Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Bagaimana Nasib Generasi?
Ganti Menteri Ganti Kurikulum, Bagaimana Nasib Generasi?
Oleh: Hamnah B. Lin
Dilansir oleh kompas.com tanggal 11/11/2024 bahwa Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti sempat menyebutkan akan menggagas Kurikulum Deep Learning sebagai pengganti Kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan saat ini. Mu'ti menyatakan Kurikulum Deep Learning sebagai pengganti Kurikulum Merdeka Belajar dalam sebuah kegiatan. Pernyataan itu kemudian direkam dan dibagikan ke media sosial.
Berbagai perubahan dalam sistem pendidikan nasional selama ini, nyatanya belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya, generasi beriman dan bertakwa dan trampil sebagaimana tujuan Pendidikan Perubahan ini bisa terjadi akibat ketidak jelasan visi dan misi Pendidikan yang diterapkan negara, atau pun demi menyesuaikan dengan tuntutan global atau dunia industri
Di sisi lain, adanya perubahan kurikulum, namun tetap dengan asas sekuler kapitalisme tidak akan pernah menghasilkan generasi unggul. Potret generasi yang dihasilkan adalah generasi minim adab, berpikiran bebas (liberal), makin berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.
Sejak Indonesia merdeka pemerintah melakukan 11 kali perubahan kurikulum. Ternyata belum mampu mencetak generasi yang kuat, karena kurikulum yang diterapkan tidak berlandaskan Islam.
Permasalahan yang mendasar dari adanya perubahan kurikulum seharusnya adalah mau dibawa ke mana arah pendidikan kita ini. Karena dengan adanya perubahan kurikulum tidak akan menyelesaikan problematika pendidikan jika kita tetap bergelut dengan sistem pendidikan sekuler kapitalisme yang tidak pernah berhenti melahirkan masalah dan kerusakan. Sekarang ditambah lagi dengan upaya semakin menjauhkan Islam dari dunia pendidikan. Inilah akar permasalahan pendidikan negeri saat ini.
Indonesia sebagai negeri yang mayoritas penduduknya muslim, sudah sewajarnya jika menghendaki syariat Islam kaffah yang diyakininya dapat dijalankan. Menjauhkan umat dari Islam kaffah sama saja menjauhkan mereka dari keridaan Ilahi Robbi, dan ini tidak akan membawa pada kebahagiaan. Justru akan berdampak pada kerusakan dan kemurkaan Ilahi. Dengan demikian, platform 'merdeka belajar' pada dasarnya tidak akan membawa pendidikan Indonesia menjadi lebih baik. Sebagaimana Allah Swt. berfirman :
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
Artinya : "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thaha: 124).
Sistem pendidikan Khilafah tersusun dari sekumpulan hukum syarak yang terpancar dari akidah Islam. Mencakup berbagai aturan administrasi, termasuk pemanfaatan teknologi terkini bagi pencapaian tujuan pendidikan yang efektif.
Akidah Islam wajib dijadikan sebagai landasan sehingga tujuan pendidikan, metode pengajaran, dan metode berpikir, tidak boleh menyimpang sedikit pun dari landasan tersebut. Demikian juga mata pelajaran, susunan, dan jam pelajaran beserta kompetensi dan standar yang harus dicapai.
Bagaikan kunci dan anak kunci, tujuan pendidikan Islam sebagai syariat Allah Taala menjadikannya satu-satunya yang kompatibel dengan tujuan penciptaan potensi istimewa bani Adam. Akhirnya, tercapailah puncak keistimewaan akal dan kedudukan insan sebagai khalifahtullah fil ardhi (pemakmur bumi dan pelaksana syariat Allah taala). Tujuan pendidikan Islam adalah satu-satunya petunjuk arah agar sistem pendidikan sampai pada hal-hal yang harus diraih. Inilah keistimewaan tujuan pendidikan Islam.
Secara umum, ada dua tujuan pokok sistem pendidikan Islam.
Pertama, membangun kepribadian islami, pola pikir (akliah) dan jiwa (nafsiah) bagi anak-anak umat. Keharusan ini disebabkan akidah Islam adalah asas kehidupan setiap muslim sehingga harus menjadi asas berpikir dan berkecenderungan.
Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan Hadis penggugah berpikir sebagai buah keimanan kepada Allah Taala. Misalnya, QS Ali Imran ayat 191, “Dan mereka berpikir tentang penciptaan langit dan bumi.” Rasulullah saw. bersabda, “Berpikir sesaat lebih baik dari pada beribadah setahun.” Juga banyak ayat Al-Qur’an dan Hadis pengingat agar seorang muslim cenderung dengan landasan akidah Islam, seperti QS At-Taubah ayat 24.
Strategi pendidikan wajib dirancang untuk perwujudan identitas keislaman yang kuat, baik dari aspek pola pikir maupun sikap. Metodenya dengan penanaman tsaqafah Islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku Islam ke dalam akal dan jiwa siswa. Oleh karenanya, kurikulum pendidikan Khilafah harus disusun dan dilaksanakan demi merealisasikan semua tujuan tersebut.
Kedua, mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar di antara mereka menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, dan peradilan); maupun berbagai bidang sains, (teknik, kimia, fisika, dan kedokteran), yakni para ilmuwan, pakar, dan ahli.
Kurikulum pendidikan Khilafah adalah satu-satunya kurikulum yang layak bagi bani insan; satu-satunya yang bisa menjawab berbagai tantangan persoalan pendidikan di sepanjang zaman, termasuk abad ini. Tinta emas sejarah peradaban Islam telah membuktikan keunggulannya dan dunia akan menyaksikan perkara ini untuk kedua kalinya.
Penerapan kurikulum ini adalah satu-satunya jalan untuk mewujudkan pendidikan berkualitas, sekaligus mengakhiri kelalaian negara atas umat. Pada tataran ini, hadirnya kembali Khilafah—berikut politik dan sistem pendidikannya yang sahih—adalah perkara urgen.
Penting untuk dicatat, kembalinya kehidupan Islam adalah janji Allah Taala yang pasti, sekaligus kewajiban yang diamanahkan kepada kita semua. Firman-Nya dalam QS Al-Anfal: 24, “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul (Nabi Muhammad) apabila ia menyerumu pada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu! Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya; dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
Allahu a'lam.
Posting Komentar