-->

Kepada siapa Muslim Rohingya meminta pertolongan?

Oleh : Ummu Naura

Sebanyak 146 pengungsi Rohingya terdampar di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024).
Sebelum tiba di Deli Serdang, mereka berlayar selama 17 hari dari kamp pengungsian di Bangladesh.
Salah satu pengungsi, M. Sufaid (24), menjelaskan mereka awalnya mengungsi di Bangladesh karena adanya konflik di Myanmar, tempat asal mereka.Berharap mendapatkan perlindungan di Indonesia, mereka nekat berlayar menggunakan kapal kayu.
"Ternyata ada penolakan terhadap kami oleh masyarakat," ungkap Sufaid . Meski menghadapi penolakan, Sufaid berharap masyarakat Indonesia dapat menerima mereka.

“Kami berharap bisa ditampung sementara di Indonesia dan kemudian dikirim ke negara ketiga. Kami memilih Indonesia karena kami tahu di sini banyak saudara muslim kami," ujarnya.

Kantor Imigrasi Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, mengingatkan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Kantor Indonesia untuk segera mencari lokasi penampungan baru bagi ratusan pengungsi Rohingya.

Hal ini disampaikan karena gedung yang saat ini digunakan sebagai penampungan sementara mengalami kerusakan sekitar 60 persen dan harus direhab pada pekan depan atau paling lambat bulan November 2024.

Gedung yang terletak di Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, sebelumnya menampung 736 pengungsi Rohingya yang terdampar di Sabang, Banda Aceh, dan Kabupaten Aceh Timur.

Indonesia disebut memiliki tanggung jawab untuk menampung para pengungsi, termasuk pengungsi beretnis Rohingya yang belakangan ramai datang ke wilayah Aceh.

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid, meski tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, namun Indonesia sebagai negara sudah memiliki banyak aturan terkait perlindungan hak asasi manusia (HAM).

“Jadi tanggung jawab Indonesia sangat jelas di bawah covenant dan kovensi serta Deklarasi Universal PBB tentang HAM. “Jadi meskipun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi tahun 1951, Indonesia telah meratifikasi konvensi hukum-hukum internasional HAM (lainnya),” sambungnya lagi.

Selain Deklarasi Universal PBB, beberapa konvensi yang dimaksudkan Usman sudah diterapkan oleh Indonesia yang mencakup soal HAM dan pengungsi yakni Konvensi Menentang Penyiksaan, International Covenant on Civil and Political Rights, serta Konvensi Hukum Laut.

Menurut dia, di antara konvensi-kovensi itu banyak yang mewajibkan pemerintah Indonesia untuk menghormati orang-orang yang mencari suaka atau menjadi pengungsi.

“Jadi kalau mengusir mereka (pengungsi Rohingya), memulangkan mereka, membuat mereka katakanlah kembali ke perairan laut lepas dengan kondisi perahu seadanya, bahkan dengan mesin yang tidak berfungsi baik, kondisi anak-anak, kondisi perempuan,” ucap Usman.

“Itu satu perlakuan yang tidak manusiawi yang juga melanggar covenant international tentang hak-hak sipil dan politik, khususnya menyangkut hak hidup.

Tugas Negara

Sejatinya, permasalahan pengungsi Rohingya memang merupakan domain negara, bukan sekadar individu atau masyarakat. Muslim Rohingya telah dijajah oleh pemerintah Myanmar selama berpuluh-puluh tahun. Mereka mengalami genosida, baik oleh Junta Militer maupun pemerintahan pro demokrasi.
Sikap kejam rezim Buddha Myanmar disebabkan oleh sentimen asabiah mereka terhadap etnis Rohingya yang muslim. Juga permainan politik antara Amerika Serikat dan Cina dalam menancapkan pengaruh di kawasan tersebut.

Ketika mengalami ancaman genosida di Myanmar, muslim Rohingya lari ke Bangladesh, tetapi rezim Hasina mengabaikan mereka. Tempat pengungsian yang disediakan untuk muslim Rohingya pun amat buruk sehingga tidak layak untuk didiami. Nasionalisme telah membelenggu Bangladesh dari menolong muslim Rohingya secara layak.

Dengan latar belakang yang demikian, wajar saja muslim Rohingya melarikan diri ke Indonesia, negeri mayoritas muslim yang diharapkan memberi tempat hidup yang layak untuk mereka. Namun, sekali lagi, rezim penguasa terbelenggu oleh nasionalisme. Meski muslim Indonesia—utamanya Aceh—mau menolong muslim Rohingya, tetapi negara mengabaikan para pengungsi. Sedangkan untuk menolong secara permanen tentu tidak bisa dengan kekuatan individu atau masyarakat, melainkan butuh kekuatan negara.

Muslim Rohingya membutuhkan tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, keamanan, energi, sandang, pangan, dan lainnya, bahkan mereka butuh kewarganegaraan. Mencukupi itu semua adalah tugas negara. Namun, nasionalisme yang telah membelenggu menjadikan negara enggan untuk membantu.

Negara masih pakai hitung-hitungan ekonomi sebab tentu terbayang besarnya rupiah yang harus dikeluarkan untuk membantu muslim Rohingya hingga mendapatkan kehidupan layak. Pada saat yang sama, rezim ini terhadap rakyatnya sendiri saja berlepas tangan dari melakukan riayah, apalagi mengurusi para pengungsi. Mirisnya, sikap yang sama diambil oleh seluruh penguasa negeri muslim di dunia. 

Solusi Hakiki

Solusi hakiki bagi muslim Rohingya hanya ada pada Khilafah. Ketika ada Khilafah, khalifah akan menerima muslim Rohingya. Mereka akan menjadi warga negara Khilafah.

Sebagaimana riayah terhadap warga negara Khilafah lainnya, negara akan mencukupi sandang, pangan, dan papan mereka, serta memberikan pekerjaan bagi para lelaki sehingga mereka bisa menafkahi diri dan keluarganya. Negara juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan sehingga mereka hidup layak.

Untuk mencegah konflik karena aspek budaya yang berbeda antara pendatang dengan warga lokal, negara akan mengislahkan keduanya. Asas akidah serta sikap saling taaruf dan taawun di antara keduanya akan menghilangkan sekat-sekat etnis yang mungkin ada.

Selain itu, Khilafah akan melakukan pendekatan politik maupun militer (jihad fi sabilillah) terhadap rezim Myanmar yang terbukti melakukan genosida terhadap muslim Rohingya. Khilafah akan membebaskan muslim Rohingya yang masih ada di Myanmar dan membebaskan wilayah Rakhine yang selama berabad-abad sudah menjadi tempat tinggal mereka.

Solusi ini hanya bisa terwujud dengan tegaknya Khilafah. Oleh karenanya, umat Islam hari ini memiliki tanggung jawab untuk berjuang mewujudkan Khilafah, selain tetap memberikan pertolongan bagi muslim Rohingya yang berada di sini. Ini adalah kewajiban kita.

Wallahualam bissawab