-->

Penegakan Hukum Kasus Korupsi dalam Sistem Sekuler Kapitalis Hanyalah Mimpi


Oleh : Bunda Hanif (Pendidik)

Kasus demi kasus korupsi yang pernah terjadi di negeri ini tidak pernah ditangani secara serius. Belum lama ini terjadi dua kasus korupsi yang penanganan terhadap kedua kasus tersebut terkesan tebang pilih. Kasus pertama adalah dugaan korupsi impor gula yang menjadikan Tom Lembong sebagai tersangka karena telah merugikan negara hingga Rp400 miliar.

Kasus yang kedua adalah dugaan gratifikasi terhadap Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kasus pemberian fasilitas jet pribadi kepada Kaesang dikategorikan gratifikasi yang merupakan salah satu jenis korupsi berdasarkan Pasal 12B dan 12C UU Tipikor. Gratifikasi tidak mesti dalam bentuk barang, tetapi bisa juga berupa jasa/fasilitas, jika mengacu pada Pasal 12 B Ayat 1 UU Tipikor. (Muslimahnews.com, 6-11-2024)

Sebenarnya bukan kali ini saja pemerintah bersikap tebang pilih, ada banyak kasus korupsi yang hingga saat ini belum dan tidak tertangani. Kalaupun ditangani, terkesan lambat bahkan tidak kunjung selesai hingga bertahun-tahun. Padahal ada KPK, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. 

Penegakan hukum yang adil rasanya sesuatu yang sangat mustahil di dalam sistem sekuler kapitalisme. Hukum yang ditegakkan seolah-olah tumpul ke atas dan tajam ke bawah. 

Korupsi dan kekuasaan ibarat dua sisi mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan dan kekuasaan merupakan pintu masuk bagi tindak korupsi. Hal ini disampaikan oleh Lord Acton (guru besar sejarah modern di Universitas Cambridge, Inggris yang hidup pada abad ke -19). 

Di dalam sistem sekuler kapitalisme, menihilkan peran agama, sehingga wajar saja ketika kekuasan diwarnai tindakan korup dan menimbulkan kerusakan. Setiap manusia pada dasarnya memiliki keinginan untuk berkuasa yang merupakan salah satu penampakan naluri mempertahankan diri (garizah baqa’). Namun jika tidak diiringi dengan peran agama di dalamnya, akan membawa kerusakan. 

Tidak adanya kontrol agama terhadap perilaku manusia saat menjadi penguasa, akan menyebabkan mereka yang memiliki kekuasaan melakukan tindakan korup. Agama hanya boleh mengatur urusan ibadah mahdhoh saja, seprti sholat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan dalam sektor publik seperti politik kenegaraan, muamalah, negara tidak boleh mengaturnya Alhasil, kekuasaan berjalan liberal, dan penguasa seolah-olah berwenang untuk berbuat semaunya. 

Solusi Islam terhadap Kasus Korupsi

Korupsi di dalam Islam merupakan tindakan haram yang pelakunya mendapatkan dosa. Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang kami berikan rezeki (gaji) maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud).

Gratifikasi termasuk harta ghulul. Rasulullah saw bersabda, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.“ (HR Ahmad).

Islam menyelesaikan korupsi dengan menutup semua celah korupsi. Islam memiliki mekanisme dalam mencegah tindakan korup yaitu dengan membentuk akidah Islam pada diri setiap individu. Akidah Islam tersebut diperoleh melalui pendidikan, halaqah para ulama, dakwah para dai, dan konten Islami di media massa maupun media sosial. Upaya-upaya tersebut akan melahirkan self control pada diri umat Islam untuk selalu taat pada syariat dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan, salah satunya korupsi. 

Sistem Islam juga memiliki mekanisme dalam perekrutan pegawai dan pejabat negara. Hanya orang yang adil lah yang akan direkrut. Sedangkan orang fasik / gemar bermaksiat tidak boleh menjadi menjadi pegawai atau pejabat negara. 

Khilafah juga akan menghitung harta kekayaan pejabat secara rutin dan membandingkannya anatara sebelum dan sesudah menjabat. Jika ditemukan kejanggalan semisal kenaikan jumlah harta yang tidak wajar, ia diminta mempertanggungjawabkannya. Jika tidak mampu mempertanggungjawabkannya, negara akan menyita harta tersebut dan memasukkannya ke baitulmal. 

Negara juga menegakkan hukum dengan adil, tidak tebang pilih, tumpul ke atas tajam ke bawah. Koruptor diberikan sanksi yang tegas dan memiliki efek jera (zawajir) dan menebus dosanya di akhirat (jawabir). Hukuman tertinggi bagi pelaku korupsi bisa sampai hukuman mati. 

Demikianlah jika sistem Islam diterapkan, keadilan bukan hal yang sulit diwujudkan, Siapapun yang bersalah harus dihukum walaupun ia adalah anak seorang khalifah. Tidak seperti sistem sekuler kapitalisme, penegakan hukum pada pelaku korupsi hanyalah mimpi. 

Wallahu a’lam bisshowab