-->

Mental Illnes Pada Remaja Merajalela Akibat Sekularisasi Kehidupan di Segala Bidang

Oleh : Dewi Ummu Azkia

Mental Illnes atau Gangguan Mental kini menjadi sorotan seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia terutama di wilayah perkotaan, dimana kehidupan masyarakatnya lebih beragam latar belakangnya dan cenderung individualis. 

Terlebih lagi, kesehatan mental untuk remaja menjadi sangat penting untuk dijaga karena usia remaja yang saat ini lebih dikenal dengan generasi zet atau gen z adalah masa-masa yang rentan terkena mental illnes dan usia remaja merupakan periode yang sangat penting untuk pembentukan kepribadian.

Kesehatan mental yang baik pada remaja dapat membuat mereka merasa tentram dan tenang, sehingga dapat produktif dan bertumbuh menjalankan fungsi-fungsinya dalam masyarakat dan keluarga.
Demikian sebaliknya remaja yang kesehatan mentalnya terganggu akan tumbuh menjadi manusia yang tidak produktif, bahkan cenderung mengganggu atau bisa jadi malah membahayakan. 
 
Akhir -akhir ini, kasus-kasus yang berkaitan dengan kesehatan mental semakin marak, dampak paling fatal akibat mental illnes adalah bunuh diri, dimana hal ini merupakan puncak dari keparahan perilaku akibat buruknya kesehatan mental seseorang. 

Seperti yang terjadi di Bekasi baru-baru ini, di mana ada dugaan kasus bunuh diri. Pelakunya adalah seorang pelajar laki-laki tanpa identitas berusia sekitat 15 tahun, memakai pakaian seragam SMA, ditemukan tewas di area parkiran motor mal, diduga ia melompat dari rooftop mal tersebut. Ditemukan pula secarik kertas terselip di dalam topi korban yang bertuliskan sebuah pesan yang mengisyaratkan korban tengah dirundung kesedihan. Bahkan, di akhir kalimat pesannya, korban menyatakan dirinya sebagai orang yang gagal.
Setelah penyelidikan aparat, diketahui si pelaku berinisial AM (18), pelajar asal Jatiasih yang bunuh diri tersebut, dikenal pendiam. AM disebut tak pernah mencurahkan isi hatinya ke orang lain.
"Iya (pendiam), enggak pernah curhat, diam saja," ujar Kapolsek Bekasi Selatan Kompol Untung Riswaji saat dihubungi Kompas.com (Jumat, 25/10/2024).

AM hanyalah salah satu dari sekian remaja yang mengalami gangguan mental. Sungguh kasus-kasus seperti ini bak bola salju yang memenuhi berita di media sosial. 

Penyebab gangguan mental pada masyarakat termasuk generasi muda, sebagian besar tidak diketahui penyebabnya dan sulit dideteksi secara dini, sehingga langkah-langkah penanganannya pun menjadi sering terlambat. 

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya gangguan mental ada beberapa faktor, yakni faktor keturunan, biologis, trauma psikologis dan stres lingkungan. 

Pemerintah dalam hal ini, 
bisa diakui menanggapi maraknya gangguan mental yang terjadi. Pemerintah berupaya untuk tidak tinggal diam atas fenomena ini. 
Pemerintah sudah mengambil langkah-langkah penanganan, diantaranya membuka penanganan gangguan mental hingga tingkat Puskesmas, di mana kurang lebih 3.000 puskesmas di seluruh Indonesia telah membuka layanan kesehatan mental dan pelayanannya pun bisa dengan BPJS, sehingga diharapkan bisa memudahkan masyarakat menjangkau layanan ini. Untuk semakin memudahkan masyarakat, pemerintah juga membuka layanan kesehatan mental dengan daring. 

Akan tetapi, menggaris-bawahi penyebab utama gangguan mental adalah faktor ekonomi dan kestabilan keluarga, langkah-langkah penanganan yang diambil pemerintah menunjukkan kurang adanya langkah pencegahan yang mendasar yang bertumpu pada penyelesaian akar masalahnya. Padahal banyak sekali terjadi stres berat pada remaja, yang terakumulasi dalam waktu lama. Para penderita stres ini akan menjauh dari interaksi sosial sehingga merasa kesepian, seringnya mereka ini tinggal pada lingkungan perumahan yang buruk. Problematika keluarga akibat tekanan ekonomi, ruang digital yang menyediakan konten berbahaya, pemahaman agama yang sangat minim, sistem pendidikan sekuleristik, mengalami trauma psikologis yang signifikan merupakan faktor terbesar yang memperburuk kesehatan mental. Belum lagi faktor ide-ide berbahaya yang menjangkiti masyarakat seperti hedonisme, konsumerisme, materialisme, individualisme dan lain-lain.
 
