-->

Impor Susu Menginvasi, Peternak Kesulitan Distribusi


Oleh : Erin Azzahroh (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Boyolali viral. Daerah yang dijuluki sebagai New Zealand van Java alias kota susu ini sedang bergejolak. Pada Jumat pagi 8 November 2024 sekitar pukul 08.00 WIB, penyedia susu membagi-bagikan 500 liter susu secara gratis kepada warga di kawasan Simpang Lima Boyolali kota. Tak hanya membagikan susu gratis, ratusan peternak sapi perah, peloper, hingga pengepul susu sapi di kabupaten Boyolali Jawa Tengah menggelar aksi 'mandi' susu di tugu patung susu tumpah kota Boyolali Sabtu 9 November. Mereka juga membuang ribuan liter susu di TPS Winong Boyolali. Semua hal itu dilakukan sebagai bentuk protes lantaran pabrik atau Industri Pengolahan Susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu (Kompas.com, 9/11/2024).

Pembatasan itu berlaku sejak September lalu. Menurut catatan DPN, ada lebih dari 200 ton susu segar per hari yang terpaksa harus dibuang oleh para peternak. Kebijakan impor yang dilakukan oleh pemerintah diduga menjadi sebab peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu sapi. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengakui, industri pengolahan susu di dalam negeri masih mengandalkan pasokan bahan baku impor sampai 80%. Apalagi ada wacana terbaru bahwa Kementan akan mengundang investor Vietnam untuk memenuhi 1,8 juta ton susu sapi program Makan Bergizi Gratis (MBG)(CNBC Indonesia, 27/05/2024). Artinya, negara sendiri tidak memberi jaminan perlindungan terhadap usaha peternak sapi perah lokal dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang mereka hasilkan.

Dari sisi Industri Pengolahan Susu memang menurunkan penerimaannya karena beragam alasan seperti maintenance pabrik, daya beli masyarakat turun, ataupun ada perbaikan grade standar kualitas. Apapun sebabnya, ketiadaan alternatif lain untuk penyerapan susu lokal ini sangat merugikan para peternak sapi. Jaminan perlindungan peternak susu sapi seharusnya menjadi tanggung jawab negara, bukan komunitas masyarakat. Sebab peran negara memang seharusnya mengurus kepentingan rakyat. Termasuk melindungi nasib peternak melalui kebijakan yang berpihak pada peternak, baik dalam hal menjaga mutu maupun dalam menampung hasil susu dan lainnya.

Sayangnya, sistem kapitalisme telah menjerat kuat negara ini. Negara jadi hanya berperan sebagai regulator, bukan ra'in (pengurus). Dalam kapitalisme, fungsi regulator ini sangat dibutuhkan oleh para pemodal untuk melakukan monopoli pasar. Negara berparadigma kapitalisme tentu akan menerapkan kebijakan sistem ekonomi kapitalisme yang berpihak pada penguasa. Sehingga tidak herankan jika dalam kapitalisme, negara akan mudah mengeluarkan kebijakan impor dengan dalih sedang memenuhi stok kebutuhan nasional. Padahal kebijakan impor ini sama dengan memberikan peluang bagi para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu.

Ketiadaan fungsi ra'in (penguasa) membuat nasib para peternak terpuruk karena tidak mendapat jaminan perlindungan dari negara. Aksi pembuangan susu besar-besaran ini seharusnya menyadarkan umat bahwa mereka butuh penguasa yang berperan sebagai ra'in. Sementara penguasa sebagai ra'in mustahil lahir dari sistem kapitalisme. Sifat ra'in ini, hanya bisa lahir dari sistem Islam karena hanya syari'at Islam yang menetapkan demikian. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "imam atau khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya (HR. Muslim dan Ahmad).

Dengan ketetapan ini, negara yang menerapkan sistem Islam dipastikan akan berdiri di tengah rakyat dan menggunakan aturan Sang Pencipta untuk mencapai kemaslahatan bagi setiap urusan umat. Aksi pembuangan susu massal di Boyolali akan menjadi hal yang mungkin tidak akan terjadi pada negara bersistem Islam. 

Sebab Islam mengatur supaya negara menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Maka tentu pemenuhan tersebut berasal dari usaha rakyat sendiri. Visi kebijakan negara dalam Islam akan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Alih-alih mengimpor, negara akan memastikan penyerapan susu sesuai dengan kebutuhan nasional. Apalagi bagi produk yang sangat dibutuhkan bagi kecukupan gizi rakyat seperti susu.

Ketika kebutuhan dalam negeri benar-benar tidak bisa dipenuhi oleh peternak lokal, baru negara akan mengeluarkan kebijakan impor dengan mekanisme dari para pedagang ke pedagang. Konsep seperti ini akan menutup celah permainan para mafia yang memanfaatkan kebijakan impor untuk kepentingan pribadi. Jikapun ada permainan para mafia susu di pasar, negara Islam akan segera menindak tegas dan memberi sanksi kepada mereka.

Demikianlah gambaran posisi negara dalam Islam sebagai ra'in bagi umat, termasuk kepada para penyuplai susu. Bukankah negara seperti ini yang diharapkan rakyat?

Wallahu a'lam bi ash-showwab.