-->

Efektivitas Retreat Pejabat: Manfaat Nyata atau Formalitas Belaka?

Oleh : Novi Ummu Mafa

Sistem sosial-politik di Indonesia masih bergulat dengan berbagai problematika fundamental yang berakar pada model demokrasi sekuler-kapitalisme. Sumber ketidakadilan, ketimpangan ekonomi, dan korupsi struktural tidak dapat dilepaskan dari prinsip dasar yang mendasari sistem ini.

Dalam konteks terbaru, berbagai upaya pemerintah, termasuk kegiatan pembekalan pejabat yang diadakan di Akmil Magelang, mencoba membangun sinergi dan soliditas antar lembaga melalui pendekatan “healing” dan "team building." (liputan6.com, 25-10-2024). Meskipun secara teori program ini bertujuan memperkuat kapasitas pejabat publik, rakyat mengharapkan lebih dari sekadar formalitas seremonial yang seringkali gagal menyentuh akar permasalahan yang substansial.

Demokrasi sebagai Alat, Kapitalisme sebagai Tujuan

Demokrasi modern yang dijalankan dalam bingkai kapitalisme sejatinya lebih berfungsi sebagai alat distribusi kekuasaan bagi kepentingan elite ekonomi-politik ketimbang sebagai instrumen kesejahteraan rakyat. Fenomena ini tercermin dalam pembentukan kabinet yang sering kali didominasi oleh kepentingan partai politik melalui pembagian jabatan dan "bagi-bagi kue kekuasaan." Konsesi politik, yang melibatkan tukar-menukar jabatan antara partai besar seperti Golkar dan Gerindra misalnya (tirto.id, 21-10-2024). Hal ini mengindikasikan rendahnya komitmen terhadap profesionalitas dan integritas publik. Hal ini selaras dengan model kapitalisme politik, di mana posisi strategis dikuasai oleh mereka yang memiliki akses terhadap modal ekonomi dan pengaruh politik, bukan oleh individu dengan kompetensi dan komitmen terhadap kepentingan rakyat.

Hal ini memperlihatkan bahwa alokasi jabatan berbasis konsesi politik menciptakan disparitas antara pejabat dan rakyat. Alih-alih membangun kesejahteraan dan keadilan, demokrasi kapitalistik justru menghasilkan eksklusi sosial, menyingkirkan mereka yang tidak memiliki akses pada modal dan kekuasaan. Statistik memperlihatkan bagaimana dominasi elite mempersempit ruang partisipasi rakyat, mereduksi peran publik hanya sebagai objek dalam permainan politik kekuasaan.

Sistem Islam Solusi Struktural

Sebagai antitesis terhadap sistem demokrasi sekuler-kapitalisme, Islam memberikan solusi holistik melalui model sistem politik berbasis syariat. Dalam sistem Islam, pemimpin atau pejabat publik bukanlah figur yang berorientasi pada kepentingan kelompok maupun pribadi. Mereka dipilih bukan atas dasar konsesi politik, melainkan karena integritas dan kapabilitas yang teruji, sesuai dengan prinsip syakhshiyah Islam yang tinggi.

Aturan dalam sistem Islam bersifat mengikat, tidak hanya untuk pejabat tetapi juga aparat serta rakyat. Kebijakan dan keputusan diambil berdasarkan syariat yang jelas, yang diturunkan langsung dari ketetapan Allah sebagai hukum absolut, sehingga mengeliminasi adanya interpretasi yang cenderung kompromistis atau menguntungkan kelompok tertentu. Hal ini menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih sejahtera, adil, dan merata. Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan bagi rakyat, menjalankan amanah sebagai khalifah dengan prinsip "rahmatan lil 'alamin" yang memastikan kesejahteraan seluruh alam, bukan sekadar alat politik bagi elite tertentu.

Allah swt, menekankan pentingnya keadilan dalam kepemimpinan dan pelaksanaan amanah. Ini menjadi prinsip dasar dalam sistem Islam, di mana pemimpin diharapkan bersikap adil, mengedepankan kepentingan rakyat, dan bertanggung jawab kepada Allah swt.

Firman Allah swt dalam Surah An-Nisa ayat 58: "Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruhmu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."
Ayat ini menegaskan bahwa para pemimpin harus menyampaikan amanah kepada yang berhak dan memutuskan hukum dengan adil. Dalam konteks pemerintahan, pemimpin harus menghindari praktik nepotisme dan konsesi politik.

Begitu pula Hadis Rasulullah Saw,: “Kalian akan sangat berkeinginan terhadap kepemimpinan, padahal kepemimpinan akan menjadi penyesalan dan kerugian pada hari kiamat kecuali yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajiban yang ada padanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menekankan pentingnya kepemimpinan yang diemban dengan benar, yaitu berdasarkan amanah dan prinsip-prinsip keadilan, bukan sekadar posisi kekuasaan.

Khatimah

Realitas sistem sosial-politik berbasis demokrasi kapitalisme sekuler terbukti tidak mampu memenuhi aspirasi dan kebutuhan dasar masyarakat. Dari perspektif empiris, sekulerisme dan kapitalisme yang menjadi fondasi sistem saat ini telah gagal mewujudkan kesejahteraan sosial dan keadilan. Sementara itu, sistem Islam memberikan solusi nyata yang tidak hanya menjanjikan kesejahteraan tetapi juga menjunjung tinggi keadilan yang bersifat universal. Dengan menerapkan aturan Allah swt, secara kaffah sebagai pedoman. Sistem Islam berpotensi membawa perubahan struktural yang solutif, berbasis pada prinsip integritas, profesionalitas, dan ketakwaan pejabat.