-->

Maraknya Kriminalisasi Guru, Di Mana Perlindungan Negara?


Maraknya Kriminalisasi Guru, di Mana Perlindungan Negara?
Oleh : Isna 

Permasalahan pendidikan di tanah air semakin kompleks akibat semakin maraknya kriminalisasi terhadap guru. Ada sejumlah kejadian dimana guru  dituduh melakukan kekerasan terhadap siswa dan dilaporkan ke pihak berwajib, serta direndahkannya harkat dan martabat (kehormatan) guru. Padahal, mereka hanya ingin mendisiplinkan siswanya agar bisa menjalankan perannya sebagai guru. Hal ini sangat menyedihkan karena guru merupakan pemberi ilmu yang sangat menentukan kualitas pendidikan sebuah bangsa.

Misalnya saja kasus guru bernama Supulyani di Konawe, Sulawesi Tenggara, yang belakangan mendapat perhatian media. Supriyani dipenjara karena menganiaya terhadap seorang siswa kelas satu, yang kemudian ternyata adalah anak seorang polisi. Pak Supriyani membantah keras hal tersebut, namun kasusnya masih berlanjut. Seorang guru relawan yang telah mengajar selama 16 tahun  menjelaskan bahwa ia diminta oleh kepala desa untuk membayar dana perdamaian senilai Rp 50 juta kepada orang tua siswa yang mengaku anaknya mengalami penganiayaan.Menurut tokoh desa, jika uang perdamaian kurang dari nominal tersebut, maka orang tua siswa tidak akan menerimanya. Namun Supriyani enggan membayar karena tidak punya uang sebanyak itu, selain karena merasa tidak bersalah. Ia mengaku gajinya hanya Rp 300.000 per bulan dan dibayarkan setiap tiga bulan.


Lihatlah betapa banyak kejadian akhir-akhir ini yang merendahkan guru seolah-olah mereka tidak layak menjadi guru. Seperti kasus baru-baru ini  seorang guru yang dituduh melakukan kesalahan saat mengajar, termasuk memukul anak. Meski hanya sekedar teguran, namun diabaikan sehingga wajar jika marah. Namun masalah sepele ini bisa diselesaikan oleh pihak sekolah saja. Akan sangat keterlaluan jika dia kemudian dibawa ke pengadilan, menuntut kompensasi sebesar 50 juta, dipenjara, dibebaskan, dan  tidak  lagi diakui sebagai guru.

Pemerintah juga menyikapi fenomena kriminalisasi  guru dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 10 Tahun 2017 tuntuk melindungi guru dan tenaga kependidikan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini bertujuan untuk melindungi pendidik dan tenaga kependidikan dari kendala dalam pelaksanaan tugasnya. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa perlindungan mencakup aspek hukum, pekerjaan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan/atau hak  kekayaan intelektual.

Aspek perlindungan hukum antara lain meliputi tindakan kekerasan, intimidasi, perlakuan diskriminatif, intimidasi dan/atau ketidakadilan yang dilakukan oleh peserta didik, orang tua, masyarakat setempat, birokrasi dan pihak lain sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban dari penyalahgunaan. Guru di sistem saat ini menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Sebab, berbagai inisiatif pendidikan kerap disalahartikan oleh pelajar sebagai tindakan kekerasan terhadap anak. Guru berisiko dikriminalisasi karena undang-undang perlindungan anak. Di mata orang tua siswa, apapun yang dilakukan  guru terlihat sama salahnya dengan kita yang membesarkan anak tersebut.

Jika dicermati, semua permasalahan di atas sebenarnya bermula dari sistem kehidupan kapitalis sekuler. Hal ini karena, pertama, negara sekuler pasti menghasilkan undang-undang yang lemah. Alih-alih melindungi anak dan guru, undang-undang ini justru berpotensi saling serang. Kedua, institusi sekuler menjauhkan semua individu  dari agama. Banyak guru, siswa, dan orang tua  yang kesehariannya jauh dari agama, dan sulit mengendalikan emosi. Ketiga, karena sistem kehidupan kapitalis sekuler menghasilkan individu-individu materialistis, hal ini juga mempengaruhi tujuan pendidikan mereka. Banyak orang tua  menyekolahkan anaknya dengan tujuan  mengubah nasib ekonomi keluarganya. Dengan kata lain, pendidikan hanya didasarkan pada hasil materiil.

Tidak dapat dipungkiri bahwa guru-guru masa kini lahir dari sistem pendidikan  yang  berorientasi material, sekuler, dan kapitalis.Banyak guru yang mengajar hanya sebagai formalitas profesinya dan terpaksa fokus pada tujuan materi tanpa mengkhawatirkan nasib generasi. Sekali lagi, jika ada seorang guru yang tidak peduli dengan gaji yang rendah dan mengabdikan hidupnya untuk mengajar, dia akan direndahkan daripada dihukum seperti itu.


Mengajar adalah profesi mulia yang patut dihormati. Dialah pemilik ilmu sekaligus pemberi ilmu. Banyak dalil yang menjelaskan pentingnya dan kedudukan guru di mata Allah dan Rasul-Nya. Siapapun yang mengetahui tentang agama sangat memperhatikan sikapnya terhadap guru. Dengan begitu, guru pun akan diperlakukan dengan baik. Ia pun mengikuti nasehat gurunya karena ia yakin  itu baik untuknya juga.
 
Perlindungan  guru dan proses belajar mengajar yang optimal tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam. Islam mewajibkan negara untuk bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan hidup manusia, termasuk kebutuhan pendidikan. Negara akan secara serius mengatur permasalahan pendidikan warga negaranya agar  seluruh warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang setara dan bermutu. 

Negara harus menjelaskan kepada masyarakat bahwa tujuan pendidikan  Islam adalah mengembangkan karakter Islami dan membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan kehidupan. Dengan cara ini, seluruh pemangku kepentingan akan bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis Islam. Tujuan ini menjadikan  guru sebagai guru terbaik karena mereka percaya bahwa siswa dan orang tuanya  mempercayakan tugas mengajar kepada mereka. Dengan begitu, alih-alih mengkriminalisasi guru,  orang tua justru menghargai dan mendukung penuh konsep mendidik putra-putrinya.

Tidak hanya guru, siswa, dan orang tua yang berupaya mewujudkan tujuan pendidikan, tetapi juga negara sebagai penanggung jawab urusan umat untuk menjamin terwujudnya tujuan pendidikan Islam sepenuhnya. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan memperkenalkan kurikulum berdasarkan keyakinan Islam. Segala mata pelajaran dan metode pengajaran telah dipersiapkan tanpa menyimpang sedikitpun dari prinsip keimanan. Wallahu a’lam biashowab