Pemberantasan Judi Dalam Sistem Sekuler - Kapitalisme, Mungkinkah?
Oleh : Sri Wahyu Anggraini, S.P (Guru dan Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Polda metro jaya telah menangkap 16 orang terkait judi online yang melibatkan beberapa oknum pegawai kementerian komunikasi dan digital (Kemenkomdigi) Indonesi. Mereka menyalahgunakan wewenang sebagai pegawai di Komdigi yang seharusnya memblokir situs judi online (judol) tapi justru meraup untung dari situs judol yang dipelihara alias tidak diblokir. Menurut pengakuan salah satu pelaku mereka mendapatkan keuntungan senilai 8,5 juta dari setiap situs judi online yang tidak diblokir. Jika ditotal dari 1000 situs maka dalam sebulan ia mendapat keuntungan hingga 8,5 miliar rupiah, dari hasil menjaga situs ini dia bahkan dapat memberi upah sejumlah pegawai sebagai admin dan operator senilai 5 juta rupiah tiap bulannya. (VIVA.co.id/01/11/2024).
Fakta Ini seharusnya membuat publik sadar bahwa pemberantasan judi online atau judol hanya mimpi. Aparatur Negara yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. Apabila dikatakan kejahatan ini hanya oknum mestinya kasus demikian tidak berulang namun nyatanya pejabat negara yang menyalahgunakan wewenangnya untuk melindungi situs merusak masyarakat kembali terkuak. Artinya keberadaan judol merupakan masalah sistemik. Jika dikatakan ada masalah di sistem hukum memang bisa jadi benar, sebab sistem hukum saat ini terbukti lemah sehingga membuat pemberantasan judi makin jauh dari harapan. Namun pangkal masalah sebenarnya ialah tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem hidup sekulerisme kapitalisme yang diterapkan hari ini. Sistem ini membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Hal ini dipercaya terjadi sebab sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, akibatnya di dalam diri masyarakat termasuk pejabat negara tidak terbentuk konsep harta yang berkah. Kehidupan yang materialistik akibat ideologi kapitalisme semakin menyuasanakan masyarakat mencari jalan pintas untuk meraup keuntungan. Jadi tidak heran pejabat negara justru menjadi pelaku kejahatan.
Kondisi yang sangat berbeda tatkala Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan, pasalnya Islam menetapkan perjudian apapun bentuknya adalah haram. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman ;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 90)
Syariat ini harus dipahami dan dipatuhi oleh siapapun, selain menetapkan hukum perjudian Islam juga menutup celah judi dengan tiga pilar yaitu ketaqwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas dan mencerahkan oleh negara. Individu yang bertakwa tentu akan mematuhi perintah Allah. Karena ketakwaan menjadi kontrol pribadi seseorang untuk tidak melakukan kemaksiatan. Sehingga seorang individu baik dirinya sebagai masyarakat sipil atau pejabat negara sekalipun tidak akan berani melakukan perjudian.
Adapun Islam juga memerintahkan agar masyarakat melakukan kontrol dengan beramar ma'ruf nahi mungkar kepada sesama. Perintah ini menjadi common sense sebab masyarakat Islam memiliki mafahum atau pemahaman tentang maqayis (standar) dan qanaah (penerimaan) yang dipengaruhi oleh syariat Islam, dengan begitu perjudian tidak akan marak hingga dipelihara seperti yang dilakukan oleh pejabat kemkomdigi. Karena masyarakat memiliki common sanse yang sama dalam memandang judi yakni haram. Sehingga jika ada oknum-oknum yang mencoba menyebarkan judi termasuk judol, masyarakat akan bergerak melakukan Amar ma'ruf nahi mungkar. Perjudian akan semakin tidak mendapat ruang publik karena Islam memerintahkan negara untuk memberikan sanksi kepada pelaku judi.
Dalam kitab tafsir Al jami'ah Kamil Quran oleh imam Al-Qurtuni dijelaskan bahwa alasan Allah subhanahu wa Ta'Ala menurunkan keharaman judi dan meminum khamar secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki keserupaan, tindak pidana perjudian di dalam hukum Islam disertakan dengan sanksi komersial berupa 40 kali cambuk bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk. Tatkala tegas menerapkan sistem sanksi Islam (uqhubat) bisa dipastikan judi termasuk judol tidak akan sulit di berantas apalagi dipelihara oleh pejabat, Negara jika diterapkan aturan Islam niscaya akan menimbulkan efek jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus) dosa pelaku sekaligus. Sehingga uqubat Islam jika diterapkan oleh negara sangat efektif dan efisien mengendalikan kejahatan termasuk judol. Ditambah lagi dengan sistem pendidikan Islam yang akan membentuk kepribadian Islam pada generasi.
Sistem pendidikan Islam berdiri di atas akidah Islam yang senantiasa menghadirkan kesadaran hubungan hamba dengan Allah. Sehingga generasi yang mendapat pengajaran sistem pendidikan Islam bisa dipastikan menjadi SDM yang amanah taat dan tidak mungkin menyalahkan wewenangnya untuk memelihara kemaksiatan dan mendulang keuntungan pribadi. Selain itu dari sistem pendidikan Islam ini juga akan membentuk masyarakat memiliki budaya Amar ma'ruf. Dan tentu saja negara yang bisa menjalankan perintah syariat seperti ini tidak lain hanyalah daulah. Dengan demikian kehadiran daulah Khilafah menjadi kebutuhan mendesak bagi umat bukan ?
Wallahu a'lam Bishowab.
Posting Komentar