Masalah Sektor pertanian Indonesia : Penurunan Harga Komoditas dan Kebijakan Subsidi Pemerintah, Solusikah?
Oleh : Efri Yani M.Pd (Aktivis Dakwah Lubuklinggau)
Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia yang menyumbang sebagian sebagian besar mata pencaharian dan pangan bagi penduduknya (40,32 juta orang bekerja di sektor ini - BPS 2022). Namun, belakangan ini sektor ini menghadapi sejumlah tantangan besar termasuk penurunan harga komoditas secara dratis, masalah kebijakan subsidi dan ketidakstabilan dalam distribusi pangan. Fenomena petani yang terpaksa membuang hasil panen karena harga yang anjlok menjadi contoh nyata dari krisis sistem ekonomi kapitalisme liberal.
Dianalisir dari berita tribun news jumat (8/mei/2020) petani cabai di garut, jawa barat mengalami penurunan harga yang drastis. Harga cabai turun dari Rp.60.000 per kilogram menjadi hanya Rp.10.000 per kilogram. Penurunan harga ini di sebabkan oleh panen melimpah dan tidak adanya langkah antisipatif dari pemerintah untuk mengatur distribusi. Selain itu, kebijakan impor cabai yang tidak terkoordinasi dengan musim panen lokal juga berkontribusi pada penurunan harga. Banyak petani terpaksa membuang cabai mereka karena tidak laku di pasaran dan tidak dapat menutup biaya produksi.
Begitu juga dengan kasus anjlok nya harga bawang putih di Brebes , Jawa Tengah (Liputan6.com 3/juni/2022) Mengalami penurunan tajam dari Rp.45.000 per kilogram menjadi hanya Rp.20.000 per kilogram. Penurunan ini di picu oleh kebijakan pemerintah yang mengimpor bawang putih dalam jumlah besar untuk menstabilkan harga dipasar nasional. akbatnya, petani lokal tidak dapat bersaing dengan harga impor dan mengalami kerugian finansial. Kebijakan ini menunjukan kurangnya dukungan dan perlindungan untuk petani lokal.
Serta kasus Fluktuasi Harga sayuran di Cianjur, Jawa barat dikutip dari INews.Id (24/Agustus/2024) mengalami fluktuasi harga yang ekstrem. Harga sayuran seperti tomat,wortel,dan kubis turun drastis selama panen raya karena over produksi. Sebaliknya, pada saat yang sama,harga sayuran melonjak di daerah lain akibat kekurangan pasokan. Pemerintah tidak memiliki kebijakan yang memadai untuk menstabilkan harga atau mendistribusikan hasil panen ke daerah yang kekurangan, sehingga petani di Cianjur mengalami kerugian. Selaras dengan kasus skandal import jagung pada tahun 2020 dikutip dari Kompas.Id (14/januari/2020), Direktur jendral tanaman pangan di kementrian pertanian suwandi terlibat dalam skandal yang melibatkan pemanfaatan kuota impor jagung. Dia dituduh memanipulasi data untuk mempermudah impor jagung dari luar negeri dan menerima keuntungan pribadi dari pengusaha yang memanfaatkan kebijakan tersebut.
Dari berbagai kasus diatas ada beberapa faktor penyebab nya:
1. Faktor External
Perubahan Iklim : Perubahan iklim yang ekstrem seperti La Nina (Peningkatan curah hujan eksternal) dan El Nino ( Kekeringan parah) mempengaruhi produksi pertanian, menyebabkan gagal panen di beberapa daerah dan fluktuasi harga yang ekstrem.
Gangguan Pasokan : Gangguan pasokan bahan baku dam energi , seperti krisis energi global mempengaruhi biaya produksi pertanian.
2. Faktor Internal
Manajemen produksi : Pola produksi yang seragam diantara produsen dapat menyebabkan panen serentak, yang pada gilirannya mempengaruhi harga pasar.
Kebijakan subsidi : Pengurangan atau pencabutan subsidi untuk pupuk,energi, dan alat pertanian meningkatkan biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga jual hasil panen.
Infrastrukur distribusi: Infrastruktur distribusi yang buruk menghambat arus distribusi hasil panen, menyebabkan penumpukan di daerah penghasil dan kekurangan di daerah konsumen.
