-->

Membedah “Underground Economy”: Solusi APBN atau Pengkhianatan Nilai Spiritual?

Oleh : Novi Ummu Mafa

Wacana pengenaan pajak terhadap judi online sebagai bagian dari upaya meningkatkan pendapatan negara, terutama dalam konteks "Underground Economy" atau ekonomi bawah tanah, kembali mencuat ke publik. Pemerintah, melalui pernyataan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, menyoroti potensi ekonomi yang besar dari aktivitas ini, yang konon mencapai nilai Rp1.968 triliun berdasarkan penelitian. (cnbcindonesia.com, 29-10-2024). 

Rencana ini bukanlah hal baru, karena telah didiskusikan sejak masa pemerintahan sebelumnya. Meski memberikan prospek pendapatan, kebijakan ini menimbulkan dilema moral dan spiritual yang mendalam, terutama di negara dengan mayoritas penduduk muslim seperti Indonesia serta isu moralitas dalam regulasi pajak. 

Kritik Terhadap Sistem Sosio-Politik dalam Kebijakan Pajak

Pada dasarnya, sistem sosio-politik modern, yang kerap diwarnai oleh ideologi kapitalisme dan demokrasi, mengizinkan penggalian sumber daya yang dianggap “kurang ideal” jika dilihat dari perspektif agama. Dalam hal ini, kebijakan untuk memajaki perjudian online sebagai sumber pendapatan negara menunjukkan kelemahan moral dan ideologis dari sistem kapitalis, yang mengutamakan peningkatan APBN tanpa mempertimbangkan dampak etis dan spiritual. Ironisnya, praktik ini justru berpotensi melanggengkan kerusakan sosial dan ketimpangan ekonomi, karena perjudian tidak hanya menghancurkan keuangan individu tetapi juga mengikis etika masyarakat secara kolektif. Rencana ini, secara tidak langsung, menjustifikasi keberadaan perjudian dalam masyarakat dan mencerminkan suatu pengalihan tanggung jawab negara yang semestinya menghindarkan rakyat dari praktik yang dilarang.

Meskipun kebijakan ini diklaim dapat mengurangi aktivitas ekonomi bawah tanah dan menambah pendapatan negara, tidak ada jaminan bahwa negara akan mampu sepenuhnya mengendalikan efek negatif perjudian terhadap moralitas masyarakat. Bahkan, langkah ini berpotensi menormalisasi perjudian sebagai bagian dari ekonomi nasional. Hal ini jelas bertentangan dengan dasar moral dan nilai-nilai spiritual yang menjadi fondasi bangsa.

Pandangan ini sangat berbeda dari prinsip ekonomi Islam, yang menolak segala bentuk aktivitas yang dianggap haram atau berpotensi merusak tatanan sosial. Dalam konteks ini, kebijakan pajak judi online tampak tidak hanya kontradiktif dengan nilai-nilai agama, tetapi juga menunjukkan kelemahan sistem kapitalisme dalam mengatur ekonomi dengan bertanggung jawab secara sosial.

Dampak Sosial Perjudian dan Kontradiksi Moral

Berdasarkan riset empiris, perjudian membawa dampak destruktif yang nyata, seperti ketergantungan, keretakan keluarga, dan degradasi nilai sosial. Menjadikan judi online sebagai sumber pajak sama dengan memperkuat mekanisme yang telah terbukti merusak. Bahkan dalam Al-Qur'an, perjudian disebut sebagai perbuatan keji dan termasuk dalam kategori amal setan yang harus dijauhi, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Ma'idah ayat 90-91:

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (minuman keras), berjudi, (berkurban untuk) berhala, (mengundi nasib dengan) panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung..."

Islam secara tegas melarang perjudian dan praktik yang mengandung ketidakpastian atau gharar, sebagaimana dijelaskan dalam surah diatas. Dalam pandangan Islam, keuntungan dari aktivitas yang diharamkan seperti perjudian tidaklah bersifat berkah, sehingga tidak akan memberikan manfaat yang baik bagi negara dan rakyat dalam jangka panjang. Selain itu, hadis Nabi SAW dengan jelas menyebutkan bahwa "Sesungguhnya pemungut pajak yang zalim akan berada di neraka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud), hal ini menunjukkan penekanan Islam terhadap kebijakan perpajakan yang adil dan bersih dari hasil aktivitas haram.

