Ketiadaan Jaminan Keamanan Obat dan Pangan dari Negara di Sistem Sekuler Kapitalis
Oleh : Bunda Hanif
Belum lama ini, sejumlah wilayah di Indonesia mengalami Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLB KP) dari makanan impor asal China, Latiao. Adapun wilayah yang melaporkan KLB keracunan pangan di antaranya Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan Bandung Barat, Pamekasan dan Riau.
Keracunan pangan tersebut diakibatkan adanya bakteri Bacillus cereus pada produk pangan latiao hingga akhirnya BPOM menghentikan sementara seluruh produk latiao dari peredaran demi melindungi kesehatan publik. Adapun produk yang ditarik sementara hingga benar-benar dipastikan aman beredar berjumlah 73 produk.
Kasus serupa pernah terjadi pada 2022, kasus gagal ginjal akut diduga kuat terjadi akibat obat sirup yang mengandung cemaran zat kimia di luar ambang batas aman, yakni etilen egikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Hingga Februari 2023, terdapat 326 kasus gagal ginjal akut yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia dengan jumlah korban meninggal 204 anak. (Muslimahnews.com, 6-11-2024)
Sungguh miris, kasus yang sudah memakan banyak korban dari kalangan anak-anak tidak mendapatkan penanganan serius. Pihak-pihak terkait yang seharusnya bertanggung jawab dalam merespon kasus tersebut, justru saling melempar tanggung jawab.
Dan sekarang kejadian luar biasa terjadi lagi pada produk makanan latiao. Hal semacam ini merupakan kelalaian negara dalam memastikan produk obat dan pangan yang beredar di masyarakat aman dan tidak membahayakan.
Dari dua kasus kejadian luar biasa, yakni gagal ginjal akut dan keracunan latiao seharusnya negara mulai berbenah. Apalagi yang menjadi korban adalah anak-anak, calon penerus masa depan bangsa. Negara seharusnya belajar dari kasus sebelumnya dan bertanggung jawab terhadap kasus-kasu serupa yang menyebabkan nyawa anak-anak terancam. Kewajiban negara dalam memastikan dan menjamin keamanan obat dikarenakan negara adalah pengurus rakyat.
Namun sayangnya, di sistem sekuler kapitalisme, tanggung jawab tersebut makin terkikis. Negara tidak lagi berperan sebagai pelindung dan pengurus rakyat, tetapi hanya sebagai regulator. Sehingga tidak heran saat terjadi kasus-kasus seperti gagal ginjal akut dan keracunan pangan, negara seolah-olah “cuci tangan” dan “buang badan”.
Sementara ini, tindakan yang diambil terhadap unsur tindakan kriminal hanya berfokus pada pelaku industri yang memproduksi dan mendistribusikannya. Namun, belum ada pejabat yang terkait semisal BPOM atau Kemenkes yang turut bertanggungjawab perihal kelalaian dalam pengawasan dan uji kelayakan pangan.
Dalam kasus latiao, negara sebagai pihak yang memiliki kewenangan seharusnya melakukan pengawasan dan pengontrolan uji kelayakan, mulai dari bahan yang diimpor, produksinya, komposisinya, dan distribusinya walaupun pihak yang memproduksi adalah industri swasta atau individu.
Di dalam Islam, setiap pemimpin merupakan pengurus dan ia bertanggungjawab atas apa yang diurusnya. Jika menemukan pejabat di bawahnya yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, maka penguasa wajib bersikap tegas serta memberikan sanksi kepada pejabat tersebut.
Negara memiliki kewajiban dalam menjamin keamanan pangan masyarakatnya. Untuk itu negara akan menetapkan kebijakan keamanan pangan dengan mekanisme berikut :
Pertama, mengatur regulasi untuk industri makanan dan minuman agar sesuai ketentuan pangan halal, baik (tayib), dan aman.
Kedua, melakukan pengawasan dan pengontrolan pangan dalam rangka mencegah pelaku industri berlaku curang dan memastikan kualitas produk obat dan pangan tetap layak dan aman untuk dikonsumsi.
Ketiga, melakukan edukasi melalui lembaga layanan masyarakat, media massa dan berbagai tayangan edukatif menarik sehingga masyarakat memahami kriteria makanan halal, tayib dan aman.
Keempat, menindak tegas pelaku industri dan siapa saja yang menyalahi ketentuan peredaran obat dan pangan yang sesuai standar pangan Islam, yaitu, halal, tayib dan aman.
Demikianlah kebijakan yang dapat dilakukan oleh negara sehingga dapat dipastikan seluruh rakyat terjamin kebutuhan obat dan pangan yang halal, tayib dan aman.
Wallahu a’lam bisshowab
Posting Komentar