-->

Ada Penjajahan Baru dalam Program Sister City


Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I., Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Sebagai warga Depok ada rasa khawatir bahkan was-was saat baca berita perihal kerja sama Depok dan Tianjin Cina dalam program Sister City karena ada kemiripan dari keduanya. Rasa khawatir semakin menjadi ketika DPRD Kota Depok menyambut baik Dinas Komunikasi dan Teknologi Kota Tianjin, menjajaki kerja sama dua kota ini. 

Hal tersebut diketahui sebagaimana yang ungkap Ketua DPRD Kota Depok, Ade Supriyatna. Menurutnya, DPRD Kota Depok akan menggandeng Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Depok yang juga memiliki program kerja sama dengan kota-kota di di seluruh dunia, yang karakteristik kotanya sama. Karena Tianjin, Cina sebagai kota penyangga ibu kota, sama halnya dengan Kota Depok (Radardepok.com, 1/11/2024).

Kekhawatiran ini muncul karena terkait penanaman modal, pengrekrutan SDM atau tenaga kerja yang akan dipakai dalam pembangunan, tentunya kebijakan yang lahir atas kerja sama ini, dominan diatur oleh Cina sebagai investornya. Bukankah ini akan membahayakan posisi Kota Depok? Alih-alih berniat kerja sama, Depok malah akan dikuasai Cina.

Memang, jika dilihat banyak kesamaannya antara Depok dan Cina. Walupun ukuran wilayah atau jumlah penduduk lebih besar dari Kota Depok, tapi posisi kotanya mirip-mirip dengan Kota Depok. Ditambah juga industri IT-nya berjalan, smart citynya bagus, jadi banyak pilihan untuk kerja sama. Apalagi, di Depok banyak kampus yang bergelut di bidang IT, serta banyak pelaku bisnis atau starup yang berada di Kota Depok. Diharapkan jika itu disentuh dengan teknologi dari Tianjin maka lebih maksimal dan digital trading. Sungguh indah harapan yang disampaikan, walaupun masih angan-angan.

Ke depannya juga diharapkan Kota Depok akan menjadi tempat persinggahan bagi para pembisnis Cina yang ingin berinvestasi. Jika itu terjadi, pebisnis pribumi Kota Depok akan tersingkirkan dengan berdatangan pebisnis Cina.

Apa salah, bila sebagai warga Depok, ada rasa kekhawatiran terkait program sister city ini sebagai pintu masuk penjajahan gaya baru atau neokolonialisme. Kerja sama di bidang perdagangan dan IT antara Tianjin (Cina) ini pastinya akan lebih dominan peranan Cina dengan segala kepentingannya. Sebagaimana yang sudah dibuktikan di banyak negara, seperti Sri lanka, Kongo dan negara lainnya yang bekerja sama dengan Cina akhirnya harus kalah bersaing karena modal pribumi tertinggal jauh dengan pendatang. Bagaikan bersaing dalam satu ring petinju kelas berat yaitu Cina bertarung dengan pribumi yang masih kelas bulu. Astaghfirulla, sudah bisa dibayangkan kekalahan telak yang akan diterima oleh pribumi karena tidak sebanding.

Jika dilihat, neokolonialisme terwujud dalam bentuk ketergantungan ekonomi, penawaran utang untuk investasi, atau bantuan pembangunan dari Cina yang pada akhirnya akan merugikan Depok untuk tunduk hanya sebagai pasar, sehingga akan menjadi jongos di negerinya sendiri untuk melayani kepentingan Cina sebagai negara maju.

Sudah dapat dipastikan kerja sama ini menjadikan Cina akan memperoleh manfaat yang akan jauh lebih besar karena posisi dominannya dalam hal teknologi, sumber daya keuangan, dan pengaruh politik untuk mengontrol atau mengarahkan kebijakan Pemkot Depok sesuai dengan kepentingannya. Semoga curahan hati seorang warga Depok yang mencintai kotanya dan yang memikirkan masa depan keturunannya dapat didengar dan diperhatikan pemimpin kotanya. Aamiin.[]