Pendapatan dari sumber yang tidak sesuai dengan syariat berpotensi membawa kerusakan moral di tengah masyarakat, menambah kesenjangan sosial, dan pada akhirnya memperburuk ketidakstabilan sosial. Jika praktik ini dilegalkan dengan dalih untuk menambah pemasukan negara, maka kita menghadapi risiko besar yang dapat merusak tata sosial dan nilai spiritual bangsa, terutama mengingat Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim.

Evaluasi Efektivitas Pendekatan Pajak dalam Mengatasi Defisit APBN

Data empiris menunjukkan bahwa meskipun underground economy dapat menghasilkan pendapatan tinggi, namun kontribusinya terhadap APBN dalam jangka panjang sangat diragukan, terutama bila aktivitas tersebut bertentangan dengan norma agama dan sosial. Berdasarkan riset dari Universitas Indonesia, aktivitas perjudian diperkirakan bernilai sekitar 1968 triliun rupiah. (cnbcindonesia.com, 29-10-2024). Namun, ini adalah angka teoretis yang tidak memperhitungkan kerusakan sosial dan moral yang akan timbul dari penerimaan negara melalui pajak judi.

Bahkan, jika dibandingkan dengan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan konsep kepemilikan umum, pendapatan dari pajak perjudian tidak sebanding. Islam menawarkan solusi yang lebih komprehensif melalui sistem keuangan yang mengedepankan konsep baitul mal. Dalam sistem ini, pendapatan negara diperoleh dari sumber yang halal dan adil, seperti pengelolaan sumber daya alam tanpa privatisasi, zakat, dan pengelolaan kepemilikan negara yang sah. Dengan kata lain, negara sebenarnya memiliki pilihan lain yang lebih bermoral dan berkeadilan untuk memperkuat anggaran tanpa melibatkan aktivitas haram.

Solusi Sistem Keuangan Berbasis Nilai dalam Sistem Islam

Pendekatan pajak terhadap judi online menandakan kelemahan dalam sistem demokrasi kapitalis yang mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa panduan moral. Solusi hakiki dalam sistem ekonomi Islam menawarkan solusi keuangan yang lebih berkelanjutan dan beretika. Dalam konteks ini, penguatan baitul mal dapat menjadi sumber pemasukan negara yang dapat menggantikan peran pajak judi. Negara harus mendorong sektor-sektor ekonomi produktif yang halal, mengembangkan industri yang menciptakan nilai tambah, dan memaksimalkan distribusi kekayaan secara adil melalui zakat dan pengelolaan aset publik.

Selain itu, penting bagi negara untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar menghasilkan pemasukan yang lebih berkelanjutan. Mengembalikan kontrol atas sumber daya alam kepada negara, serta menghentikan privatisasi yang berlebihan, akan memberikan dampak ekonomi positif tanpa harus mengorbankan nilai moral dan agama.

Khatimah

Pengenaan pajak atas perjudian online memperlihatkan dilema moral dan ideologis yang dihadapi negara dalam sistem sosio-politik kapitalis. Dari perspektif Islam, perjudian tetap merupakan aktivitas yang dilarang dan tidak sepatutnya dijadikan sumber pendapatan negara. Untuk menghindari dampak negatif moral dan sosial, negara sebaiknya mengutamakan sumber pendapatan yang halal, berkah dan beretika.

Untuk memperkuat APBN harus sejalan dengan nilai-nilai agama dan moral, tidak sekadar mengejar target pajak dengan mengabaikan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya menjadi pedoman. Sudah saatnya negara melakukan refleksi mendalam terhadap kebijakan fiskal dan ekonomi, serta mempertimbangkan penerapan sistem keuangan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yakni dengan kembali pada sistem Islam.