Ironi Peternak Membuang Susu, Mengapa Terjadi?
Oleh : Ida Nurchayati
"Boyolali kota susu, tapi ora payu (laku)" terdengar dari pengeras suara para pengunjuk rasa, para peternak sapi perah di Boyolali. Aksi protes karena susu mereka tidak terserap industri pengolah susu diwarnai dengan membagi susu secara gratis, membuang susu hingga tragedi mandi susu. Dilematis, disaat mereka mendorong peternak muda agar mau kembali beternak sapi perah, sementara susunya tidak laku.
Ketua KUD Mojosongo Sriyono menyampaikan, ada pembatasan quota susu yang masuk ke industri, maka tidak semua susu hasil peternak bisa diserap industri. Peternak di Boyolali saat ini bisa menghasilkan 140 ton susu per hari, namun yang terserap industri hanya 110 ton. Selebihnya sebanyak 30 ton dibuang karena sifat susu yang tidak tahan lama. Pengurangan kuota dirasakan sejak September 2024, namun paling signifikan sejak akhir Oktober 2024. Menurut Sriyono, tidak terserapnya susu lokal karena produk susu impor banyak yang masuk (detik.com, 8/11/204). Ketua Koperasi Peternakan dan Susu Merapi (KSPM) Seruni, Sugianto mengungkapkan pembatasan susu sejak September. Ia menduga karena keran impor susu dibuka kembali oleh pemerintah (www.tempo.co, 11/11/2024).
Sungguh ironis, ditengah kebijakan rezim baru memberikan makan bergizi gratis bagi anak usia sekolah yang butuh dana besar, disisi lain ada kasus peternak membuang susu.
Cengkeraman Kapitalisme
Insiden "membuang susu" seolah kontradiktif dengan pernyataan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi. Menurut Budi, 80 persen pasokan susu untuk kebutuhan domestik masih impor. Produksi susu lokal belum mampu memenuhi kebutuhan susu domestik (www.tempo.co, 11/11/2024).
Seirama dengan Menkop, Kementerian Pertanian juga akan mengimpor satu juta sapi perah selama lima tahun (2025-2029) dari Australia, Brasil, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Meksiko untuk memenuhi kebutuhan susu nasional dan program pemberian makan bergizi gratis pemerintah. Sebelumnya, Kementan sudah mengundang investor dari Vietnam, TH Group, untuk membangun pabrik susu di Indonesia (www.tempo.co, 11/11/2024).
Rencana impor sapi perah dan susu dikeluhkan sebagian peternak sebagai ancaman susu lokal. Seharusnya pemerintah berorientasi bagaimana meningkatkan produksi susu lokal bukan bergantung pada impor.
Cendekiawan muslim, Ustaz Ismail Yusanto mengatakan penguasa dikendalikan para pedagang bukan industriawan. Para pedagang berorientasi profit, dan ingin mengambil keuntungan dengan cara yang cepat. Caranya dengan mengambil produk dari luar negeri untuk dijual didalam negeri (www.tintamedia.web.id, 6/11/2024).
Kasus peternak membuang susu karena kuota kebutuhan susu dalam negeri telah tercukupi produk impor. Kepentingan dan nasib peternak terabaikan, jarang dipikirkan oleh penguasa. Mental penguasa lebih suka memburu rente impor daripada memikirkan kemaslahatan rakyat kecil.
Dilansir dari news.detik.com (5/9/2019), Modus tindak pidana korupsi di bidang impor pangan terungkap, dianataranya pemberian suap kepada pejabat negara oleh pengusaha impor. Tujuannya, mempengaruhi kewenangan atau kekuasaan pejabat agar mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan pemberi suap. Bentuk kebijakan yang dipesan berupa ijin masuk dari negara importir baru, menetapkan kuota impor tertentu, mengatur harga dasar impor produk pangan, mengatur harga jual produk impor di masyarakat, dan lain-lain kebijakan yang semuanya mengusung kepentingan pihak-pihak yang memberi suap dan rente.
