-->

PHK Kian Bertambah, Kapitalisme Segera Goyah

PHK Terus Bertambah, Kapitalisme Segera Goyah
Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh Detikfinqnce tanggal 31/10/2024, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat terjadi lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK), 25.000 orang dalam 3 bulan terakhir. menekan lonjakan PHK, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli meminta pemerintah daerah lebih cepat tanggap. Caranya dengan membangun sistem peringatan dini (early warning system) terhadap perusahaan-perusahaan yang berpotensi terkena PHK.

Sementara itu, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan hingga akhir Oktober 59.796 jadi korban PHK.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Indah Anggoro Putri menyebut beberapa penyebab gelombang PHK masih terus terjadi di Indonesia, seperti ekspor produk tekstil dan garmen yang melemah, efisiensi perusahaan karena persaingan global.

Terdapat tiga provinsi di Indonesia yang menjadi penyumbang PHK terbanyak, yaitu Jawa Tengah 14.767 orang, Banten 9.114 orang, dan DKI Jakarta 7.469 orang. 

Dalam sistem kapitalisme, siklus PHK yang terus berulang tentu membawa petaka atau bahaya bagi para buruh atau pekerja. Kehidupan kaum pekerja sangat bergantung dari upah yang diperoleh. Sementara perusahaan dengan mudah sewaktu waktu memutus sumber pendapatan seorang pekerja. Dalam pandangan kapitalisme, kaum buruh/pekerja merupakan salah satu komponen produksi yang harus diminimalkan pengeluarannya demi mengurangi ongkos produksi. Tujuannya agar perusahaan atau industri mencapai keuntungan yang lebih besar. Buruh bagi pemilik modal (kapitalis) tidak ubahnya faktor produksi yang harus bekerja maksimal demi target produksi yang tinggi.

Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini menganggap modal (kapital ) uang lebih memiliki kekuatan dalam kegiatan produksi. Kebebasan dalam mengelola tenaga kerja, menetapkan kebijakan perekrutan, dan menentukan PHK berdasarkan kebutuhan bisnis dan keuntungan, bukan berdasarkan jaminan kesejahteraan tenaga kerja. Perusahaan berorientasi pada efisiensi dan keuntungan sehingga cenderung melakukan PHK kepada pekerja ketika ekonomi sedang lesu, permintaan menurun, atau menggantikan tenaga kerja manusia dengan teknologi mesin. Tujuannya untuk mengurangi pengeluaran dan biaya produksi. Oleh karenanya, PHK merupakan keniscayaan dalam praktik industri kapitalisme.

Negara sendiri sebagai penerap sistem kapitalisme lebih kepada membebaskan perusahaan - perusahaan, berlepas tangan atas permasalahan ini. Karena liberalisasi dan pasar bebas sebagai turunan dari kapitalisme telah diadopsi oleh negeri ini. Sistem ini menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang melahirkan kebebasan kepemilikan. Pemenang dalam dunia kapitalisme adalah pemilik modal terbesar. Kekayaan dan kepemilikan berbagai sektor industri hanya berputar di kalangan kapitalis. Liberalisasi ekonomi juga meniscayakan nihilnya peran negara dalam penyediaan lapangan kerja serta kesejahteraan hidup pekerja. Contoh nyatanya ialah lahirnya UU Cipta Kerja yang ditolak para buruh dan diamini para pengusaha.

Maka tidak adanya peran negara secara nyata dan lahirnya regulasi kapitalistik makin menegaskan bahwa negara tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja sehingga praktik eksploitasi dan diskriminasi oleh pengusaha kapitalis terus berjalan. Oleh karenanya, untuk memutus rantai badai PHK dan ketaksejahteraan rakyat adalah dengan meninggalkan dan menanggalkan sistem kapitalisme.

Kemudian melihat Islam sebagai sistem terbaik untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat. Permasalahan PHK adalah akibat penerapan kapitalisme. Berikut langkah untuk menyelesaikan permasalahan pekerja menurut Islam:
Pertama, mengatur kepemilikan harta, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan kejelasan status kepemilikan harta, negara mengelola harta milik umum untuk kemaslahatan rakyat semata. Islam melarang penyerahan pengelolaan harta milik umum kepada individu atau swasta. Dengan aturan ini pula, negara dapat membangun industri strategis, semisal pengilangan minyak, pengelolaan tambang, alutsista, pertanian, dan sebagainya yang memungkinkan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Penyediaan lapangan kerja dalam industri strategis juga akan mendorong masyarakat meningkatkan keterampilan dan kemampuannya.

Kedua, mendorong individu bekerja. Negara dapat memberikan modal atau insentif agar rakyat dapat memulai usahanya. Negara juga akan memberikan fasilitas berupa pelatihan dan keterampilan agar mereka dapat bekerja pada beragam jenis industri dan pekerjaan. Dalam Islam tidak ada istilah orang menganggur.

Ketiga, menetapkan standar gaji buruh sesuai ketentuan Islam, yaitu berdasarkan manfaat tenaga (manfa’at al-juhd) yang diberikan oleh buruh di pasar, bukan biaya hidup (living cost) terendah. Dengan begitu, tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para majikan.

Jika terjadi perselisihan antara buruh dan majikan dalam menetapkan upah, pakar (khubara’) yang dipilih dari kedua belah pihak akan menentukan upah sepadan (ajr al-mitsl). Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, negara memilihkan pakar dan memaksa kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan pakar tersebut.

Langkah - langkah diatas hanya bisa sepenuhnya terlaksana tatkala sistem Islam diterapkan secara langsung dan menyeluruh dalam bingkai khilafah islamiyah dengan tuntunan dari Ilhai Rabbi.
Wallahu a'lam.