Ganti kurikulum lagi, bagaimana nasib generasi?
Oleh : Wigati Lestari, ST (aktivis dakwah peduli generasi)
Isu perubahan kurikulum mengemuka setelah mendikdasmen menyatakan bahwa akan menerapkan deep learning. Meski dinyatakan bahwa deep learning bukanlah kurikulum, namun rakyat sudah memiliki persepsi bahwa “ganti menteri ganti kebijakan’, entah ganti kurikulum atau kebijakan yang lain.
Deep learning adalah suatu pendekatan pembelajaran bukan kurikulum. Cara menghayatinya adalah dengan pendekatan mindful learning, meaningfull dan joyfull. Dalam implementasi prakteknya nantinya akan ada penambahan pelajaran coding dan ai.
Potret generasi saat ini
Sebenarnya pendidikan ini ditujukan untuk siapa? Obyek pendidikan tentulah tertuju pada generasi muda yaitu anak-anak bangsa dari mulai usia paud sampai kepada usia kesiapan produktif di tengah-tengah masyarakat. Potret buram generasi akhir-akhir ini menujukkan keprihatinan yang mendalam bagi kita semua. Tindakan kriminal yang dilakukan remaja/pelajar hingga anak berusia di bawah umur terus meningkat dan mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Tidak sedikit remaja/pelajar yang terlibat dalam pembunuhan, penganiayaan, pencurian, pembegalan, pemerkosaan, geng motor, dan tawuran. Baru-baru ini, misalnya, kasus pemerkosaan dan pembunuhan siswi smp di palembang melibatkan empat tersangka yang semuanya merupakan remaja di bawah 18 tahun.
Data dirjen pemasyarakatan kementerian hukum dan hak asasi manusia menunjukkan adanya peningkatan kejahatan anak mulai dari 2020 hingga 2023. Tercatat 2.000 anak berkonflik dengan hukum (abh) per agustus 2023. Sejumlah 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan 526 anak lainnya menjalani hukuman sebagai narapidana (kompas, 19-9-2024).
Tujuan pendidikan
Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia
Berbagai perubahan dalam sistem pendidikan nasional selama ini, nyatanya belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya, generasi beriman dan bertakwa dan trampil sebagaimana tujuan pendidikan. Pergantian kurikulum yang terjadi berada pada kerangka spirit sistem sekuler. Sekulerisme adalah keyakinan dasar atau aqidah yang memisahkan agama dan negara. Di indonesia yang mayoritas muslim ini agama islam digunakan pada urusan-urusan ritual saja. Islam tidak digunakan untuk mengatur tata kehidupan di seluruh bidang termasuk bidang pendidikan.penerapan sistem pendidikan sekuler di negeri ini terbukti telah gagal melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa. Generasi jauh dari fitrah penciptannya sebagai manusia. Akibatnya, tindak kriminal, khususnya yang dilakukan remaja/pelajar, makin meningkat. Melalui penerapan sistem pendidikan sekuler, negara terbukti telah gagal menjalankan misi mencerdasan bangsa, apalagi misi mewujudkan generasi yang beradab. Negara dengan perannya yang besar juga telah gagal melindungi remaja dan anak-anak dari berbagai ancaman tindak kriminal.
Awal manusia dilahirkan adalah membawa fitrah. Demikian sebagaimana sabda rasulullah saw., “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan dirinya yahudi, nasrani, atau majusi.” (hr al-bukhari dan muslim).
Hadis ini mengajarkan bahwa setiap manusia, sejak kelahirannya, cenderung pada agama yang benar (ad-dîn al-haqq), yakni tauhid (islam) (ibnu hajar, fath al-bâri, 16/479. Maktabah syamilah). Namun , lingkungan yang sekuler baik di rumah, sekolah, maupun di masyarakat telah membunuh fitrah manusia ini.
Allah swt. Juga berfirman, “hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama allah. Tetaplah atas fitrah allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah allah. Itulah agama yang lurus. Namun, kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (qs ar-rum [30]: 30).
Oleh karenanya fitrah anak adalah islam. Jika sistem pendidikan yang membesarkan dirinya sekuler (menjauhkan anak dari islam), akan lahir generasi amoral yang mengabaikan perintah dan larangan allah taala. Karakternya menjadi sosok yang kehilangan fitrah dan amoral . Hal ini akan terus ada jika negara tidak segera menyadari bahaya yang mengintai dalam sistem pendidikan sekuler ini.
Lingkungan sosial tempat anak-anak bergaul juga tidak mencerminkan kehidupan islami. Lingkungan masyarakat yang di dalamnya marak perjudian, prostitusi, pornografi, pornoaksi, peredaran minuman keras, pergaulan bebas, dan sederet fakta lain akan sangat memengaruhi secara negatif perilaku remaja dan pelajar.
