Fenomena Childfree, Akibat Sistem Liberal
Oleh : Ummu Utsman
Peningkatan fenomena childfree atau memilih hidup tanpa anak terutama di kalangan perempuan muda di Indonesia. Berdasarkan data BPS terbaru, sekitar 8,2 persen perempuan Indonesia usia 15 hingga 49 tahun memilih tidak memiliki anak. BPS mencatat fenomena childfree meningkat di wilayah urban, dengan Jakarta mencapai angka tertinggi 14,3 persen. Tren ini semakin kuat pasca-pandemi Covid-19, dengan perempuan memilih fokus pada karier atau pendidikan karena ekonomi dan kesehatan.
Angka childfree pada perempuan di Indonesia terpantau meningkat dalam empat tahun terakhir. Meski prevalensinya sempat menurun di awal pandemi COVID-19 yakni pada angka 6,3 hingga 6,5, tren kembali menanjak di tahun-tahun pasca pandemi. BPS menilai, kebijakan work from home tampaknya bersinggungan dengan keputusan perempuan memilih childfree. Angka ini diprediksi akan berpengaruh pada total fertility rate (TFR) atau angka kelahiran. Tren TFR belakangan dilaporkan secara global dan jumlah penyusutan terbanyak terjadi di Jepang hingga Korea Selatan. Artinya, seiring bertambahnya waktu, semakin sedikit anak yang lahir.
Fenomena childfree ini sebenarnya bukan hanya soal pilihan dan sikap menolak anak, tetapi di balik itu ada fenomena gunung es yang harus dibongkar. Pertama, secara historis, childfree ini lahir dari paham bukan Islam. Kemudian, ketika dunia mengalami ledakan demografi, negara-negara Barat berusaha mengurangi populasi dunia dengan mengadopsi Teori Maltus. Setelah itu, diikuti dengan berbagai konsep turunan kapitalisme yang lain. Kedua, negara Barat melalui Konferensi Kependudukan di Kairo dan Beijing berusaha mengegolkan pelegalan L6-78 dan aborsi—yang di Barat sudah dinyatakan legal—karena ini bagian dari rencana pengurangan populasi dunia. Ketiga, kajian fikih tentang bentuk-bentuk childfree hanya menyentuh aspek kulit, seperti boleh tidak menikah (membujang); menikah, tetapi tidak mempunyai anak, misalnya memakai alat kontrasepsi; dan sebagainya. Oleh karenanya, perlu ada kajian yang lebih mendalam, bukan hanya dari aspek fikih, tetapi juga tentang yang ada di belakang dan dampaknya ke depan.
Begitu banyak penyebab munculnya ide childfree tersebut, mulai dari ide hak reproduksi perempuan hingga biaya hidup tinggi. Secara ide, ide ini lahir dari feminisme dan sistem kapitalisme. Pola pikir liberal yang diaruskan memengaruhi kalangan kalangan muda. Kekhawatiran akan rezeki dan tidak mau repot, menjadikan anak sebagai beban. Kesulitan hidup dalam kapitalisme mendorong perempuan/istri memilih childfree, karena tidak ada jaminan.
Ditambah lagi rusaknya akidah sekularisme membuat orang tak percaya konsep rezeki. Childfree hanya mempertimbangkan manfaat dan kesenangan, tanpa pertimbangan agama sama sekali. Mirisnya negara hari ini memberi ruang paham rusak dengan dalih HAM.
Lain halnya dengan sistem Islam, Islam menjamin kesejahteraan, dan sistem Islam akan menguatkan akidah sehingga akan menolak ide childfree karena bertentangan dengan akidah Islam. Memiliki anak bukanlah beban melainkan amanah yang menjadi ladang pahala bagi orang tua. Pendidikan Islam menjaga akidah umat tetap lurus dan menjaga pemikiran sesuai Islam.
Negara juga memberikan benteng atas masuknya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Childfree harus dilihat secara menyeluruh, dari aspek sejarah, latar belakang pemikiran, pandangan fukaha terhadap bentuk-bentuknya, termasuk dampaknya bagi umat dan dunia. Dengan begitu, akan diperoleh gambaran utuh tentang wajah childfree yang sesungguhnya, serta bahaya ide dan pikiran ini. Oleh karena itu, childfree harus dilihat secara menyeluruh, dari aspek sejarah, latar belakang pemikiran, pandangan fukaha terhadap bentuk-bentuk childfree, termasuk dampaknya bagi umat dan dunia, baik dari aspek maqashid asy-syariah maupun ma’alat al-af’al. Dengan begitu, akan diperoleh gambaran utuh tentang wajah childfree yang sesungguhnya, serta bahaya ide dan pikiran ini. Orang yang memilih childfree karena trauma, takut masa depan anaknya, dan sebagainya, jelas mempunyai masalah akidah, yakni tentang qada dan kadar, tawakal, rezeki, dan ajal. Juga menyalahi fitrah manusia, laki-laki dan perempuan, yang diciptakan dengan segala potensinya. Bahkan, sikap dan gaya hidup childfree ini merusak ketahanan bangsa, umat, dan negara. Mereka sedang menghadapi ancaman kepunahan karena pilihan dan gaya hidup mereka.
Wallahu a'lam Bisshowab
Posting Komentar