, terdapat kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat, dan negara, karena masing-masing memiliki persepsi berbeda terhadap pendidikan anak. Akibatnya, muncul gesekan antara berbagai pihak, termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan perannya, khususnya dalam menasihati siswa.

Tidak hanya itu, Kehilangan adab terhadap guru merupakan malapetaka bagi generasi, karena tanpa adab yang baik kepada guru, generasi ini akan hidup dalam kegelapan tanpa pengetahuan. Sayangnya, bencana yang mengerikan ini tampaknya tidak dapat dihentikan; tindakan kriminalisasi terhadap guru terus terjadi.

Fakta ini menjadi tanda kegagalan sistem pendidikan yang ada saat ini. Kegagalan ini tidak terhindarkan karena sistem pendidikan saat ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme yang berlandaskan kepada sekularisme. Dalam ajaran Islam, pendidikan adalah proses yang menyeluruh yang mencakup pembelajaran ilmu pengetahuan serta penanaman nilai-nilai agama dan akhlak.

Pendidikan yang ideal dalam perspektif Islam harus mampu mengintegrasikan ilmu dunia dengan ilmu akhirat, sehingga siswa tidak hanya menjadi cerdas dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama dan etika. Hal ini penting agar mereka dapat menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Pemisahan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama, sebagaimana yang terjadi dalam sistem pendidikan kapitalisme, akan menyebabkan generasi yang kehilangan arah. Karena manusia dijauhkan dari fitrahnya sebagai hamba Allah. Manusia diarahkan untuk mengikuti aturan yang ditetapkan oleh sesama manusia.

Islam sebagai Panduan Kehidupan dan Pendidikan

Akibat dari ideologi ini, institusi pendidikan hanya mengajarkan agama sebagai pengetahuan, bukan sebagai aqidah yang berpengaruh dalam kehidupan. Bahkan, yang lebih menyedihkan, jam pelajaran agama semakin berkurang, ditambah dengan arus moderasi dalam beragama yang membuat generasi terlena dari esensi Islam sebagai sistem hidup. Meningkatnya paradigma sekularisme kapitalisme dalam sistem pendidikan menyebabkan generasi melakukan tindakan amoral. Termasuk hilangnya rasa hormat atau takzim kepada guru. Mereka tidak menyadari bahwa takzim kepada guru adalah bagian dari hukum syariat yang harus dijalani di dunia dan nanti akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Pemikiran dan perasaan seperti ini telah memudar; yang muncul justru pemikiran dan perasaan yang semakin menguat adalah egoisme individu. Maka tidak heran jika nasihat guru tidak dianggap sebagai bentuk kasih sayang, melainkan dianggap sebagai gangguan terhadap privasi hingga guru dikriminalisasi. Yang lebih menyedihkan, para pelaku kriminal justru menjadi kebal terhadap hukum. Ini adalah nasib tragis guru sebagai pendidik akibat penerapan ideologi kapitalisme.

Situasi ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan yang dipengaruhi oleh ideologi yang benar, yaitu Islam. Ideologi Islam berdiri di atas akidah yang benar yang meyakini bahwa manusia hanyalah hamba yang wajib terikat dengan syariat Allah subhanahu wa ta'ala. Keyakinan ini mendorong manusia untuk mengatur kehidupannya berdasarkan hukum-hukum Allah, termasuk dalam mengelola sistem pendidikan mereka.

Syekh Atha bin Khalil, dalam buku Usus at-Lim Fi Daulah al-Khilafah menjelaskan bahwa fondasi pendidikan Islam dibangun di atas akidah. Diperlukan strategi pendidikan untuk mewujudkan identitas keislaman yang kukuh, baik dari segi pola pikir (akliah) maupun pola sikap (nafsiah). Dengan metode pengajarannya talakian fikiran yang mendalam hingga nilai-nilai akhlak Islam, termasuk akidah, pemikiran, dan perilaku, tertanam dalam pikiran dan jiwa para siswa.

Keterkaitan antara akidah Islam dan sistem pendidikan Islam akan menciptakan generasi yang memiliki kepribadian Islami dan terhormat. Tentu saja, individu dengan karakter seperti ini tidak akan mungkin melakukan tindakan kriminal terhadap guru mereka, karena mereka mengerti pentingnya rasa hormat kepada guru sebagai salah satu kunci keberkahan ilmu, yang menjadikan mereka pribadi yang mulia. Konsep pendidikan semacam ini tidak dapat diwujudkan dalam sistem pendidikan kapitalisme yang memang memisahkan agama dari kehidupan. Pendidikan Islam hanya dapat terwujud ketika negara juga menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam institusi Khilafah.

Wallahu a'lam bishawab