-->

Di Kejar Pajak, Masyarakat Bisa Apa?


Oleh : Linda Anisa

Persoalan pajak di negeri ini memang tak ada habisnya. Kali ini para pemilik kendaraan yang menjadi targetnya. Sebagaimana diberitakan bahwa akan ada para petugas yang ditunjuk untuk mendatangi rumah warga yang memiliki tunggakkan dalam pembayaran pajak kendaraannya. Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) di sejumlah wilayah di Indonesia langsung mendatangi para penunggak pajak kendaraan untuk menagih pembayaran yang sudah menjadi kewajiban para pemilik kendaraan. Program door to door atau jemput bola ini dilakukan untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) (cnnindonesia,10-8-2024). langkah itu ditempuh karena tingkat kepatuhan masyarakat melakukan perpanjangan STNK 5 tahun masih sangat minim. Dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, tak sampai separuhnya membayar pajak. (Detik.com, 7 November 2024).

Namun hal ini hanya berlaku bagi masyarakat biasa saja. Sedangkan mereka para konglomerat bisa berlenggang memiliki kendaraan mewah tanpa harus membayar pajaknya. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang membebaskan mobil listrik impor dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang berlaku pada 15 Februari 2024. 

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang PPnBM atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2024. "PPnBM yang terutang atas impor KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat tertentu oleh Pelaku Usaha ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2024," tulis pasal 2 dalam aturan tersebut. ( www.cnbcindonesia.com). 

Sungguh malangnya nasib masyarakat negeri ini. Ketidakadilan seakan menjadi hidangan yang terpaksa dinikmati. Masyarakat yang sudah dihimpit kesulitan ekonomi akibat mahalnya biaya layanan public, rendahnya upah kerja dan sederet permasalahan lainnya dipaksa membayar pajak yang banyak ragam dan macamnya hingga bahkan dikejar sampai ke rumah. Sedangkan mereka para konglomerat yang hidup bergelimang harta, justru banyak mendapat keringanan pajak. 

Mirisnya lagi hasil pajak yang menjadi modal utama pemasuskan negara untuk biaya pembangunan nyatanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nasib rakyat. Ini bisa dilihat dari banyaknya jalan yang rusak hingga memakan korban, banyaknya sekolah – sekolah yang memiliki gedung tak layak pakai bahkan hingga tak memiliki gedung, mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, dan sebagainya. Alih – alih memberikan keringanan juga memenuhi dan menjamin kebutuhan warganya serta memberikan kesejahteraan, penguasa justru semakin menambah beban hidup dengan menetapkan banyaknya pungutan pada rakyatnya. Sedangkan banyaknya pajak yang dipungut negara hanya dinikmati segelintir orang saja. 

Beginilah nasib suatu negeri yang menjadikan pajak sebagai pendapatan utama negara sehingga rakyat yang menjadi korbannya. Tentu ini akan berbeda jika hidup dalam negara yang menjadikan aturan Islam sebagai landasannya. Islam tidak menjadikan pendapatan negara dari satu sumber saja melainkan menetapkan sumber pendapatan negara dari banyak hal. 

Adapun pemasukan dalam negera Islam dibagi kedalam tiga sumber. Pertama pemasukan yang berasal dari Fa’I dan kharaj yang meliputi ghanimah, kharaj, tanah – tanah, jizyah fa’I dan pajak. Kedua, pemasukan yang berasal dari kepemilikan umum seperti minyak bumi, gas, listrik, barang tambang, laut, padang gembalaan, hutan, mata air, dan sebagainya. Ketiga, melalui zakat. Melalui pendapatan negara ini, maka negara akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat dan memberikan kesejahteraan pada mereka tanpa adanya pungutan pajak apalagi menambah beban rakyatnya.

Dan negara pun hanya memungut pajak dalam kondisi tertentu saja yaitu ketika kas negara mengalami kekosongan sedangkan pada saat yang sama ada kebutuhan rakyat yang harus segera dipenuhi. Zakat tersebut pun hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya saja. Dan ketika kebutuhan dana sudah tercukupi maka pemungutan pajak pun akan diberhentikan sehingga kedzaliman tidak adkan ditimbulkan.     

Wallahu a’lam bi ash sawab.