Korupsi: Harga Mati Dalam Sistem Demokrasi?
Oleh : Fitriani, S.Hi (Staff Pengajar Ma`had Al-Izzah Deli Serdang)
Membahas tentang korupsi memang seperti tidak ada habisnya dinegeri ini. Negeri mayoritas muslim tapi tingkat korupsi dalam beberapa tahun belakangan tidak ada mengalami penurunan justru sebaliknya makin subur seperti cawan dimusim hujan. Bahkan ditahun lalu pernah dilaporkan dan diungkapkan oleh ketua KPK bahwa hanya dalam kurun waktu 20 tahun, lebih 1600 Koruptor ditangkap dinegeri ini.
Wow, sungguh angka yang fantastis sekaligus miris. Ditengah kemiskinan dan hidup rakyat yang semakin sulit, rakyat harus menelan pil pahit karena para pejabat yang seharusnya melayani dan memenuhi kebutuhan mereka dengan tanpa rasa malu dan tidak memiliki harga diri terus menggasak dan mengkorupsi uang rakyat. Mereka biarkan rakyat terus susah dan menderita, sementara mereka rela berfoya-foya dan hanya mementingkan kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompok dan partainya.
Benar-benar Publik dikejutkan dengan apa yang dilaporkan oleh KPK ini. Tahun lalu Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan bahwa sejak 2003-2023 KPK telah menangkap lebih dari 1600 koruptor, dan khusus tiga tahun terakhir ini saja KPK menangkap pelaku korupsi dinegeri ini sebanyak 513 orang. (antaranews.com/09/11/2023).
Sungguh luar biasa bejatnya prilaku pejabat negeri ini. Sungguh tidak punya hati, sedikitpun tak berempati dengan kesusahan yang dirasakan rakyat saat ini. Temuan terbaru kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong . Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengatakan impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan BUMN, namun Tom Lembong mengizinkan PT AP untuk mengimpor. Dia menyebut impor gula kristal mentah itu tidak melalui rapat koordinasi instansi terkait dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.(bbc.com/29/10/2024)
Jika kita melihat banyaknya pejabat negeri ini yang terkena kasus korupsi, menunjukkan bahwa ada yang salah dengan system dinegeri ini. Karena seolah tiada henti, korupsi semakin menjadi. Seperti jamur yang terus tumbuh saat musim hujan datang, seolah korupsi tak bisa dihentikan. Bahkan korupsi menggurita hampir disegala aspek kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa sistem dinegeri ini gagal mewujudkan para pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab. Berulang kali operasi tangkap tangan dilakukan nyatanya tidak menciutkan nyali para pejabat untuk meraup uang haram dari tindak pidana korupsi. Mereka yang dipilih oleh rakyat malahan tega mengkhianati amanah rakyat. Mereka hanya memperkaya diri dan keluarganya sementara rakyat dibiarkan dalam kesusahan. Banyak rakyat kelaparan, hidup miskin, tidak bisa mengenyam pendidikan yang layak, susah mendapatkan fasilitas kesehatan yang baik. Dan berbagai kesusahan hidup yang lainnya.
Ditengah kehidupan rakyat yang serba susah para pejabat justru sanggup mengkhianati rakyat dengan kasus korupsi yang tidak pernah terjeda. Maka perkara utama yang menyebabkan maraknya korupsi di negeri ini adalah karena penerapan sistem demokrasi. Penulis pernah mendengar ungkapan yang sudah sangat lama dahulu diucapkan oleh pak Mahfud MD sekitar 10 tahun lalu bahwa ketika biaya politik semakin mahal, elite juga semakin jelek karena sistem yang dibangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam sistem Indonesia pun bisa jadi iblis juga (republika.co.id, 7/10/2013).
