-->

Upaya Sejahterakan Peternak Lokal, Kok malah Impor?

Oleh : Alimatul Mufida (Mahasiswa) 

Ratusan peternak sapi perah, pelopor, hingga pengepul susu sapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menggelar aksi membuang susu buat mandi di Tugu Patung Susu Tumpah Kota Boyolali, Sabtu (9/11). Sriyono Bonggol (selaku koordinator aksi) menginformasikan bahwa secara total terdapat sekitar 50 ribu liter susu telah dibuang untuk mandi dalam aksi unjuk rasa ini. Tak hanya membuangnya, susu juga dibagikan gratis kepada warga pengguna jalan (kumparan.news.com).

Aksi pembuangan susu tersebut merupakan bentuk kekecewaan para peternak dan pengepul susu sapi karena hasil susu sapi mereka ditolak oleh para industri pengolahan susu dengan alasan kebijakan pembatasan masuknya susu mentah. Pengepul dan peternak sapi lokal mengalami kerugian besar akibat keputusan pembatasan kuota susu lokal ini. Padahal, produksi susu yang berasal dari peternak lokal hanya menyerap sekitar 20 persen dari kebutuhan secara nasional tetapi industri besar susu justru melakukan pembatasan. 

Kabarnya, pembatasan ini diberlakukan atas dasar penurunan daya beli masyarakat, padahal justru kebutuhan susu kian naik. Pasalnya, dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi membeberkan 80 persen pasokan susu untuk memenuhi kebutuhan domestik merupakan susu impor. Menurutnya, produksi susu dalam negeri masih belum mampu menyuplai kebutuhan susu domestik. Statement ini sangat kontradiktif dengan fakta yang terjadi di lapangan, lagi-lagi pengepul dan peternak lokal yang jadi korban. 

Kebijakan impor yang dilakukan oleh pemerintah diduga menjadi sebab utama peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu sapi. Selain itu, penyebab lain menurunnya penerimaan susu oleh industri pengolah susu karena kualitas susu. Peternak sapi lokal tentu sangat dirugikan dengan keadaan ini.

Di sinilah letak urgensi peran negara dalam menyejahterakan pengepul dan petani lokal. Negara semestinya peduli dengan nasib peternak melalui pengeluaran kebijakan yang berpihak pada peternak. Baik dalam hal menjaga mutu maupun dalam menampung hasil susu. Negara sangat bisa memberikan edukasi kepada peternak lokal agar kualitas susu dapat bersaing dengan kualitas impor. Mengoptimalkan hasil lokal agar kesejahteraan rakyat dapat terjamin. Selain itu, negara tidak boleh membuka kran impor secara besar-besaran karena akan merugikan peternak lokal. Negara seharusnya meminimalisir impor dan lebih memaksimalkan hasil dalam negeri dan memberdayakan peternak lokal. 

Kebijakan impor diduga ada keterlibatan para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dengan manipulasi atau rekayasa politik, aturan-aturan, regulasi, tarif, kebijakan hingga alokasi anggaran negara dari impor susu. Inilah salah satu kebijakan buruk dalam sistem ekonomi kapitalisme, karena berasaskan manfaat secara materi dan selalu berpihak pada para pengusaha. Lain halnya jika sistem dan regulasi islam diterapkan. 

Islam memiliki aturan yang komprehensif termasuk mekanisme ekspor-impor. Islam melarang kebijakan mengimpor dari luar negara apabila kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh para pengepul dan peternak lokal. Sehingga, negara tidak memiliki ketergantungan terhadap pihak lain, terciptalah swasembada. Penerapan syariat islam semata dilaksanakan agar dapat memberikan kesejahteraan bagi umat, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan, bukan hanya kemanfaatan segelintir kelompok saja. 

Aturan islam dengan institusi Khilafah akan berdiri di tengah umat, memberikan solusi sesuai syariat demi mewujudkan kemaslahatan umat. Negara secara mandiri akan memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Hal ini mencegah merebaknya orang-orang yang mencari untung di tengah penderitaan rakyat. Dengan begitu kesejahteraan adalah niscaya bagi seluruh alam. Wallahu a'lam bis shawwab. []