-->

Generasi Melek Politik Islam, Demokrasi Pasti Tenggelam



Generasi Melek Politik Islam, Demokrasi Pasti Tenggelam
Oleh: Hamnah B. Lin

Selain karena komunikasi yang baik dengan gen Z, Ridwan Kamil yang memiliki followers puluhan juta ini sangat aktif di sosial media. Menurutnya, aktif di sosial media menjadi salah satu cara lebih dekat dengan anak-anak muda di Jakarta. hasil survei Litbang Kompas yang dirilis pada Selasa, 5 November 2024 memperlihatkan Ridwan Kamil-Suswono berhasil meraih dukungan terbesar dari gen Z, yakni pemilih berusia di bawah 28 tahun ( okezone, 7/11/2024 ).

Pun Calon Gubernur Jawa Timur, Tri Rismaharini, hadir sebagai pembicara dalam acara "Emakkuh Pahlawankuh Talkshow bareng Bu Risma" yang digelar di Petungwulung, Petungasri, Pandaan, pada Jumat (8/11).

Acara tersebut menarik perhatian ratusan Gen-Z yang ingin mendengar langsung pemikiran dan motivasi dari Risma, yang selama ini dikenal dengan kiprahnya dalam menginspirasi generasi muda. Risma menyatakan niatnya untuk menggandeng Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) dalam menjangkau dan mengembangkan potensi para Gen-Z di Jawa Timur ( CNNNasional, 10/11/2024 ).

Menjelang Pilkada 2024, para calon kepala daerah mencoba mendulang suara gen Z dengan berbagai cara dan juga berbagai tawaran ‘menarik” dengan janji hidup gen Z akan menjadi lebih baik dalam kepemimpinan mereka. Gen Z tidak boleh lupa bahwa dalam sistem demokrasi yang diterapkan hari ini, mereka hanya dibutuhkan suaranya untuk memenangkan pilkada. Setelah itu, nasib mereka tidak akan ada perubahan, sebagaimana masa-masa sebelumnya. Gen Z harus menyadari bahwa dalam negara sekuler demokrasi gen z hanya dipandang sebagai aset ekonomi.

Gen-Z dan milenial. Mereka berpandangan bahwa politik adalah alat kotor untuk meraih tujuan tertentu; politik adalah batu loncatan untuk korupsi; politik adalah gimik, berantakan, kacau, dan terlalu rumit bagi mereka.

Dengan pandangan semacam itu, mereka cenderung anti untuk bicara politik. Meski demikian, masih ada di antara mereka yang tertarik bicara politik meski angkanya kecil. Kalangan aktivis mahasiswa, misalnya. Gen-Z dan milenial yang mengakses berita sosial politik pun terbatas, seperti hasil survei program analytic fellowship Maverick Indonesia yang mengungkapkan 24% dari 722 responden Gen-Z di Jabotabek, Bandung, dan Yogyakarta mencari berita sosial-politik.

Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan Gen-Z dan milenial dari kalangan santri dan pesantren yang secara umum tidak begitu tertarik politik. Ini karena kajian politik yang ada di kitab kuning, jarang diajarkan di pesantren, seperti kitab Ahkamu as-Sulthaniyah karya Imam Mawardi maupun Siyasah Syar’iyah karya Imam Ibnu Taimiyah.

Untuk mendorong keterlibatan Gen-Z dan milenial—termasuk kalangan santri—dalam berpolitik, banyak pihak melakukan upaya pendidikan politik dalam kerangka sistem demokrasi, di antaranya dilakukan oleh Bawaslu di beberapa daerah yang mengajar politik dan demokrasi ke sekolah dan kampus. Tidak ketinggalan, pendidikan politik dan demokrasi juga diaruskan di pesantren, di antaranya marak diskusi atau halakah kebangsaan yang membahas pemilu, politik, dan demokrasi. Seperti dilakukan oleh Pesantren Mambaus Sholihin Roudotul Muta’allim Gresik, Jawa Timur yang menggelar diskusi kebangsaan bertajuk “Santri Bicara Demokrasi”.

Semua pendidikan politik yang disampaikan kepada Gen-Z dan milenial bertujuan agar mereka memahami politik dalam konsep demokrasi, yaitu suatu aktivitas atau cara untuk mendapatkan kekuasaan untuk memimpin dalam suatu masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan dalam memilih pemimpinnya. Implementasi politik demokrasi adalah kesertaan mereka dalam pemilu dan penjagaan terhadap sistem demokrasi tanpa menelaah lebih mendalam kelayakan demokrasi sebagai sistem politik yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Islam memiliki konsep politik yang bertolak belakang dengan konsep demokrasi. Dalam Islam, politik atau siyasah dalam kamus Al-Muhith berasal dari kata sâsa-yasûsu-siyasatan yangberarti ‘mengatur, memelihara, mengurusi’. Sedangkan dalam Mu’jamu Lughatil Fuqaha’, politik didefinisikan dengan ‘pemeliharaan terhadap urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan syariat Islam’.

Islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala aspek kehidupan sebagaimana dijelaskan dalam QS An-Nahl: 89, “… Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim.”

Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu artinya Al-Qur’an menjelaskan mekanisme pengaturan pendidikan, perekonomian, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, termasuk bentuk bakunya. Islam juga mengatur hubungan internasional, tidak ketinggalan masalah ubudiah, makanan, pakaian, dan akhlak seorang muslim. Ketika semua hal tersebut diterapkan dengan aturan Islam, itulah yang dinamakan politik Islam (siyasah syar’iyah).

Penerapan seluruh syariat Islam tersebut membutuhkan institusi politik berupa negara. Bentuk negara yang ditentukan syariat Islam adalah Khilafah Islamiah. Inilah gambaran politik yang sahih dalam Islam yang harus dipahami oleh setiap muslim, termasuk Gen-Z dan milenial.

Selanjutnya tak cukup memahaminya saja, tetapi ada langkah nyata untuk turut berjuang sungguh - sungguh untuk terwujudnya khilafah. Aktivitas politik yang sangat penting dilakukan saat ini adalah penyadaran kepada umat Islam untuk mengambil Islam secara utuh, tidak pilih dan pilah baik dari sisi ruhiyah maupun siyasiyah, serta meninggalkan sistem sekularisme, kapitalisme, dan demokrasi.

Inilah aktivitas politik sesungguhnya yang akan membawa perubahan hakiki, yakni perubahan sistem yang akan membawa kesejahteraan, keberkahan dan perdamaian.
Allahu a'lam.