Menghidupkan Spirit Gen Z: Perjuangan Menuju Islam Kafah
Oleh : Ummu Aqila
Generasi Z Indonesia kini menghadapi tantangan besar dalam kesehatan mental dan sosial yang dipicu oleh tekanan hidup dan sistem yang tidak selalu berpihak pada perkembangan mereka. Berdasarkan survei kesehatan mental remaja nasional I-NAMHS, tercatat satu dari tiga remaja di Indonesia, atau sekitar 15,5 juta orang, mengalami masalah kesehatan mental. Sebanyak 2,45 juta remaja bahkan didiagnosis mengalami gangguan mental, termasuk kecemasan, depresi, PTSD, dan ADHD. Tekanan akademik, perundungan siber, serta perubahan sosial turut memperparah kondisi ini, sementara akses pengobatan untuk Gen Z masih terbatas.
Tragedi yang melibatkan anak muda, seperti kasus bunuh diri di Metropolitan Mall Kompas.id (23/10/2024), dan kejadian serupa di Jabodetabek, Sebelumnya, pada Selasa (27/8/2024), seorang remaja berinisial NP (14) juga mengakhiri hidupnya di rel kereta api Stasiun Lemah Abang, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Tragisnya, kasus bunuh diri tidak hanya terjadi di kalangan remaja, tetapi juga melibatkan anak-anak sebagai korban ketika orangtua mereka mengakhiri hidup. Salah satu contohnya adalah peristiwa bunuh diri satu keluarga yang terjadi di Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu (9/3/2024) menjadi peringatan bahwa urgensi kesehatan mental remaja tidak bisa lagi diabaikan. Sehingga WHO menekankan pentingnya kebiasaan sehat dan lingkungan suportif dalam mendukung kesehatan mental.
Kesehatan mental sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimanana Gen Z hidup. Realitanya sekarang Gen Z hidup di bawah pengaruh tekanan kapitalisme yang mempromosikan kebebasan semu dengan tuntutan finansial dan sosial yang membebani. Banyak dari mereka terjebak dalam gaya hidup Fear of Missing Out (FOMO), konsumerisme, dan hedonisme akibat arus media sosial yang merajai keseharian mereka. Algoritma media sosial cenderung memusatkan kendali informasi pada perusahaan besar, membatasi pandangan yang berbeda demi kepentingan ekonomi mereka. Gen Z, meskipun terkenal peduli pada isu sosial dan lingkungan, sering kali menjadi sasaran eksploitasi "greenwashing" dan "social washing" demi keuntungan korporat.
Di sisi lain sistem pendidikan dan pasar kerja, alih-alih mendorong pengembangan diri, justru sering memfokuskan mereka pada tuntutan pasar yang menekan jati diri. Di tengah kebebasan yang timpang ini, mereka rentan terhadap polarisasi opini karena narasi yang bias terhadap kepentingan modal.
Jika kita mencermati realitas hingga 2024, menjadikan kita pesimis dengan masa depan generasi muda yang tampuknya saat ini tengah dipegang oleh kalangan Gen Z. Ini makin menguatkan persepsi publik bahwa Gen Z seolah-olah bukan generasi mumpuni, padahal semua kasus yang terjadi itu adalah masalah sistemis yang tidak berdiri sendiri. Lantas, bagaimana semestinya menghidupkani Spirit Gen Z agar tidak menjadi generasi lamah, melainkan generasi emas?
Menghidupkan Spirit Islam di Kalangan Generasi Z
Generasi Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk dalam membangun sistem kehidupan yang shahih. Di tengah keterpurukan akibat sistem demokrasi kapitalis, bonus demografi bisa menjadi bom waktu jika Gen Z terlena dalam kondisi ini. Namun, potensi Gen Z akan menjadi kekuatan yang tak tertandingi apabila diarahkan ke jalur yang benar, yaitu Islam. Produktivitas Generasi Z yang tinggi, terutama dalam penguasaan teknologi yang belum dimiliki generasi sebelumnya, perlu diarahkan untuk membangkitkan spirit Islam sebagai kekuatan yang akan membawa kebangkitan.
Sistem Islam hanya bisa ditegakkan oleh generasi yang hebat, tangguh, dan visioner. Oleh karena itu, menghidupkan potensi spirit Islam pada Generasi Z sangat penting. Dengan Islam, mereka akan mendapatkan jalan dan tujuan yang jelas. Dalam proses ini, Generasi Z akan dididik tentang akidah Islam melalui pembinaan dan gerakan dakwah yang bertujuan membangun kembali kehidupan Islam. Konsep ini sangat penting untuk mengarahkan identitas dan produktivitas generasi.
Sebagaimana Rasulullah saw. membina para sahabat di Makkah sebagai persiapan mereka menuju Khilafah, beliau memulai dakwahnya dengan mengajak semua yang siap menerima tanpa memandang usia, kedudukan, jenis kelamin, atau asal-usul. Rasulullah saw. menghimpun mereka dalam sebuah kutlah (kelompok) dan bersama-sama mengemban dakwah. Kelompok ini terdiri dari laki-laki dan perempuan, kebanyakan dari kalangan pemuda, yang mengimani, menaati, dan menekuni dakwah bersama beliau.
Peran pemuda juga sangat penting dalam perjalanan menuju Madinah, di mana para pemuda Madinah menyambut risalah Nabi Muhammad saw. Mereka bahkan siap menyerahkan kekuasaan untuk mendirikan Daulah Islam di sana. Hijrah menjadi dorongan yang menandai peralihan dari tahap pembinaan dan interaksi dakwah menuju penerapan syariat Islam di masyarakat.
Berdasarkan seluruh rangkaian dakwah Nabi saw., penting bagi generasi muda untuk memahami tujuan hidup berdasarkan akidah Islam, serta menyadari pentingnya Amar Makruf Nahi Munkar sebagai kewajiban (fardhu ain) untuk meraih perubahan. Generasi ini perlu bergabung dalam jemaah dakwah yang meneladani metode Rasulullah saw. dalam mencita-citakan tegaknya kehidupan Islam melalui Khilafah.
Jemaah dakwah berperan penting dalam menghidupkan spirit Generasi Z melalui pembinaan ideologi Islam yang mendalam. Proses ini berjalan intensif, mengedepankan pemahaman yang matang dengan perpaduan pola pikir dan pola sikap yang mereka dapatkan. Dengan proses pembinaan ini, akan lahir para pengemban dakwah yang tangguh dan siap menghadapi tantangan.
Wallahu a'lam bishawab.
Posting Komentar