Mengaktivasi Peran Gen-Z menjadi Generasi Tangguh, butuh Solusi Menyeluruh
Oleh : Ummu Maryam
Di lansir dari JAKARTA, KOMPAS — Identitas remaja yang diduga bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi, Selasa (22/10/2024), hingga kini masih ditelusuri. Terlepas dari siapa sosoknya dan apa pun motifnya, insiden remaja bunuh diri ini memberikan gambaran adanya problem kerapuhan mental generasi muda.
Seperti diberitakan sebelumnya, di liput dari Kompas.id (23/10/2024), seorang remaja laki-laki melompat dari gedung parkir sepeda motor Metropolitan Mall, Bekasi. Remaja itu mengenakan kemeja lengan panjang dan celana panjang putih tanpa disertai bet di kantong kemeja.
Saat ini, banyak Gen Z juga terjebak dalam arus gaya hidup rusak, mulai dari FOMO, game online, judi online (judol), seks bebas, konsumerisme, dan hedonisme. Ini makin menguatkan persepsi publik bahwa Gen Z seolah-olah bukan generasi mumpuni, padahal semua kasus yang terjadi itu adalah masalah sistemis yang tidak berdiri sendiri. Lantas, bagaimana semestinya mengaktivasi Gen Z agar tidak menjadi generasi cemas, melainkan generasi emas?
Realitas generasi makin buruk ketika mereka dikendalikan oleh Kurikulum Merdeka. Sudahlah di satu sisi mereka dipaksa membayar biaya pendidikan yang mahal, di sisi lain mereka terjebak kurikulum liberal. Kurikulum Merdeka juga membuat generasi makin kehilangan ruh pendidikan, yakni aspek menuntut ilmu agar bisa meraih keberkahannya. Kurikulum tersebut hanya fokus pada hasil tanpa memberikan jejak kebaikan bagi pengajar maupun peserta didik. Hal ini tampak pada tidak adanya lagi konsep “tinggal kelas” dan “harus bisa lulus” bagi anak-anak pada usia sekolah.
Parahnya, pengaruh konten liberal di media menyebabkan generasi menjadikan sekolah sebagai tempat untuk melakukan perundungan kepada sesama peserta didik. Bahkan tindak kejahatan yang di luar nalar, seks bebas, dan perilaku seksual menyimpang banyak dilakukan oleh anak-anak belia yang tidak kita sangka mampu melakukannya.
Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, kurikulum yang ada membiasakan para intelektual berpikir instan serta sekadar meraih gelar. Hal ini tentu mencederai muruah kampus sebagai tempat untuk mencetak para calon pemimpin peradaban. Institusi perguruan tinggi lebih sibuk dengan reputasi internasional, tetapi abai dengan pemanfaatan keilmuan dari para pakar mereka untuk masyarakat luas dalam wujud kebijakan nasional. Tidak heran, ketika jurnal internasional terindeks Scopus dirasakan terlalu sulit diraih dan berbiaya mahal, pilihan mereka pun jatuh pada jurnal predator.
Problematik sistemis generasi tidak boleh kita biarkan terus terjadi. Rapuh dan rusaknya kondisi mereka secara umum adalah dampak penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Kolonialisme Barat di negeri-negeri muslim turut meninggalkan jejak kerusakan pemikiran pada kaum muslim. Hampir seluruh wilayah dunia Islam disekularisasi sehingga berjalan mengikuti UU sekuler Barat karena tentu saja Barat sangat menghendaki agar kaum muslim jauh dari aturan Islam. Ini adalah upaya untuk melemahkan kekuasaan Islam global yang sebelumnya berada di tangan pemerintahan Khilafah Utsmani di Turki. Yang jauh lebih buruk lagi, sekularisasi kaum muslim memosisikan mereka sampai pada kondisi yang tidak lagi butuh terhadap agama. Kita bisa memotret kerusakan generasi ini setidaknya dari sistem pendidikan. Metodologi pendidikan sekuler Barat masih diterapkan di seluruh negeri-negeri muslim. Kondisi ini berbahaya karena menghasilkan “pasukan besar” para pengajar yang menjaga dan melestarikan metodologi tersebut. Hasil keluarannya juga jelas, yakni generasi pragmatis dan sekuler.