Akhirnya Ongkos demokrasi yang mahal ditambah lemahnya iman para pejabat negeri ini, serakah terhadap harta walaupun ia tahu itu bukan haknya, menyebabkan para pejabat yang sudah terpilih dengan mudahnya mengambil jalan pintas menghasilkan uang dengan korupsi uang rakyat.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh KH.Shiddiq Aljawie seorang pakar Fiqh Islam setidaknya ada 4 faktor yang menyebabkan korupsi terus terjadi. Pertama, faktor ideologis, yaitu tumbuhnya nilai-nilai kebebasan dan hedonisme di masyarakat, ditambah diterapkannya sistem demokrasi yang menjamin kebebasan yang sebebas-bebasnya sehingga mendorong para pejabat untuk korupsi, Kedua, faktor kelemahan karakter individu, para pejabat yang lemah iman, integritas moral rusak sehingga rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta, Ketiga, faktor lingkungan seperti budaya suap dan toleransi atas berbagai keburukan dan tindak kejahatan, Keempat, faktor penegakan hukum yang lemah.
Jadi walaupun di Indonesia sudah dibentuk KPK (berdasarkan UU No 32/2002) yang mempunyai misi melakukan pemberantasan korupsi. Lembaga pemeriksa dan pengawas keuangan untuk mencegah korupsi seperti BPK dan Bawasda juga ada. Berbagai undang-undang juga sudah dibuat untuk memberantas korupsi, di antaranya UU no 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, UU no 20/2001 tentang perubahan atas UU no 31/1999, dan UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Namun hasilnya tidaklah begitu berarti, bahkan boleh dikatakan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum memuaskan, jika tak bisa dikatakan gagal. Karena faktanya sejak dulu hingga kini kasus korupsi semakin menjadi.
Lalu bagaimana mengakhiri Korupsi ini?? Maka hanya Islam Jawabannya.
Islam menetapkan bahwa korupsi adalah perbuatan yang melanggar syariat. Suburnya korupsi karena factor ideology yang diterapkan dinegeri ini. Karena penerapan ideology kapitalis demokrasi saat ini menjadi factor utama korupsi semakin merajalela. Sistem demokrasi hari ini menghasilkan para pejabat yang tidak takut dengan penciptanya, disebabkan keimanan yang lemah sehingga dengan mudahnya mereka memakan uang rakyat. Ditambah lagi tidak sanksi yang tegas bagi para pelaku korupsi tersebut, justru hukuman yang diberikan kepada mereka sangat ringan bahkan banyak grasi yang diberikan pemerintah kepada tersangka kasus korupsi tersebut. Bahkan ketika mereka masuk penjara pun, mereka bisa mendapatkan fasilitas penjara yang serba mewah. Maka berharap korupsi akan hilang dalam negara yang menerapkan ideology kapitalis demokrasi adalah seperti mimpi disiang bolong. Maka solusi utama menghilangkan korupsi hari ini adalah dengan mencampakkan dan mengganti system kapitalis demokrasi ini.
Apalagi sebagai seorang Muslim kita merindukan sosok pemimpin yang amanah dan bisa mengayomi rakyatnya. Pemimpin yang lebih mementingkan kepentingan rakyatnya daripada kepentingannya sendiri. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika beliau menjadi Khalifah bagi kaum muslim. Beliau rela menahan lapar asal masyarakatnya semua terpenuhi kebutuhan sandang pangan dan papannya. Tentu kita merindukan sosok pemimpin seperti beliau. Namun, semua itu mustahil untuk diwujudkan jika sistem dinegeri ini masih menerapkan sistem kufur demokrasi. Karena sistem demokrasilah yang menjadi biang suburnya korupsi yang dilakukan oleh hampir semua pejabat dinegeri ini. Saya pun jadi muncul pertanyaan retoris yang mungkin semua tahu jawabannya: Lantas apakah korupsi menjadi harga mati dalam system demokrasi? Kalau saya jawab iya karena sepanjang demokrasi diterapkan dinegeri ini korupsi justru semakin menjadi-jadi . Maka jika ingin memberantas dan mengakhiri korupsi secara total solusinya adalah dengan menerapkan Islam secara Kaffah dan inilah yang harus menjadi agenda utama perjuangan kaum muslim saat ini. Wallahu`alam bisshawab.
Posting Komentar