-->

Waspadai Makna “Saleh” Versi Moderasi

Oleh : llmaSusi, Ibu Rumahtangga
                                    Diukur dengan tiga indikator, yakni toleransi, kesetaraan, dan kerja sama, indeks kerukunan umat beragama (KUB) di Indonesia meningkat menjadi 76,47% dari 76,22% pada 2023. Sementara itu, indeks kesalehan sosial juga sedikit meningkat dari 82,59% pada 2023 menjadi 83,83% pada 2024. Indeks kesalehan sosial ini diukur melalui lima dimensi, yakni kepedulian sosial, relasi antarmanusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah.

Menelaah terhadap indikator kerukunan umat beragama dan kesalehan sosial kita akan menemukan hubungannya dengan pengarusan ide moderasi beragama. Dalam hal ini konsep moderasi beragama ditafsirkan secara luas sehingga makna “saleh” telah bergeser menjadi makna umum yang berbeda dengan definisi Islam.

Saleh Versi Moderasi

Menurut KBBI berarti taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah, suci dan beriman. Adapun saleh, tegas terdapat dalam Al-Qur’an terdapat di surah An-Nisa ayat 69 yang artinya, “Siapa saja yang menaati (ketentuan) Allah dan rasul-Nya, niscaya mereka kelak akan bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh-Nya, yaitu para nabi, kalangan shiddiq, syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka adalah sebaik-baik sahabat.”

Ibnu Hajar berkata, saleh berarti, “Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Berkaitan dengan surah An-Nisa ayat 69 orang saleh menurut Imam Al-Baghawi, adalah para sahabat Rasulullah ﷺ. Sedang menurut Imam Ibnu Katsir, orang saleh adalah orang yang baik amal lahir dan amal batinnya.

Sementara menurut Imam Al-Baidhawi, orang saleh adalah orang yang menghabiskan usianya untuk menaati Allah dan mengerahkan hartanya di jalan yang Dia ridai.

Dari penjelasan di atas dapat kita pahami tentang makna saleh yakni ketaatan kepada Allah sesuai dengan ketetapan Allah dalam syariat-Nya. Namun dalam konteks moderasi beragama soleh dimaknai dengan dengan melekatkan kata “sosial”. Penambahan kata “sosial” ini mengarah pada definisi saleh yang netral dari nilai agama (Islam).
Nabi ﷺ dan para sahabat memahami kesalehan denagn apa yang telah Allah tunjukkan melalui ajaran Islam. Mereka tidak pernah mengajarkan kesalehan menurut pandangan manusia. Orang yang soleh adalah muslim yang taat dan patuh pada perintah Allah Taala. Definisi saleh yang seharusnya merujuk kepada Islam kini direduksi dengan parameter moderasi. Sedangkan proyek moderasi beragama tak lepas dari paradigma moderat yaitu perspektif Barat dengan tujuan agar setiap muslim memiliki karakter moderat. 

De-ideologi Islam

Proyek moderasi beragama memiliki visi mendegradasi makna Islam dengan paradigma sekuler kapitalisme. Ini merupakan proyek ciptaan Barat untuk menghambat kebangkitan Islam. Melalui moderasi beragama, Barat berupaya melakukan deideologi Islam, yakni mereduksi Islam sebagai ideologi yang harus dimiliki setiap muslim. Muslim menjadikan Islam sebagai jalan hidup bakal dianggap sebagai muslim radikal. 
Proyek moderasi beragama sesungguhnya sejalan dengan rekomendasi RAND Corporation, sebuah lembaga think tank yang berpusat di Amerika. RAND Corporation, membagi Islam menjadi 4 empat kelompok, yakni Islam fundamental/radikal, Islam tradisional, Islam moderat, dan Islam liberal. Perlakuan Barat terhadap kelompok-kelompok Islam ini berbeda-beda sesuai kepentingan mereka, yaitu menghambat kebangkitan islam ideologis.
Kelompok radikal, dianggap anti dengan produk dan pemikiran Barat, serta menginginkan tegaknya syariat Islam dalam negara. Kelompok ini dianggap mengancam eksistensi mereka, sehingga diopinikan harus diwaspadai dan dibunuh karakternya. Term radikal sendiri dilekatkan pada kelompok ini untuk tujuan islamopobia, yakni dijauhi oleh masyarakat muslim. 

Kelompok tradisional, menginginkan penerapan syariat Islam, tetapi welcome demokrasi sebagai sistem pemerintahan saat ini. Barat mengadu domba kelompok ini dengan kelompok Islam radikal sehingga tidak bersatu dalam menegakkan syariat Islam. Sementara itu, kelompok moderat dan liberal merupakan kelompok yang disukai sehingga. Hal itu karena open dalam menerima ide-ide Barat meski bertentangan dengan islam. Kelompok ini diberi ruang yang luas dalam dialog, menyokongnya dengan dana untuk mengangkat tokoh-tokohnya sebagai corong. Mereka dilibatkan dalam berbagai konferensi yang bertujuan mengubah wajah Islam yang sesuai kehendak Barat.

