Kontroversi Kenaikan PPN di Tahun Baru
Oleh : Elli Nopitasari
Di tahun 2025 mendatang, rencana kenaikan tarif PPN akan direalisasikan. Setelah cukup lama menggantung, Kementerian Keuangan menegaskan akan mulai menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Penyesuaian ini adalah berdasarkan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Alasannya, kenaikan tarif pajak dibutuhkan untuk menjaga kesehatan APBN di saat prospek penerimaan seret akibat kondisi global yang tidak pasti.
Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat hingga menyebabkan kegaduhan. Meskipun tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara, langkah ini memunculkan pertanyaan besar terkait apakah kebijakan ini dapat menggerakkan ekonomi secara berkelanjutan, atau justru menjadi beban tambahan bagi masyarakat dan dunia usaha?
Faktanya, hal ini belum tentu meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi utang. Sementara yang pasti adalah kesengsaraan rakyat, terlebih di tengah situasi ekonomi yang sulit dan menurunnya daya beli masyarakat. Apalagi terdapat problem korupsi dan negara gemar berutang. Negara kurang memikirkan nasib rakyatnya apalagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang pasti merasakan kesulitan. Pemerintah mengalihkan beban tanggung jawabnya kepada warga kelas menengah melalui kenaikan tarif pajak. Kelas menengah, yang mestinya didukung pemerintah, semakin ditekan untuk membiayai spending pemerintah yang tidak esensial.
Dengan kondisi ini, rasa-rasanya kebijakan peningkatan PPN menjadi tidak relevan dan tidak etis, sebab kebijakan pemerintah akan semakin menekan keleluasaan ekonomi di tingkat keluarga.
Ini adalah konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Di sisi lain, negara hanya menjadi regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan para pemilik modal. Hanya Islam yang dapat mengatasi masalah ekonomi secara adil dan penuh berkah. Islam memiliki sistem di mana negara menjadi ra’in, mengurusi rakyat dengan penuh tanggung jawab. Islam menetapkan pemasukan negara berasal dari kekayaan alam, bukan dari pajak. Pajak hanya alternatif terakhir ketika kas negara kosong. Islam selalu memprioritaskan kesejahteraan rakyat dengan adil di berbagai kalangan, terutama rakyat yang mengalami kesulitan ekonomi.
Wallahu a’lam bishshawab.
Posting Komentar