Bisa disimpulkan, faktor-faktor penyebab ini merupakan masalah sistemik, yang tidak bisa disederhanakan. Maka, untuk mengurai masalah ini harus melihat secara sistemik dan harus diperhatikan solusi yang sistematik pula. 

Dalam Islam masalah ekonomi dan pendidikan adalah 2 faktor yang sangat penting dalam pencegahan gangguan mental remaja. 
Seorang bayi yang lahir ke dunia ini memiliki hak mendapatkan perawatan dan pendidikan orang tua nya dengan baik. Apabila kedua orangtuanya mampu mendidik dan merawat dengan baik, maka si anak tumbuh sehat lahir-batin dan menjadi manusia yang berguna dan hal ini tentu membutuhkan terpenuhinya kebutuhan dasar yakni kemampuan merawat fisik dan mental anak, yaitu terkait finansial keluarga dan kemampuan mendidik anak. Kemampuan mendidik ini pastilah terkait pendidikan kedua orangtua, bagaimana mereka memiliki kapasitas mendidik dengan baik, menciptakan keluarga yang harmonis yang akan sangat berpengaruh dengan kesehatan mental anak-anaknya, yang kesemuanya itu sangat-sangat membutuhkan peranan Negara. 

Negara akan memastikan semua laki-laki dewasa, yang memiliki tanggungan nafkah, akan mendapatkan pekerjaan atau mendapat kesempatan usaha guna memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga seorang istri akan tenteram dan fokus untuk mendidik anak-anaknya. Hal ini pasti akan berdampak positif pada perkembangan kejiwaan anak. 

Negara juga akan memastikan tidak ada perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga, yang akan berdampak disharmonisasi keluarga dan terbengkalainya pendidikan anak. 

Jika ada laki-laki dewasa yang udzur, sudah tidak bisa memenuhi kewajiban nafkah keluarganya dan keluarga dekat juga tidak bisa menanggung, maka kebutuhan pokok keluar tersebut akan ditanggung Negara. 

Untuk faktor pendidikan, maka dalam Islam mewajibkan manusia untuk memastikan orang dewasa yang mau menikah sudah memiliki kemampuan ilmu berumah tangga dan pendidikan anak. Secara sistemik, mereka harus terdidik berupa pendidikan berbasis aqidah yang kokoh, sehingga dengan demikian merekapun akan mendidik anak-anaknya dengan baik dan benar. Dari faktor pendidikan ini pula akan terbentuk sistem sosial yang baik, masyarakat yang terdidik dengan tsaqofah Islam, akan terbentuk masyarakat yang baik, tenteram dan saling mengingatkan pada kebaikan. Dan ini juga merupakan peranan Negara untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang mengokohkan keimanan, mencetak generasi yang mencintai ilmu dan tidak mudah stres, sehingga menjadikan masyarakat menjadi manusia-manusia bermartabat. 

Terlaksananya 2 faktor penting dalam pencegahan gangguan mental remaja tersebut, tidak akan bisa terlaksana dalam sistem pemerintahan sekuler seperti saat ini. 

Kita hanya bisa berharap pada sistem Islam, karena Islam adalah agama sekaligus sistem kehidupan (way of life) yang datang dari Sang Maha Pencipta. Dimana Allahlah yang Maha Mengetahui kebutuhan seluruh makhluknya dan bagaimana cara memenuhinya. Sistem Islam mengatur setiap sendi kehidupan dan bertujuan agar manusia bisa menjalankan fitrahnya dengan baik. Maka seluruh aturan Islam itu menjaga kesehatan mental manusia, seperti tatanan pergaulan dan tatanan ekonomi yang saling berhubungan sehingga mampu menjaga kewarasan dan menghindari dari penyimpangan.

Wallahu'alam bishshowwab