-->

Sistem Islam Menyelamatkan Rakyat dari Pajak

Oleh : Selia Herasusanti

Apa yang saat ini ramai diperbincangkan? Pajak! Ya, cerita tentang para pengusaha UMKM yang terkejut dengan pajak yang harus mereka bayarkan beredar luas di media sosial. Ada seorang peternak susu di Boyolali yang, karena tidak membayar pajak, rekening banknya sebesar 670 juta dibekukan. Ada juga kisah seorang ibu pengusaha ayam yang terkejut menerima tagihan pajak untuk usahanya beberapa tahun lalu, saat pencatatan usahanya belum rapi. Sementara itu, tagihan pajaknya dihitung dengan jumlah yang sangat besar dari perkiraan pemasukan tanpa memperhitungkan biaya yang dikeluarkan. Beberapa cerita serupa tentang kasus pajak ini juga terus bermunculan.

Sebenarnya, pajak sudah lama menyasar seluruh lapisan masyarakat. Ada pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, dan ada pula yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak pusat mencakup, misalnya, Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan kepada setiap orang yang bekerja. Selain itu, ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk setiap produk yang dihasilkan, pajak barang mewah, bea materai, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sementara itu, pajak daerah meliputi pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, serta berbagai jenis pajak daerah lainnya untuk menambah pendapatan daerah.

Penetapan berbagai pajak ini tentu saja menjadi beban yang semakin memperberat hidup rakyat. Dalam kondisi ekonomi yang semakin sulit, pajak yang dikenakan di banyak sektor membuat rakyat semakin menjerit.

Namun, hal ini sulit dihindari karena negara dalam sistem kapitalis sekuler saat ini memang mengandalkan pajak dan utang untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan, pajak menyumbang sekitar 60% dari pendapatan negara.

Berbeda dengan sistem Islam. Pajak hanya diambil saat negara dalam keadaan darurat. Dalam kondisi normal, pemasukan negara berasal dari banyak sumber lain selain pajak. Dari pos harta milik individu, negara memperoleh pemasukan dari zakat, infak, dan sedekah. Dari pos harta milik umum, negara mendapatkan pemasukan dari berbagai hasil sumber daya alam, seperti tambang, hutan, dan laut. Sedangkan dari pos harta milik negara, pemasukan diperoleh dari ghanimah, khumus, kharaj, fa'i, usyur, dan lainnya. Begitu banyak sumber pemasukan yang dapat dimanfaatkan negara dalam sistem Islam tanpa harus membebankan pajak.

Sayangnya, dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, dengan peraturan yang berlaku, banyak harta milik umum justru dikuasai oleh pihak swasta. Dampaknya, segelintir individu menjadi sangat kaya dan menikmati hasilnya, sementara rakyat kebanyakan—pemilik aslinya—justru banyak yang hidup dalam kemiskinan.

Peran negara adalah untuk mengatur hal ini agar rakyat dapat merasakan kesejahteraan secara merata, bukan untuk membebankan pajak yang justru menyulitkan rakyat. Negara dengan sistem kapitalis sekuler tidak akan mampu melakukan hal ini. Hanya negara dengan sistem Islam yang dapat mengatur harta dengan adil dan meringankan beban rakyatnya.