Profil Generasi Tangguh Sekuat Karang
Peran Gen Z Dalam Perjuangan Menegakkan Islam Kaffah, Aktifkan !
Oleh: Hamnah B. Lin
Dilansir oleh Metropolitan tanggal 24/10/2024 bahwa Identitas remaja yang diduga bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi, Selasa (22/10/2024), hingga kini masih ditelusuri. Terlepas dari siapa sosoknya dan apa pun motifnya, insiden remaja bunuh diri ini memberikan gambaran adanya problem kerapuhan mental generasi muda.
Pun angka PHK yang tinggi di kalangan Gen Z. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2024, terdapat sekitar 9,89 juta orang dari kelompok Gen Z yang masih menganggur. Angka ini mencakup sekitar 19% dari total angkatan kerja di Indonesia yang didominasi oleh usia produktif. Faktor utama penyebab tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z adalah ketakcocokan antara keterampilan yang dimiliki dengan kebutuhan industri.
Banyak lulusan pendidikan tinggi yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja saat ini, seperti keterampilan digital, teknologi informasi, dan kemampuan berpikir kritis. Pada saat yang sama, Gen Z ditekan oleh biaya kuliah yang mahal meski kuliah di kampus negeri. Mereka menjadi korban komersialisasi pendidikan. Sedangkan tingkat pendapatan keluarga mereka menurun, daya beli rendah, dan tidak sedikit dari mereka yang sebelumnya dari kalangan menengah harus turun kelas menjadi miskin.
Tidak hanya itu, Gen Z juga terjebak dalam arus besar gaya hidup rusak, mulai dari FOMO, game online, judi online (judol), seks bebas, konsumerisme, dan hedonisme. Ini makin menguatkan persepsi publik bahwa Gen Z seolah-olah bukan generasi mumpuni, padahal semua kasus yang terjadi itu adalah masalah sistemis yang tidak berdiri sendiri.
Indonesia dengan sistem kapitalisme demokrasinya sesungguhnya telah melanjutkan upaya pengrusakan generasinya sendiri. Adalah klonialisme Barat di negeri-negeri muslim turut meninggalkan jejak kerusakan pemikiran pada kaum muslim, termasuk Indonesia. Hampir seluruh wilayah dunia Islam disekularisasi sehingga berjalan mengikuti UU sekuler Barat karena tentu saja Barat sangat menghendaki agar kaum muslim jauh dari aturan Islam. Ini adalah upaya untuk melemahkan kekuasaan Islam global yang sebelumnya berada di tangan pemerintahan Khilafah Utsmani di Turki. Yang jauh lebih buruk lagi, sekularisasi kaum muslim memosisikan mereka sampai pada kondisi yang tidak lagi butuh terhadap agama, bahkan takut untuk mempelajari agamanya sendiri.
Kerusakan generasi sudah tampak di depan mata, pengaruh konten liberal di media menyebabkan generasi menjadikan sekolah sebagai tempat untuk melakukan perundungan kepada sesama peserta didik. Bahkan tindak kejahatan yang di luar nalar, seks bebas, dan perilaku seksual menyimpang banyak dilakukan oleh anak-anak belia yang tidak kita sangka mampu melakukannya.
Dalam hal pendidikan, kurikulum merdeka menjadi remote control bagi generasi. Sudahlah di satu sisi mereka dipaksa membayar biaya pendidikan yang mahal, di sisi lain mereka terjebak kurikulum liberal. Kurikulum Merdeka juga membuat generasi makin kehilangan ruh pendidikan, yakni aspek menuntut ilmu agar bisa meraih keberkahannya. Kurikulum tersebut hanya fokus pada hasil tanpa memberikan jejak kebaikan bagi pengajar maupun peserta didik. Hal ini tampak pada tidak adanya lagi konsep “tinggal kelas” dan “harus bisa lulus”.
Jika demikian, akankah terus percaya terhadap sistem kapitalisme demokrasi saat ini. Sistem buatan manusia yang rusak dan merusak. Sudah saatnya kita kembali kepada aturan agama Islam yang berasal dari Sang Pencipta. Yakni sistem yang sesuai dengan fitrahnya manusia.
Maka untuk mengemban visi-misi hidup yang mulia, dibutuhkan profil yang mulia pula. Pertama, memiliki keimanan yang kukuh. Iman adalah dasar dari amalan. Tidak akan diterima amal apa pun tanpa dilandasi keimanan yang benar. (QS Ali Imran[3]: 85).
Kedua, penguasaan ilmu dan tsaqaafah yang mumpuni. Tanpa ilmu, kita tidak mungkin mengerjakan amal kebaikan. Ali-alih mendapat balasan pahala, justru yang terjadi adalah penyesalan dan kepayahan. Ini sebagaimana digambarkan Allah Swt. dalam firman-Nya. (QS Al-Ghashiyah [88]: 1–4).
Ketiga, konsisten antara ilmu dan amal. Generasi pejuang adalah generasi yang rajin menuntut ilmu, juga semangat menambah amal kebaikan.
Keempat, memahami bahwa Islam harus diterapkan dan diperjuangkan. Generasi pejuang adalah mereka yang memahami Islam sebagai panduan kehidupan dan rahmat. (QS al-Anbiya’ [21]: 107). Mereka pun memahami bahwa tegaknya Islam harus diperjuangkan dan mereka termasuk yang berkewajiban berada di dalam barisannya. (QS Ash-Shaf [61]: 4).
Kelima, menguasai perkembangan politik kekinian. Generasi pejuang adalah mereka yang senantiasa update peristiwa politik. Mereka pun mengetahui analisis politiknya sehingga bisa memberikan sikap yang tepat. Berjuang tanpa menguasai perkembangan dan konstelasi politik, ibarat pergi berperang tanpa memahami medan dan tidak dibekali senjata yang tepat.
Keenam, menghiasi diri dengan karakter pejuang, yakni tangguh, berani, keyakinan kuat, dan lainnya. Pejuang bukanlah pecundang yang akan lari dari medan perang. Bukan pula yang tidak berani menyampaikan kebenaran ketika tekanan dan kesulitan mengancam. Mereka tidak mudah berbelok arah manakala ada iming-iming dan harapan yang menggiurkan.
Pejuang adalah orang yang maju ke medan tempur karena dasar iman. Istikamah dalam ketaatan pada syariat. Berani dalam kebenaran, apa pun resikonya, karena yakin atas pertolongan Allah, serta berada dalam contoh Rasulullah ﷺ . Tetap kukuh memegang misi perjuangan, karena hanya dengan itulah kemuliaan hidup akan didapatkan.
Inilah profil yang seharusnya dimiliki oleh generasi saat ini, agar tidak terombang ambing dengan arus liberal, sekuler dan individualis. Dan profil ini membutuhkan sebuah institusi negara untuk bisa istikomah menjalankannya, yakni tegaknya Khilafah Islamiyah sebagai sistem pemerintahan Islam yang membawa generasi bertakwa.
Allahu a'lam.
Posting Komentar