-->

Pajak Makin Mencekik Rakyat, Sungguh Kapitalis Sistem Yang Tidak Bijak


Pajak Makin Mencekik Rakyat , Sungguh Kapitalis Sistem Yang Tidak Bijak

Oleh : Maulli Azzura

Sistem kapitalisme liberal benar-benar telah menjadi momok yang menakutkan bagi kehidupan. Berbagai sektor publik telah dijeratnya, bahkan penguasa tega memeras rakyatnya dengan dibebani hutang trilyunan rupiah. Harusnya negara yang dengan SDA melimpah ruah dikelola dengan baik yang bisa mensejahterakan rakyatnya, justru sebaliknya menjadi objek kekuasaan yang berhasil dikuasai oleh imperalis kapitalis. Dengan hutang yang menggunung, rakyat dipaksa untuk membayar dengan pungutan pajak yang semakin mencekik.

Posisi ULN Indonesia pada Agustus 2024 tercatat sebesar 425,1 miliar dolar AS, atau secara tahunan tumbuh sebesar 7,3%. Perkembangan ULN tersebut bersumber dari sektor publik dan sektor swasta. (www.bi.go.id 14/10/2024)

Harapan rakyat adanya pergantian pemimpin-pun sirna, bahkan malah semakin memperburuk keadaan ekonomi rakyatnya, bagaimana tidak?. Sri Mulyani selaku menteri perekonomian menerbitkan permen terkait kenaikan iuran pajak 12%. Tentu dampaknya akan meluas diberbagai sektor penting. Angka tersebut akan berimbas pada naiknya harga barang dan kebutuhan pokok lainnya. Dan tentu saja akan mempersulit rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Sistem kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Bagi kapitalisme, pajak merupakan urat nadinya. Menarik pajak merupakan cara mudah mengumpulkan dana untuk anggaran negara. Pas dengan prinsip ekonomi kapitalisme yaitu meminimalisir usaha untuk keuntungan sebesar-besarnya. Di sisi lain, SDA yang melimpah justru diserahkan kepada pihak swasta. Baik swasta individu ataupun korporasi, lokal maupun asing. Padahal, jika negara mengelola SDA dengan baik, maka akan lebih dari cukup untuk menyejahterakan rakyat.

Fungsi melayani rakyat di sistem kapitalisme memang tidak ada, semua hanya sebatas jargon. Negara hanya berperan sebagai regulator yang mengeluarkan aturan. Parahnya, aturan yang dibuat hanya menguntungkan satu pihak yaitu pengusaha. Sebab ada simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha saat pemilu. Rakyat menjadi korban dari perselingkuhan keduanya. Selanjutnya kemiskinan makin menjadi, dan penguasa lupa bahwa nyawa - nyawa rakyatnya telah banyak yang melayang karena kedzoliman sistem kapitalis ini.

Inilah yang terjadi pada negara yang berasaskan sistem kapitalis, peningkatan pajak sebagai pendapatan negara merupakan dampak dari kebijakan ekonomi kapitalis sebagai bentuk meminimalkan peran negara dalam perekonomian. Dengan terus mencari legitimasi pendapatan melalui pemungutan pajak pada rakyat, alhasil pajak sangat membebani rakyat di tengah kondisi impitan ekonomi serta kebutuhan hidup yang kian menjulang tinggi.

Lalu bagaimana dengan sistem Islam?.

Sistem ekonomi Islam dan sistem keuangan negara khilafah akuntabel dan stabil. Sebab berasas akidah islam dan menerapkan syariat yang bersumber dari Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Pasti akan membawa kebaikan bagi manusia, bahkan alam semesta. Rasulullah saw, memasukkan para pemungut pajak sebagai shahib al-maks, yaitu harta (pungutan/retribusi) yang diambil secara tidak syar'i. Pelakunya diganjar dengan siksaan yang pedih dan kehinaan. "Tidak akan masuk surga orang-orang yang memungut maks (yakni harta pungutan/retribusi yang tidak syar'i)." Segala bentuk pungutan yang dibebankan kepada rakyat adalah kedzaliman penguasa .

Pengelolaan keuangan dan ekonominya senantiasa stabil. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan kekayaan sumber daya alam dikelola dengan baik. Sistem islam tidak membebankan pajak atau memungut pajak ke rakyatnya kecuali khas negara dalam keadaan kosong. Sumber kekayaan negara bukan hanya dari SDA saja melainkan dari kharaj, jizyah, fa'i serta khumus. Itu artinya khas negara sangat melimpah. 

Hari ini ketiadaan sistem islam sebagai pengatur kehidupan manusia menyebabkan semakin sempitnya kehidupan. Hanya di sistem Islam, manusia akan hidup secara manusiawi. Hidup tak lagi sempit dan tercekik oleh pajak-pajak dan tarif-tarif publik yang lain.

Wallahu a'lam bish showwab