-->

Kriminalisasi Guru Kerap Terjadi, Bagaimana Nasib Pendidikan Bangsa Ini?


Oleh : Anastasia S.Pd.

Guru adalah pendidik, yang mempunyai peran penting dalam menghasilkan generasi bangsa. Oleh karena itu, karena perannya yang sangat penting, wajar kalau mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Sudah sewajarnya, profesi guru layak untuk dihormati dan mendapatkan fasilitas kesejahteraan. Namun, sayang di zaman sekarang, guru tidaklah seideal apa yang dibayangkan. Faktanya beban pendidikan yang dieban oleh guru saat ini, sangat berat.

Permasalah di dunia pendidikan sekarang, mengalami masa yang sangat kelam. Kurikulum yang telah menjauhkan peran agama, memberikan efek yang luar biasa. Seperti, perundungan, kenakalan pelajar, pergaulan bebas, dan munculnya perilaku pelajar yang sangat sulit dikendalikan. Tidak berhenti sampai di sana saja, guru pun dihadapankan dengan tugas administrasi yang melelahkan, tenaga dan pikiran. Segala permasalahan di atas, seperti masih belum cukup menambahkan deretan panjang masalah pendidikan bangsa ini. Karena, guru kerap kali mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dalam menjalankan perannya. Seperti, pada kasus Supriyani, guru honorer di Konawe Selatan yang dikriminalisasi wali murid dengan tuduhan memukul muridnya. Tempo.com (20/10/2024). 

Potret, mirisnya kriminalisasi guru memang kerap terjadi di negeri ini. 
Guru sejatinya akan bertindak sebagai hakim, penengah perselisihan peserta didik, atau pemberi sanksi manakala peserta didik melakukan pelanggaran, namun demikian fungsi guru tersebut kini sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Semua bentuk ketegasan pendidik, malah disalahartikan sebagai tindakan kekerasan. Apabila, peran guru sudah semakin dikriminalisasi, kita tidak akan tahu nasib bagaimana nasib pendidikan bangsa ini. 

Beratnya Menjadi Guru Di Sistem Kapitalis

Fakta saat ini, memang berat tugas menjadi seorang pendidik, karena terlalu banyak permasalahan pendidikan bangsa ini. Buruknya kualitas generasi, menjadikan peran guru semakin kritis. Kita melihat dari peran keluarga yang semakin tidak berfungsi, pudarnya tanggung jawab seorang ibu dalam mendidik anak, banyak diantara orang tua yang disibukan mencari uang, karena kebutuhan dan tuntutan ekonomi yang semakin mencekik. Sehingga, sekolah dianggap sebagai lembaga pendidikan satu-satunya. Padahal dalam mendidik anak, peran keluarga adalah benteng utama dalam membentuk karakter anak. Hilang pola pendidikan dan pola asuh, mengakibatkan generasi semakin kehilangan jati dirinya, secara langsung telah menciptakan lingkungan yang rusak. Ditambah dengan kecanggihan teknologi, informasi semakin mudah tanpa melihat buruk dan baik, telah membentuk kepribadian pembebek, karena apa yang tonton kerap menjadi sesuatu yang ditiru oleh mereka. Sehingga, mereka tidak memiliki pandangan kuat dalam menghadapi kehidupan. 

Sikap keterbukaan menerima informasi apa pun, telah menjadi makanan sehari-hari. Padahal apa yang mereka lihat, bukan sekadar informasi saja, namun dibalik itu semua tersimpan pandangan hidup yang penuh dengan kebebasaan yang menjadi panutan mereka. Kebebasaan tanpa batas, adalah konsekuensi, diterpakan sistem kapitalis, yang saat ini tidak mungkin bisa dibendung. Apa lagi sistem kapitalis sekuler, sangat menjauhkan agama dari kehidupan. Sehingga, tumbuh kembang anak tidak sejalan dengan pemahaman aqidah, yang seharusnya menjadi fondasi awal pemikiran anak. 

Derasnya kapitalis, telah sampai pada akar pendidikan Yaitu, adanya kurikulum merdeka yang semakin membuat peserta didik sangat sulit dipahamkan aqidah Islam. Wajar, lahirnya peserta didik sekarang sangat sulit dikendalikan. Guru, adalah orang yang akan merasakan langsung buruknya kepribadian peserta didik. Kurikulum merdeka pun telah memandulkan peran guru, karena guru telah disibukan oleh adminstrasi pendidikan yang benar-benar telah menguras tenaga dan pikiran. Sehingga, guru ketika menghadapi peserta didik, dengan segala permasalahannya, sangat mungkin bersikap agresif karena besarnya tuntutan dan tekanan. 

Keadaan ini adalah, konsekuensi diterapkannya sistem kapitalis. Sungguh sulit, apabila di zaman sekarang, guru mampu mencetak peserta didik menjadi generasi yang unggul. 

Kurikulum Islam Berbasis Aqidah 

Kurikulum pendidikan Islam, adalah fondasi awal yang membentuk kepribadian peserta peserta didik. Pendidikan Islam merupakan, pemahaman yang di dalamnya terdapat pandangan hidup, yang mengarahkan peserta didik untuk taat kepada Allah. Pemahaman ini, yang akan membentuk kepribadian dan pola sikap yang sesuai dengan syariat Islam. 

Ketaatan kepada Allah, akan melahikan generasi yang mulia yang menjadikan Allah sebagai tujuan. Wajar saat pendidikan Islam diterapkan, muncul para ilmuwan soleh yang telah memberikan warisan kepada dunia. 

Begitu pun, dengan guru yang harus memiliki pemahaman Islam yang benar, karena guru adalah sosok teladan, wasilah tersampaikan ilmu. Guru dalam pandangan Islam, sebagai penggerak utama dalam melahirkan generasi yang unggul yang akan melanjutkan estafet kejayaan Islam. Profesi guru adalah jalan menuju kebaikan, hal ini disampaikan oleh 

Rasulullah melalui hadis, yang berbunyi: 

كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ

Artinya: Mereka semua berada dalam kebaikan. Kelompok pertama membaca Al-Qur'an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Dia akan memberi (apa yang diminta) mereka. Sementara kelompok yang kedua belajar mengajar, dan sesungguhnya aku diutus untuk menjadi guru (HR Ibnu Majah).

Di sisi lain, negara memberikan fasilitas gratis untuk pendidikan ,dan memenuhi kebutuhan guru atau pun peserta didik. Negara mempunyai kewajiban, memberikan infrastruktur yang memadai untuk mempermudah kebutuhan pendidikan. 

Alhasil, apabila dijalankan peran dan tanggung jawabnya oleh negara, maka pendidikan Islam akan mampu mencetak guru yang hebat dan peserta didik berkualitas. Wallahu'alam.