Restoratif Justice bagi Pelaku Kriminal Remaja: Solusi atau Masalah Baru?
Oleh : Riani Kusmala Dewi
Kasus kriminalitas remaja belakangan semakin sering terdengar, mulai dari pencurian, pembegalan, kekerasan, hingga kasus pembunuhan dan pemerkosaan. Dengan latar belakang usia pelaku yang masih muda, aparat penegak hukum di Indonesia kini mengedepankan pendekatan restorative justice bagi remaja. Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pelaku muda masih memiliki masa depan yang panjang dan kesempatan untuk berubah. Selain itu, restorative justice dipandang sebagai solusi untuk mengurangi kapasitas lembaga pemasyarakatan yang kian membludak.
Namun, efektivitas pendekatan restorative justice pada pelaku remaja patut dipertanyakan, karena faktanya, kriminalitas remaja justru semakin meningkat. Pendekatan ini memang bertujuan baik, yaitu memulihkan hubungan antara korban dan pelaku, memberikan kesempatan kedua bagi pelaku, serta melibatkan masyarakat dalam menyelesaikan konflik. Sayangnya, tanpa sanksi yang tegas, pendekatan ini berisiko dianggap sebagai kelonggaran, bahkan mungkin dimanfaatkan oleh pelaku kriminal remaja yang beranggapan bahwa hukum tidak terlalu berat terhadap mereka.
Seperti dilansir dari garut.inews.id 06/11/2024, dalam kasus penganiayaan anak terhadap ayah tirinya di Garut, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai atau islah.
Meskipun resolusi damai ini mungkin membawa ketenangan sementara, ia tetap menimbulkan kekhawatiran tentang efek jera yang hilang pada pelaku muda yang masih rentan terjerumus kembali dalam tindak kriminal.
Masalah kriminalitas remaja tidak dapat dilepaskan dari sistem kapitalisme yang saat ini dominan. Dalam masyarakat kapitalis yang cenderung materialistis, keluarga kerap kali abai terhadap perkembangan mental dan emosional anak.
Pendidikan sekuler yang diterapkan lebih menekankan pada aspek akademis dan pengembangan karier, tetapi mengabaikan aspek moral dan spiritual. Akibatnya, remaja tumbuh tanpa fondasi moral yang kuat, dan mereka mudah terpengaruh gaya hidup yang cenderung individualistis dan hedonis.
Selain itu, kondisi ekonomi yang sulit juga memperburuk situasi. Ketika kepala keluarga kesulitan mencari nafkah, beban mencari penghasilan sering kali jatuh pada ibu. Hal ini membuat para ibu kehilangan peran utama mereka dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya, terutama remaja. Lingkungan sosial yang minim empati dan perhatian kolektif hanya memperparah keadaan, karena kontrol sosial yang sebelumnya ada kini semakin hilang. Kombinasi faktor-faktor ini membuat remaja semakin rentan terjerumus dalam tindakan kriminal.
Sayangnya, negara belum serius dalam mengatasi akar permasalahan ini. Penanganan yang dilakukan cenderung setengah hati dan kurang menekankan efek jera yang tegas, sehingga remaja pelaku kriminal sering kali merasa bahwa mereka akan lolos dari hukuman berat.
Akibatnya, kasus-kasus kriminalitas remaja terus bermunculan dan bahkan cenderung meningkat.
Islam menawarkan solusi menyeluruh yang berfokus pada pembentukan akidah dan karakter remaja sejak dini. Dalam pendidikan Islam, remaja dididik untuk mengenal dan takut kepada Allah, memiliki tanggung jawab moral, dan memiliki kesadaran untuk menjauhi perilaku menyimpang.
Nilai-nilai akidah ini diyakini akan membentuk remaja menjadi individu yang bermanfaat bagi agama dan negara.
Penting juga bahwa keluarga dalam pandangan Islam memiliki peran penting dalam mendidik anak. Seorang ibu diharapkan dapat fokus mendampingi anak-anaknya tanpa beban tambahan sebagai pencari nafkah, sehingga perhatian dan kasih sayangnya sepenuhnya tercurahkan pada keluarga.
Dengan kondisi keluarga yang harmonis dan berlandaskan nilai-nilai Islam, remaja akan tumbuh dalam lingkungan yang penuh perhatian dan bimbingan.
Selain itu, Islam menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku tindak kriminal, termasuk remaja.
Dalam pandangan Islam, usia balig adalah usia di mana individu sudah dianggap bertanggung jawab secara penuh atas tindakannya.
Sanksi yang tegas terhadap remaja ini bukan bertujuan untuk menghukum semata, tetapi juga untuk mencegah pelaku muda lainnya agar tidak tergoda melakukan tindakan kriminal serupa.
Negara dalam sistem Islam juga bertanggung jawab dalam menyediakan akses pendidikan yang berkualitas dan lapangan pekerjaan yang layak bagi warganya.
Dengan demikian, para ayah dapat memenuhi kebutuhan keluarga, sementara para ibu dapat sepenuhnya berperan dalam mendampingi perkembangan anak. Lingkungan masyarakat yang sesuai dengan fitrah manusia akan terbentuk, sehingga menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan mental dan moral remaja.
Pendekatan restorative justice mungkin memiliki tujuan yang baik, namun efektivitasnya dalam menekan angka kriminalitas remaja patut dikaji ulang.
Untuk menekan kasus kriminalitas remaja, dibutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh, yang tidak hanya berfokus pada pemulihan hubungan sosial, tetapi juga pada penanaman nilai agama, dukungan keluarga, serta pemberian sanksi yang tegas. Implementasi nilai-nilai Islam dalam pendidikan, keluarga, dan hukum diharapkan dapat membentuk generasi yang taat, berintegritas, dan bertanggung jawab.
Semua ini akan terwujud jika Islam tidak hanya dijadikan sebuah agama ritual semata, Islam adalah sistem kehidupan yang dapat diadopsi oleh negara.
Negara Islam dapat mencegah tindak kriminal sedari dini tanpa menunggu adanya korban terlebih dahulu.
Karena fitrah manusia adalah lemah dan terbatas maka Allah turunkan Islam sebagai pedoman hidup yang sempurna.
Posting Komentar