-->

Malangnya Nasib Guru di Sistem Kapitalis Sekuler

Oleh : Mutia Syarif 
Blitar, Jawa Timur 

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Ucapan tersebut sungguh menggambarkan realita nasib seorang guru, yang tidak pernah menerima tanda jasa atas pengorbanan yang diberikan. Menjadi seorang guru di sistem rusak seperti hari ini, bagai buah simalakama. Di satu sisi tugas guru mendidik siswanya, di lain sisi guru bisa dipidana saat “mendidik” siswanya. Pasalnya, beberapa upaya dalam mendidik siswa sering di slaah artikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Kekerasan memang tidak dibenarkan, terkhusus dalam dunia pendidikan. Namun dengan adanya kekeliruan mengartikan antara mendidik anak dengan melakukan kekerasan, akan berujung munculnya keraguan pada seorang guru dalam menasehati siswanya.

Seorang guru di SMAN 2 Sinjai Selatan, yaitu guru honorer bernama Mubazir yang dipenjara akibat laporan dari orangtua wali. Guru Mubazir memotong paksa rambut seorang muridnya yang gondrong mengingat telah diberi peringatan sebelumnya selama satu minggu, tapi siswa tersebut tidak mengindahkanya. Guru Darmawati di SMAN 3 Parepare juga harus mendekam di penjara dan menghadapi panjangnya proses persidangan karena tuduhan melakukan pemukulan terhadap siswa yang membolos shalat jamaah Dzuhur. Padahal Darmawati hanya menepuk pundak siswa tersebut dengan mukena. Hasil visum juga menunjukan tidak ada luka sedikitpun di pundak siswa tersebut. (Kompas.com, 30 Oktober 2024)

Ini hanya segelintir kasus yang mengenai para guru di tanah air. Salah satu yang menjadi penyebab hal ini terjadi adalah kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara guru, orangtua, masyarakat juga negara. Akibatnya timbul berbagai gesekan antara berbagai pihak termasuk mengkritisi langkah guru dalam mendisiplinkan muridnya. Alih-alih diapresiasi, para guru malah bisa terjerat berbagai pasal kekerasan dalam upaya melakukan tindak kedisiplinan pada siswa. Lalu apa yang terjadi jika para guru sudah enggan menegur siswa yang berbuat salah, akan jadi apa generasi penerus bangsa?

Dalam Islam, profesi guru sangat dimuliakan. Karena melalui tangan mereka, akan lahir generasi cemerlang yang tangguh dan cerdas dan juga kuat akidahnya. Pemerintah dalam sistem Islam sangat menjamin kesejahteraan guru, sehingga profesionalitas guru dapat senantiaa terjaga. Dan guru dapat fokus mendidik dan membentuk karakter siswa sesuai dengan kurikulum pendidikan Islam.

Pada masa Khalifah Umar bin Al-Khattab r.a. para guru sangat sejahtera. Demi sebuah kemajuan pendidikan beliau membayar gaji para pengajar sebesar 15 dinar setiap bulan. Hal ini dituliskan dalam buku berjudul ‘Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab” karangan Dr. Jaribah bin ahmad Al-Haritsi. Jika kita gunakan dinar versi Rasulullah SAW, maka gaji guru pada masa khalifah Umar Ibn Khattab dengan 15 dinar setara dengan 33 juta/bulan. Sebuah angka atau nominal pendapatan guru yang sangat fantastis jika direalisasikan untuk kehidupan saat ini. Bandingkan dengan gaji rata-rata guru honorer di Indonesia antara Rp 600.000, Rp 800.000, Rp 1.200.000, dan mentok di angka Rp 3.000.000 pas. Bahkan ada guru honorer yang pernah digaji 0 Rupiah di masa UTS karena tidak mendapat jam mengawas.

Tak akan ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan dalam islam. Karena negara akan memahamkan semua pihak tentang sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang jelas, dan meniscayakan adanya sinergi dari setiap lapisan baik guru, orangtua, masyarakat bahkan negara. Sehingga tujuan pendidikan dalam Islam dapat tercapai secara maksimal. Kondisi ini menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya.

Wallahu'alam