Barat lantas memasarkan Islam moderat ke negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. Lahirlah proyek deradikalisasi melalui moderasi beragama. Ini merupakan upaya Barat melakukan sekularisasi Islam dengan cara mengubah cara pandang muslim dalam beragama, yaitu menjadikan Islam sekadar agama ruhiah sebagaimana agama lainnya. Dirarahkan agar muslim cukup menerapkan syariat dalam ranah individu saja, tidak perlu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Moderasi Islam membawan muslim makin jauh dari gambaran Islam hakiki. Oleh karenanya, moderasi beragama harus ditolak karena ide tersebut bertentangan dengan Islam.

Perspektif Islam

Islam merupakan agama sekaligus sistem kehidupan yang memiliki paket lengkap dalam menyelesaikan berbagai persoalan manusia Termasuk dalam berbangsa, menyikapi perbedaan, keberagaman, dan toleransi. Islam tidak membutuhkan tambahan dan definisi menurut cara pandang manusia. Tanpa embel-embel moderat, Islam merupakan agama yang penuh perdamaian, toleransi, dan menebarkan kebaikan ke seluruh alam semesta. Tanpa moderasi beragama pun, Islam sudah memberikan ruang kebebasan bagi masyarakat nonmuslim untuk memeluk keyakinannya. Hal ini sudah ditegaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 256 yang artinya, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”

Dalam surah Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku,” terdapat makna toleransi yang jelas dan tegas. Dalam Islam, standar toleransi adalah Al-Qur’an dan Sunah. Apa saja yang ditoleransi oleh Al-Qur’an dan Sunah akan ditoleransi oleh umat Islam, begitu pun sebaliknya. Berdasarkan standar yang benar ini, misalnya, L68T tidak boleh ditoleransi oleh umat Islam karena perilaku tersebut hukumnya haram. Adapun tentang definisi dan makna saleh, Islam menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah orang yang beribadah karena Allah, menaati perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan akidah Islam.

Toleransi agama sejatinya sudah dibangun Rasulullah ﷺ, para sahabat, dan generasi setelahnya telah membangun toleransi agama dalam kerangka dasar akidah Islam yang sahih. Toleransi antaragama dalam Islam juga sudah terbangun indah sejak masa Kekhalifahan Islam berkuasa selama lebih dari 13 abad lamanya. Di Spanyol, misalnya, lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan dengan tenang dan damai. Di India, sepanjang kekuasaan Bani Ummayah, Abbasiyah, dan Ustmaniyah, muslim dan Hindu hidup rukun selama ratusan tahun. 

Dalam sejarah penaklukan Konstantinopel di tangan Sultan Muhammad al-Fatih, ia menegaskan akan melindungi umat nonmuslim dan tidak menyoal akidah keyakinan mereka. Ia memberikan kebebasan kepada nonmuslim jika ingin tetap memeluk agama sebelumnya, termasuk beribadah sesuai dengan ajaran agama mereka. Hal itu sebagaimana telah diajarkan Rasulullah dan para khalifah sesudahnya. Tidak ada kezaliman, ketakadilan, atau diskriminasi terhadap nonmuslim. 

Dengan demikian, untuk memahami dan menerapkan Islam, toleransi, keberagaman, keadilan, dan saling menghormati sesama umat manusia, tidak perlu menggunakan paradigma sekuler kapitalisme dan pemikiran moderat ala Barat. Tanpa itu semua, Islam sudah menjelaskan dan mengajarkannya secara sempurna. Oleh karenanya, umat Islam tidak boleh terjebak dengan narasi dan pemikiran ciptaan Barat. Moderasi beragama hanyalah kedok untuk melanggengkan ideologi sekuler kapitalisme dan pemikiran turunannya seperti pluralisme, liberalisme.

Islam merupakan sistem kehidupan yang semurna bagi kebaikan umat manusia, sistem yang berasal dari Sang Pencipta manusia. Umat Islam harus berjuang untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam dengan menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai pedoman hidup yang sempurna. Cara mengembalikan kemurnian ajaran Islam ialah dengan pembinaan intensif, berdakwah mencerdaskan umat dengan pemikiran Islam yang khas, dan berjuang bersama menegakkan institusi Khilafah yang mampu melindungi umat dari berbagai paham yang bertentangan dengan Islam. Dengan Khilafah, umat akan terbebas dari berbagai penjajahan, baik penjajahan ekonomi, politik, maupun pemikiran. Dengan Khilafah pula, dakwah Islam akan tersebar ke seluruh penjuru dunia dan umat bersatu di bawah naungannya.