Frugal Living Dianggap Solusi Menjelang Resesi
Oleh : Lia Asani
Frugal Living adalah gaya hidup hemat yang dianggap ampuh menekan pengeluaran lebih besar dan bisa mengatur keuangan lebih cermat dengan mengutamakan kebutuhan primer dan meminimalisir kebutuhan sekunder. Frugal living yang ternyata dipopulerkan oleh milyarder dunia seperti Sergey Brin, Larry Page, Mark Zuckerberg, dan lainnya ini dijadikan ide solutif bagi kalangan menengah kebawah yang sulit menabung serta memiliki penghasilan pas-pasan.
Sedangkan, menurut JP Morgan Research, kemungkinan terjadinya resesi global pada akhir tahun 2024 meningkat menjadi 35%, naik dari 25% di awal tahun. Faktor-faktor seperti suku bunga tinggi, ketegangan geopolitik, dan masalah rantai pasokan terus menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan global. (Dikutip dari laman CXOtoday.com)
Namun, sering kali disalah artikan, frugal living yang dianggap solusi dari ancaman resesi, justru menjurus pada ekstremisme gaya hidup yang cenderung pada pelit dibanding menghemat.
Hal ini juga yang membuat daya beli global menurun drastis, banyak outlet-outlet penjual yang gulung tikar karena banyak kehilangan konsumen, bukan saja harus bersaing dengan teknologi online shop, tetapi juga gaya hidup masyarakat yang semakin menekan daya beli diluar dari kebutuhan mendesak.
Baru-baru ini, viral curhatan seorang anak dimedia sosialnya yang mengatakan bahwa orang tuanya menerapkan frugal living yang ekstrem, sehingga segala kebutuhan dirinya dan keluarganya sangat diminimalisir dan cenderung sangat pelit, bahkan untuk kebutuhan primernya. Ia juga menambahkan, setiap harinya dipaksa makan makanan tak layak kemudian dimakan bersama keluarganya untuk menghemat pengeluaran, padahal mereka mampu untuk makan makanan yang setidaknya memenuhi gizi seimbang.
Katanya, semua dilakukan demi investasi jangka panjang dan masa depan lebih baik. Namun, ketika menjalani gaya hidup yang ekstrem dengan mengencangkan perut hingga tidak memperdulikan gizi dan kebutuhan yang layak untuk diri sendiri terutama anak-anak, tentunya masuk dalam kategori mendzolimi diri sendiri serta keluarganya.
Hal ini, tidak dibenarkan dalam Islam. Sesuatu yang berlebih-lebihan dan melampaui batas termasuk kedalam sifat tercela, apalagi tanpa disadari sudah berbuat dzolim pada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya,
“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar.” (QS. Al Furqon:67)
Rasulullah SAW, mencontohkan gaya hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan juga tidak dzolim pada keluarganya dimana kebutuhan primernya sampai tidak terpenuhi dengan baik. Begitupun sebagai seorang amirul mukminin, Rasulullah mengutamakan kesejahteraan rakyatnya.
Hal ini tentu akan berbeda ketika kita hidup di era kapitalis, orang berlomba-lomba mengumpulkan pundi harta untuk jaminan masa depan yang lebih baik, tidak perduli dengan sekitarnya, jangankan untuk saling membantu orang lain, untuk dirinya sendiri dan keluarganya, ia sangat kikir. Katanya, untuk menghemat pengeluaran.
Dari frugal living yang dianggap ide solutif bagi sekelompok milyarder, kemudian diadaptasi oleh kaum menengah kebawah yang mengarah pada ekstremisme gaya hidup. Tentunya menjadi renungan bagi kita semua, saat ini diera kapitalis, orang bahkan tidak perduli pada dirinya sendiri, keluarganya apalagi orang lain, demi kesejahteraan fatamorgana, yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, untuk memenuhi segala kebutuhan rakyatnya, baik sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan, baik dimasa sekarang, maupun masa depan, daulah atau negara harusnya bisa menjamin itu semua.
Posting Komentar