-->

Rakyat Dikejar Pajak, Sampai Kapan Negara Jadi Tukang Palak?

Oleh : Asha Tridayana

Salah satu pajak yang mesti ditunaikan oleh masyarakat tidak lain pajak kendaraan bermotor. Namun, tidak sedikit yang enggan membayarnya dengan berbagai macam alasan. Menyikapi hal tersebut, pihak Samsat melakukan pendekatan soft power atau mendatangi langsung ke rumah pemilik kendaraan untuk mengingatkan kewajiban membayar pajak. Menurut Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan, tingkat kepatuhan masyarakat masih minim terlihat dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, yang membayar pajak tidak sampai separuhnya. Disamping itu, juga untuk validasi data kendaraan bermotor yang ada di kepolisian.

Wajib pajak kendaraan bermotor ini tercantum dalam UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Yusri mengungkap alasan terbesar para pemilik kendaraan enggan menunaikan kewajibannya lantaran mahalnya bea balik nama kendaraan sehingga kebanyakan masyarakat menantikan adanya pemutihan pajak kendaraan. (https://oto.detik.com 07/11/24)

Program jemput bola ini untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Sudah dilakukan di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat. Terlebih sudah terdapat Aplikasi Signal yang terunduh di ponsel sehingga tidak perlu datang ke kantor Samsat. Program ini juga untuk mendukung ketentuan pada Pasal 74 ayat (2) huruf b UU Nomor 22 Tahun 2009 terkait Penghapusan Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor. Penghapusan dilakukan kepolisian jika tidak membayar pajak STNK atau pemutakhiran data pelat nomor selama lebih dari dua tahun berturut-turut (https://www.cnnindonesia.com 10/08/24).

Disisi lain, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru membebaskan mobil listrik impor dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang PPnBM atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2024. Besaran pajak yang ditanggung pemerintah mencapai 100%. Artinya selama Januari-Desember 2024, pembelian mobil listrik tidak dikenakan PPnBM (https://www.cnbcindonesia.com 21/02/24).

Tidak hanya itu, Menkeu juga secara resmi memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2025 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PMK No. 130/PMK.010/2020. Dalam rangka menarik lebih banyak investasi asing di tengah penerapan pajak minimum global 15 persen oleh berbagai negara. Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani menambahkan kebijakan pajak minimum global hanya berlaku untuk perusahaan asing. Perusahaan domestik tetap dapat mengajukan insentif tax holiday. Harapannya dapat mendorong pertumbuhan investasi di berbagai sektor ekonomi. Sekaligus upaya penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan keberlanjutan bisnis di tengah ekonomi global yang semakin kompetitif (https://www.menpan.go.id 04/11/24)

Maraknya pengejaran wajib pajak hingga ke rumah-rumah tidak sebanding dengan pembebasan pajak bagi perusahaan besar. Kebijakan yang sungguh berat sebelah, perlakuan pemerintah lebih mengutamakan pengusaha. Padahal masyarakat telah hidup susah dengan banyaknya potongan pajak sementara pengusaha justru mendapat banyak keringanan pajak. Jika dibandingkan, nilai pajak kendaraan tidak seberapa dengan pajak perusahaan yang semestinya dipungut. Sungguh tidak manusiawi, kondisi kehidupan masyarakat dipermainkan. Sudah tidak dipermudah dalam mencukupi kebutuhan malah dipersulit dengan pajak.

Mirisnya lagi, masyarakat juga tidak menikmati hasil pungutan pajak yang menjadi sumber utama pemasukan negara untuk biaya pembangunan. Tidak ada pengaruh nyata pada nasib rakyat karena kebanyakan pembangunan tidak langsung menyentuh kebutuhan rakyat. Semisal pembangunan jalan tol, faktanya tidak semua rakyat menggunakannya justru pengusaha yang lebih menikmati sebagai bentuk kemudahan dalam menunjang perusahaannya. Sementara fasilitas umum baik kesehatan, pendidikan dan lainnya yang jelas dibutuhkan rakyat malah seadanya bahkan cenderung tidak layak. Buktinya ada sekolah yang tidak mempunyai gedung sendiri, banyak pasien mesti dirujuk ke RS besar karena RS daerah tidak memadai dan masih banyak lagi.

Demikianlah kehidupan masyarakat yang mesti tertekan dengan tingginya biaya hidup ditambah beban pajak. Nasib yang mesti diperjuangkan sendiri karena segala kebijakan yang dibuat pemerintah lebih mengutamakan pengusaha dan semakin berlepas tangan pada rakyat. Sederet persoalan yang dialami sebagian besar rakyat tidak lain karena negara menerapkan sistem kapitalisme. Sistem yang meniscayakan negara tidak lagi bertanggungjawab pada kepentingan rakyat tetapi semakin membebani rakyat karena sistem kapitalismelah yang menjadikan pajak sebagai pendapatan pokok negara.

Sistem yang hanya mengandalkan akal manusia yang terbatas. Kebijakan yang dibuat pun pada dasarnya akan menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya. Sehingga tidak mustahil jika pemilik kekuasaan akan lebih dominan pada pengusaha dan saling bekerja sama sementara rakyat dikorbankan begitu saja. Negara juga tidak lagi berperan dalam menjamin dan memenuhi kebutuhan rakyat karena rakyat bukan lagi prioritas. Keberadaan rakyat hanya dimanfaatkan terlebih saat berlangsungnya pemilu.

Oleh karena itu, sudah seharusnya beralih sistem agar persoalan segera terselesaikan. Satu-satunya yang dapat menggantikan hanya sistem Islam. Sistem dengan aturan yang kompleks meliputi seluruh aspek kehidupan. Seperti adanya sistem ekonomi Islam yang mengatur pengelolaan sumber pemasukan negara. Islam menetapkan pendapatan negara bersumber dari banyak hal, salah satunya dari hasil kekayaan alam yang dikelola negara. Kalaupun negara mengalami kekurangan atau kondisi tertentu yang membutuhkan anggaran besar maka rakyat diminta bersedekah. Namun bila belum mencukupi, negara dapat memungut pajak pada orang kaya saja sampai kondisi negara membaik.

Negara yang menerapkan Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Bukan memalak dengan berbagai jenis pajak layaknya kapitalisme. Fasilitas yang menunjang kehidupan rakyat baik kesehatan, pendidikan dan lainnya juga dibuat dengan sebaik mungkin agar pelayanannya memadai. Bahkan negara juga membuat aturan terkait sistem upah yang manusiawi sehingga rakyat dapat mencukupi kebutuhan dan hidup sejahtera tanpa khawatir terbebani bermacam pajak.

Disamping itu, negara benar-benar menjalankan fungsinya sebagai ra'awiyah. Kelangsungan hidup rakyat menjadi prioritas sehingga rakyat dapat hidup aman, tenang dan lebih produktif karena mendapat jaminan dari negara. Begitulah saat Islam diterapkan tanpa pilih-pilih, sinergi dari berbagai sistem akan menunjang keberhasilan negara dalam meriayah umat dan membawa keberkahan baik dunia maupun akhirat. Allah swt berfirman, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." 
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)

Wallahu'alam bishowab.