Kita harus mengakui bahwa produktivitas besar Gen Z saat ini jelas-jelas dibajak dan disesatkan oleh sistem rusak demokrasi sekuler kapitalisme. Untuk itu, solusi tuntasnya harus pula secara sistemis yaitu dengan mengganti sistem yang tegak saat ini dengan sistem Islam (Khilafah).
Generasi muda adalah kunci kebangkitan. Potensi ini harus diaktivasi agar tidak buyar di tengah jalan. Perjalanan panjang menuju tegaknya Khilafah tidak bisa diisi oleh generasi rapuh, melainkan harus generasi tangguh. Untuk itu, Islam akan memberikan mereka arah dan tujuan yang jelas. Dengan Islam, generasi muda akan ditempa melalui proses pembinaan mengenai akidah Islam, aktivitas dakwah menuju tegaknya Khilafah, serta gerakan dakwah yang memperjuangkan cita-cita untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan meneladani metode dakwah Rasulullah SAW.
Konsep ini sangat penting bagi pengarahan identitas dan produktivitas generasi sebagaimana Rasulullah SAW. Membina para sahabat di Makkah untuk mempersiapkan mereka menjadi bibit-bibit unggul menuju tegaknya Daulah Islam yang pertama di Madinah sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam kafah.
Pada awal dakwahnya, Nabi SAW. mengajak orang-orang yang telah siap menerima dakwahnya tanpa melihat usia, kedudukan, jenis kelamin, dan asal usulnya. Beliau mengajak semua umat manusia dan menuntut kesiapan mereka untuk menerima Islam. Rasulullah SAW membina mereka, kemudian menghimpun mereka dalam sebuah kutlah (kelompok) dan bersama-sama mengemban dakwah. Kutlah ini terdiri dari kaum laki-laki dan perempuan yang kebanyakan mereka dari kalangan pemuda. Mereka mengimani Rasul SAW, menaatinya, dan menekuni dakwah bersama beliau.
Saat proses hijrah ke Madinah, para tokoh-tokoh muda Madinah juga mengambil posisi terdepan menyambut dakwah Rasulullah SAW hingga mereka siap menyerahkan kekuasaan kepada beliau untuk tegaknya Daulah Islam di sana. Hijrah adalah momentum yang telah menandai peralihan tahapan dakwah dari tahap pembinaan dan interaksi ke tahap penerapan hukum-hukum Islam di tengah masyarakat. Negara tersebut menjadi pusat pembangunan masyarakat yang berdiri di atas fondasi kukuh sehingga mampu menjadi pusat persiapan kekuatan untuk melindungi negara dan menyebarkan dakwah.
Berpijak dari seluruh rangkaian aktivitas dakwah Rasulullah SAW. tersebut, penting bagi generasi muda untuk memahami tujuan dan visi misi hidup hakiki yang berlandaskan akidah Islam serta menapaki jalan kebangkitan dan perubahan pemikiran, termasuk konsekuensi amar makruf nahi mungkar sebagai sebuah kewajiban (fardu ain). Selanjutnya, mereka harus bergabung dengan sebuah jamaah dakwah yang meneladani metode dakwah Rasulullah SAW. serta mencita-citakan tegaknya kembali kehidupan Islam melalui tegaknya Khilafah.
Jamaah dakwah itulah yang berperan untuk mengaktivasi peran para Gen Z melalui pembinaan dengan tsaqafah Islam ideologis dengan proses talqiyan fikriyan (proses menjadikan ilmu menjadi pemahaman dengan proses berpikir). Proses pembinaan ini berjalan intensif dan tidak instan sehingga benar-benar akan menghasilkan para pengemban dakwah yang siap menghadapi segala onak duri yang menghadang dakwah. Kematangan tsaqafah serta perpaduan pola pikir dan pola sikap yang mereka peroleh selama pembinaan menjadi bekal untuk menjadi pengemban dakwah yang tangguh.
Wallahu a'lam bissawab.
Posting Komentar