3. Faktor kebijakan
a) Kebijakan Impor : Kebijakan impor pangan yang tidak terkendali menyebabkan penurunan harga komoditas domestik, mempengaruhi daya saing petani Local. Seperti kasus beras pada tahun 2022, impor beras indonesia mencapai 2,5 juta ton,seperti dilaporkan oleh kementrian perdagangan. Hal ini menyebabkan harga beras domestik turun,terutama didaerah-daerah penghasilan beras seperti jawa tengah dan jawa timur, dimana harga beras lokal turun sekitar 5-10% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan harga ini mempengaruhi pendapatan petani beras (Cnbc.indonesia 6/07/2022) dan juga kasus impor gula pasir yang tinggi pada tahun 2023 menyebabkan harga gula domestik menurun. Menurut data dari Asosiasi Gula Indonesia (AGI), harga gula domestik turun hingga 15% karena masuknya gula impor yang lebih murah mempengaruhi daya petani gula lokal dan industri pengolahan gula (bps.go.id 20/maret/2024).
b)Kebijakan subsidi : Kebijakan subsidi yang tidak konsisten atau pengurangan subsidi menyebabkan ketidakpastian dalam biaya produksi dan harga jual,menyulitkan petani dalam perencanaan dan pengelolaan usaha karena pemerintah hanya melakukan penyesuian harga bahan bakar seperti solar dan bensin yang berdampak pada biaya operasional alat pertanian dan pemerintah juga mengurangi subsidi pupuk untuk beberapa jenis pupuk seperti pupuk area untuk mengatasi defisit fisikal.
Politik ekonomi dalam islam menawarkan solusi alternatif yang komperhensif dan berkelanjutan untuk masalah masalah ini. Solusi ini melibatkan:
1.Intensifikasi dan Ekstensifikasi pertanian :
-Intensifikasi: memberikan modal dan subsidi untuk saranan produksi pertanian (saprotan) seperti benih,pupuk,dan obat-obatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang sudah ada
-Ekstensifikasi : meningkatkan luasan lahan pertanian dengan memberikan akses kepemilikan tanah melalui penghidupan tanah mati (ihya'ul mawat) dan pemagaran (tahjir). Pemerintah dapat memberikan tanah pertanian (iqtha') kepada indivindu yang mampu mengelolanya.
2. Pemetaan Daerah Produksi: Menciptakan sentra produksi pertanian berdasarkan karakteristik lahan dan iklim,seperti sentra hortikultura atau lumbung padi. Ini akan meningkatkan efisensi dan produktivitas pertanian.
3. Pengendalian Alih fungsi lahan : Mencegah alih fungsi lahan nonpertanian dengan memastikan bahwa hanya daerah yang kurang subur yang di perbolehkan untuk pengembangan perumahan dan industri
4. Pembangunan infrastrukur Pertanian: membangun infrastrukur yang mendukung distribusi sarana produksi pertanian (saprotan) dan hasil panen, termasuk jalan,fasilitas penyimpanan dan sistem komunikasi. Hal ini akan memperlancar distribusi dan memudahkan akses pasar bagi petani.
5. Pengurangan ketergantungan Impor: mengurangi volume impor pangan dan memastikan ketersediaan bahan pangan dari produksi domestik. Ini dapat membantu menjaga harga pangan domestik dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
6. Kesejahteraan Petani: meningkatkan kesejahteraan petani dengan memastikan mereka memiliki daya beli yang baik dan dapat memperoleh komoditas pangan sesuai dengan standar kecukupan gizi. Ini akan mencegah kerawanan pangan dan kelaparan.
Masalah dalam sektor pertanian indonesia, termasuk penurunan harga komoditas, kebijakan subsidi yang tidak konsisten dan masalah distribusi mempengaruhi kesejahteraan petani dan ketersedian pangan. Solusi yang komperhensif dan terencana diperlukan untuk mengatasi ini secara efektif. Pendekatan berbasis politik ekonomi islam menawarkan solusi yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian,mengelola sumber daya pangan dengan lebih baik dan memastikan kesejahteraan petani. Dengan implementasi kebijakan yang tepat dan dukungan yang konsisten, sektor pertanian dapat berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh rakyat. Namun semua itu hanya bisa di laksanakan ketika landasan dasar negara dan landasan politik ekonominya tunduk terhadap aturan Islam dalam bingkai khilafah Islamiyyah.
Wallahu 'alam bishawab.
Posting Komentar