Sistem pendidikan sekuler yang menihilkan peran agama bisa di fahami pada visi, misi, kurikulum, program, metodologi pengajaran, hingga indikator output dan outcome sekolah. Keseluruhan factor tersebut dikaitkan dengan orientasi kehidupan duniawi saja dan sama sekali mengabaikan tujuan kehidupan ukhrawi. Dengan kata lain, sistem pendidikan sekuler mengabaikan sama sekali nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
Dominasi sistem pendidikan sekuler di tengah kaum muslim di negeri ini merupakan malapetaka, yaitu lahirnya generasi-generasi sekularistik (yang jauh dari ajaran agama). Karena jauh dari agama, mereka sangat rentan menjadi generasi amoral, bahkan kriminal. Akibatnya, di kalangan remaja/pelajar akhir-akhir ini marak kasus pornografi, seks bebas, narkoba, tawuran, dan aneka kejahatan lainnya.
Memotret Generasi di Zaman Kejayaan Islam
Sistem pendidikan islam memiliki karakteristik yang didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran islam. Tujuan utamanya adalah membentuk kepribadian islam pada peserta didik. Kepribadian islami (asy-syakhshiyyah al-islâmiyyah) sebagai hasil dari pendidikan islam memiliki dua karakter utama, yakni pola pikir islami (al-‘aqliyyah al-islamiyyah) dan pola sikap islami (an-nafsiyyah al-islâmiyyah).
Sistem pendidikan islam dimulai oleh rasulullah ﷺ. Beliau mengajarkan hukum-hukum islam kepada kaum muslim, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun orang tua. Tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Islam mendidik setiap generasi dan angkatan. Rasulullah saw. Dan para sahabat mengislamkan hampir semua kalangan. Mereka mengajarkan al-qur’an dan sunah kepada segenap lapisan masyarakat. Dengan itu lahirlah generasi ululalbab yang cerdas dan saleh.
Meski demikian, islam tetap memperhatikan ilmu pengetahuan umum (sains). Rasulullah saw., misalnya, pernah mengizinkan dua orang sahabat beliau pergi ke yaman untuk mempelajari teknik membuat senjata yang bernama dabbabah. Rasulullah saw. Juga mendorong kaum muslim untuk mengembangkan teknik pembuatan busur panah dan tombak. Beliau pun menganjurkan para wanita saat itu untuk mempelajari ilmu tenun, menulis, dan merawat orang-orang sakit (pengobatan). Beliau juga memerintahkan para orang tua agar mengajarkan kepada anak-anak mereka olahraga memanah, berenang, dan menunggang kuda. Dari sistem pendidikan islam yang dipelopori oleh rasulullah saw. Inilah kelak lahir generasi emas yang berkualitas, baik dari sisi intelektualitas maupun spiritualitas.
Dalam pandangan islam, pendidikan bukanlah sekadar media pentransfer ilmu pengetahuan. Pendidikan merupakan “alat” pembentuk kepribadian islami, yaitu pembentuk pola pikir islami dan pola sikap islami pada peserta didik. Pola pikir islami berkaitan dengan pemahaman peserta didik terhadap hukum-hukum islam (wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram). Pola sikap islami berkaitan dengan perilaku peserta didik yang sesuai dengan hukum islam di semua aspek kehidupan.
Dalam pandangan islam, orang tua di tengah keluarga wajib menjalankan fungsi pendidikan islam kepada anak-anak mereka. Pemerintah pun wajib menjalankan sistem pendidikan islam yang melahirkan generasi berkepribadian islami. Pemerintah juga wajib menerapkan sistem sanksi yang adil dan tegas sesuai dengan hukum dan ketetapan allah swt.
Di sisi lain, masyarakat pun wajib menegakkan amar makruf nahi mungkar.
Sinergitas antara keluarga, guru, dan masyarakat yang ditopang oleh negara dalam melaksanakan sistem pendidikan islam terbukti pernah melahirkan generasi emas sepanjang sejarah peradaban dunia. Kondisi ini berlangsung sejak penerapan sistem pendidikan islam yang dimulai pada masa kepemimpinan rasulullah saw. Sebagai kepala negara islam di madinah, lalu dilanjutkan hingga pada masa kepemimpinan khulafaurasyidin dan para khalifah setelah mereka sepanjang era kekhilafahan islam selama berabad-abad.
Sistem pendidikan islam di dalam negara khilafah mengintegrasikan ilmu agama (seperti akidah, fikih, tasawuf/akhlak, dll) dengan ilmu duniawi (seperti sains, matematika, dan teknologi). Tujuannya adalah untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas dalam urusan dunia, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama dan mampu menerapkan nilai-nilai islam dalam setiap aspek kehidupan.
Lahirnya generasi emas sepanjang sejarah peradaban islam dalam institusi khilafah pada masa lalu semestinya menjadi petunjuk dan pelajaran yang berharga bagi umat islam di negeri ini, khususnya pemerintah. Petunjuk bahwa hanya islam sebagai sistem kehidupan yang benar/lurus, yang akan melahirkan aneka kebaikan bagi bangsa dan negara ini.
Allah swt berfirman, “inilah jalanku yang lurus (yakni islam). Oleh karena itu, ikutilah jalan itu dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain yang bisa mengakibatkan kalian tercerai-berai dari jalan-nya. Yang demikian allah perintahkan kepada kalian agar kalian bertakwa.” (qs al-an’am [6]: 153).
Posting Komentar