Impor susu indikasi Indonesia tidak memiliki kemandirian pangan. Kebutuhan susu untuk domestik sangat bergantung pasokan dari negara lain. Jika kebijakan penguasa hanya mengandalkan impor tanpa membangun kemandirian pangan, maka akan mengancam nasib rakyat dan kedaulatan bangsa. Kepentingan dan nasib rakyat dikalahkan oleh kepentingan segelintir oligarki pengimpor yang mampu memberi rente pejabat. Negara juga tidak berdaya dibawah tekanan negara pengekspor produk ke dalam negeri. Faktor ketergantungan menyebabkan negara tersebut akan memainkan harga hingga pada tahap selanjutnya bisa mendikte kebijakan penguasa. Kedaulatan bangsa pun terancam dibawah hegemoni kapitalisme global.
Islam Membangun Kemandirian Pangan
Pangan termasuk susu merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan manusia. Penguasa dalam sistem Islam akan mengupayakan agar kebutuhan per individu bisa terpenuhi secara mandiri, tanpa bergantung pada suplai negara lain. Membangun kemandirian pangan merupakan hal yang mendasar, sebab ketahanan pangan merupakan pilar ketahanan dan pertahanan negara.
Ketidakmampuan negara mewujudkan kemandirian pangan indikasi negara tersebut lemah. Ketergantungan pada negara lain akan menimbulkan gangguan ketahanan dan keamanan. Maka impor pangan termasuk susu bukan pilihan bijak untuk negara yang ingin tumbuh kuat menjadi adidaya.
Islam memiliki cara yang unik untuk mewujudkan suatu negara menjadi negara mandiri. Implementasi Islam secara totalitas akan menjadikan negara auto mandiri, karena karakteristik politik ekonomi Islam sesuai fitrah manusia. Untuk merealisasikan kemandirian pangan termasuk susu, negara akan menempuh serangkaian kebijakan untuk mamastikan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Ekspor bukan tujuan utama selama kebutuhan masyarakat dalam negeri belum terpenuhi.
Agar ketersediaan susu tersedia dalam jumlah cukup, negara akan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi untuk meningkatkan produksi susu. Mengembangkan sumber daya manusia yang ahli dibidang peternakan, dokter hewan, mendukung penelitian teknologi dan pengembangan industri susu, pengembangan budidaya ternak sapi perah.
Semua kebutuhan susu dalam negeri bisa dipenuhi tidak bergantung pada impor. Mulai dari penyediaan bibit unggul sapi perah, obat-obatan dan sarana prasarana produksi usaha ternak lainnya. Pelatihan dan pengembangan keahlian ternak sapi perah hingga penanganan susu pasca perah. Membangun industri pengolahan susu serta produk turunannya. Bila peternak kekurangan modal maka ada subsidi dari baitul mal, bisa berupa pemberian gratis dari negara atau peminjaman tanpa bunga.
Untuk memastikan tidak terjadi kezaliman di pasar, negara hadir menciptakan keadilan. Negara memastikan rantai pemasokan susu mencukupi, rantai distribusi yang cepat dengan sarana dan prasarana yang memadai mengingat susu produk yang mudah rusak. Mencegah terjadinya perilaku curang dan suka menimbun barang serta mengawasi proses terbentuknya harga sesuai mekanisme pasar; hingga potensi kezaliman dipasar bisa ditekan.
Begitulah Islam mewujudkan kemandirian pangan khususnya peternakan sapi perah dan industri pengolahan susu sehingga bisa memenuhi kebutuhan domestik tanpa bergantung produk impor. Penguasa dalam sistem Islam adalah periayah, yang menyadari tugas dan tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, khususnya susu. Bukan penguasa pedagang yang hanya mengejar rente impor seperti dalam sistem demokrasi. Nasib rakyat peternak pun diperhatikan, usahanya tetap berjalan sehingga mencapai kesejahteraan, mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Wallahu a'lam
Posting Komentar