Agar Kasus Jual Beli Bayi Tak Merebak
Oleh : Ika Sartika, S.H.I.
(Komunitas Kajian Wanita Shalihah)
Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengungkap kasus tindak pidana perdagangan bayi oleh dua perempuan yang berprofesi sebagai bidan berinisial JE (44) dan DM (77). Kedua bidan ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Keduanya dijerat Pasal 83 dan Pasal 76F UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.
Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi mengungkapkan kedua bidan itu telah melakukan aksinya sejak tahun 2010. Dari hasil pemeriksaan penyidik, didapatkan data bahwa kedua pelaku telah menjual sekitar 66 bayi. Berdasarkan keterangan para orang tua yang menyerahkan bayinya kepada DM dan JE, mereka mengetahui bahwa anak mereka dijual kepada orang lain. DM dan JE memanfaatkan bayi atau anak yang baru lahir di luar pernikahan untuk kemudian ditawarkan dengan modus adopsi secara ilegal. (Sumber berita CNN Indonesia)
Kasus Berulang
Kasus jual beli bayi bukan kali ini saja terjadi. Kasus serupa pada tahun 2023 mencapai 59 kasus. Bahkan, menurut Sani Budiantini Hermawan, psikolog anak, remaja, dan keluarga sekaligus Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani, jumlah kasus yang terungkap sering kali hanya merupakan puncak gunung es. Banyak kasus tidak terdata atau tidak terungkap karena praktiknya dilakukan secara tersembunyi dan melibatkan jaringan yang lebih luas.
Terjadinya kasus jual beli bayi tentu saja merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Kasus yang terus berulang menunjukkan adanya problem sistemik yang mendalam dalam maraknya penjualan bayi.
Penyebab utama kasus ini melibatkan banyak faktor. Masalah ekonomi atau kemiskinan menjadi salah satu faktor dominan. Banyak keluarga yang terpaksa menjual bayi mereka karena himpitan ekonomi. Situasi ini diperburuk oleh kurangnya akses pendidikan, pekerjaan layak, dan jaminan sosial yang membuat keluarga miskin makin terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit diputus. Pengangguran dan tidak adanya jaminan negara terhadap kesejahteraan rakyat sering kali mendorong masyarakat melakukan tindakan kriminal demi mendapatkan uang untuk bertahan hidup, meskipun tindakan tersebut tidak dibenarkan. Seharusnya, kriminalitas seperti menjual bayi menjadi pukulan bagi negara karena telah gagal menyejahterakan rakyatnya.
Faktor lain adalah maraknya fenomena seks bebas, terutama di kalangan remaja, yang menyebabkan kehamilan tidak diinginkan (KTD). Banyak bayi hasil KTD diperjualbelikan karena orang tua biologis mereka merasa malu, tidak siap, atau tidak mampu membesarkan anak tersebut. Kebebasan bergaul, termasuk seks bebas, telah dilegalkan di negeri ini selama alasannya suka sama suka atau tidak ada paksaan atau kekerasan di dalamnya. Jauhnya pemahaman masyarakat dari Islam menjadikan aktivitas mereka tidak dilandasi oleh aturan dari Allah SWT. Halal dan haram diabaikan, sedangkan asas perbuatannya adalah manfaat dan nilai-nilai materi.
Selain itu, tumpulnya hati nurani dan perubahan nilai kehidupan di masyarakat turut menjadi pemicu. Hilangnya rasa empati, tanggung jawab kepada anak, dan penghargaan terhadap hak-hak manusia semakin tergerus oleh budaya materialisme. Anak yang seharusnya menjadi anugerah justru diperlakukan seperti barang dagangan yang bisa diperjualbelikan.
Tumpulnya hukum dalam menindak pelaku perdagangan bayi memperburuk situasi. Banyak kasus tidak terungkap karena lemahnya pengawasan, kurangnya koordinasi antarinstansi terkait, dan ketidakmampuan aparat hukum dalam membongkar jaringan perdagangan yang sering kali melibatkan sindikat yang lebih profesional. Hukuman yang tidak memberikan efek jera juga menjadi celah bagi para pelaku untuk terus melancarkan aksinya.
Faktor selanjutnya adalah abainya negara dalam mengurus rakyat. Ketidakmampuan negara memberikan perlindungan sosial dan memerangi kemiskinan menjadi salah satu akar masalah. Negara seharusnya hadir untuk menjamin terpenuhinya semua kebutuhan masyarakat secara merata dan mudah sehingga masyarakat tidak kesulitan mendapatkan akses dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Berbagai faktor pemicu di atas erat kaitannya dengan sistem kehidupan yang sekuler dan kapitalistik yang mendominasi seluruh aspek kehidupan hari ini. Sistem ini menjadikan materi sebagai orientasi dan keuntungan sebagai prioritas utama, yang pada akhirnya menimbulkan berbagai masalah sosial dan moral.
Cara Islam Menyelesaikan
Terus berulangnya kasus jual beli bayi menunjukkan adanya problem yang sistemik dalam masyarakat. Kasus jual beli bayi bukan hanya masalah individu atau kelompok tertentu, tetapi merupakan cerminan krisis dalam kehidupan sekuler kapitalistik.
Pemberantasan kasus jual beli bayi membutuhkan kesungguhan negara dalam menangani akar permasalahan. Islam, sebagai sistem hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan, menawarkan solusi komprehensif melalui penerapan syariat Islam secara kaffah. Sistem ini mencakup pendidikan berbasis akidah Islam, sistem pergaulan yang menjaga norma-norma syarak, sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyat, serta penerapan sanksi tegas yang memberikan efek jera.
Sebagai tindakan kuratif, Islam menerapkan sistem sanksi yang berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Pelaku perdagangan bayi, misalnya, dapat dikenai hukuman berat sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, termasuk hukuman mati jika diperlukan.
Demikianlah bagaimana Islam mampu membentuk individu beriman dan bertakwa sehingga rasa takut kepada Allah mencegah seseorang dari maksiat atau kejahatan. Begitu pula penerapan Islam secara kaffah oleh negara mampu mencegah berbagai jenis kejahatan, termasuk jual beli bayi.
Wallahu a’lam bishshawab.
Posting Komentar